KPPU Selidiki Google atas Dugaan Praktik Monopoli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) memulai penyelidikan atas dugaan monopoli yang dilakukan oleh Google dan anak usahanya di Indonesia. Wasit persaingan usaha itu menduga Google melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia.
Baca juga: Resmi, Afif Hasbullah Ditunjuk Jadi Ketua KPPU
Direktur Ekonomi, Kedeputian bidang Kajian dan Advokasi KPPU Mulyawan Ranamanggala mengatakan, Google mewajibkan penggunaan Google Pay Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu. Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30%dari pembelian. GBP adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store.
"Bagi pengembang atau developer aplikasi, Google Play Store sulit disubstitusi karena mayoritas pengguna akhir atau konsumen di Indonesia mengunduh aplikasinya menggunakan Google Play Store," ujar Mulyawan dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (17/9/2022).
Menurut Mulyawan KPPU juga menemukan bahwa Google memberlakukan kebijakan untuk mewajibkan penggunaan GBP untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store. Aplikasi yang terkena kewajiban ini tidak dapat menolak kewajiban, karena Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau tidak diperkenankan dilakukan update atas aplikasi tersebut.
Menurut KPPU, kondisi itu sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30%dari harga konten digital yang dijual. Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya user experience konsumen atau pengguna akhir aplikasi.
Selain itu, KPPU turut menduga Google telah melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yaitu dengan mewajibkan pengembang aplikasi untuk membeli secara bundling, aplikasi Google Play Store (marketplace aplikasi digital) dan Google Play Billing (layanan pembayaran).
Ditemukan pula bahwa untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system, sementara beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegosiasikan metode pembiayaan tersebut.
Berbeda dengan perlakuan yang ditujukan bagi digital content provider global, saat Google membuka provider untuk kerja sama dengan payment system alternatif, sehingga berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia.
"Dalam proses penelitian, KPPU telah mendengarkan pendapat dari berbagai pihak dan dapat menyimpulkan bahwa, kebijakan Google tersebut merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital," ucapnya.
Baca juga: Resmi, Afif Hasbullah Ditunjuk Jadi Ketua KPPU
Direktur Ekonomi, Kedeputian bidang Kajian dan Advokasi KPPU Mulyawan Ranamanggala mengatakan, Google mewajibkan penggunaan Google Pay Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu. Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30%dari pembelian. GBP adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store.
"Bagi pengembang atau developer aplikasi, Google Play Store sulit disubstitusi karena mayoritas pengguna akhir atau konsumen di Indonesia mengunduh aplikasinya menggunakan Google Play Store," ujar Mulyawan dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (17/9/2022).
Menurut Mulyawan KPPU juga menemukan bahwa Google memberlakukan kebijakan untuk mewajibkan penggunaan GBP untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store. Aplikasi yang terkena kewajiban ini tidak dapat menolak kewajiban, karena Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau tidak diperkenankan dilakukan update atas aplikasi tersebut.
Menurut KPPU, kondisi itu sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30%dari harga konten digital yang dijual. Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya user experience konsumen atau pengguna akhir aplikasi.
Selain itu, KPPU turut menduga Google telah melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yaitu dengan mewajibkan pengembang aplikasi untuk membeli secara bundling, aplikasi Google Play Store (marketplace aplikasi digital) dan Google Play Billing (layanan pembayaran).
Ditemukan pula bahwa untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system, sementara beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegosiasikan metode pembiayaan tersebut.
Berbeda dengan perlakuan yang ditujukan bagi digital content provider global, saat Google membuka provider untuk kerja sama dengan payment system alternatif, sehingga berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia.
"Dalam proses penelitian, KPPU telah mendengarkan pendapat dari berbagai pihak dan dapat menyimpulkan bahwa, kebijakan Google tersebut merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital," ucapnya.
(uka)