Pertalite Dianggap Lebih Boros dari Sebelumnya? Ini Kata Pertamina dan Akademisi
loading...
A
A
A
Menurut Tri, nilai kalori yang menandakan kandungan energi pada bahan bakar ditentukan oleh senyawa kimia seperti karbon dan hidrogen. Karena perbedaan senyawa itu misalnya, minyak solar per kilogram lebih tinggi kandungan energinya daripada bensin.
Perubahan senyawa juga bisa mengakibatkan perubahan massa jenis ataudensitybensin. Jika ukuran bensin sama-sama satu liter, namun massa jenis berkurang dari 820 menjadi 770 gram, pemakaian bensin pasti akan jadi boros.
“Jadi begitudensityberubah maka nilai kalori per liternya berubah,” kata Tri.
Karena itu, menurutnya, ada yang bilang kalau mengisi BBM jangan siang hari ketika panas terik, atau ketika BBM baru diisi di SPBU. Itu, kata dia terkait densitas yang berubah. Masalahnya, kata Tri, dalam spesifikasi minyak dan gas sebagai syarat boleh tidaknya bahan bakar dijual di Indonesia, tidak diperhitungkan soal nilai kalori.
“Karena itu tidak ada ketentuan nilai kalori dalam spesifikasi,” ujar dia.
Kondisi itu menurut Tri berlaku umum pada transaksi bahan bakar transportasi komersial. Berbeda misalnya pada batu bara yang harganya justru ditentukan oleh nilai kalori. Atau pada industri, ada yang menerapkan standar internasional BBM pada suhu 15 derajat Celsius.
“Di bahan bakar kita tidak mengenal itu, kenalnya cuma rupiah per liter,” katanya.
Beberapa hari lalu Pertamina menanggapi isu tersebut, bahwa tidak ada perubahan dalam spesifikasi produksi Pertalite. Soal jawaban itu, Tri merespons, “Ya memang, tapi ada kemungkinan nilai kalorinya yang berubah.” Perubahan itu disebutnya bukan disengaja. “Nggak, itu tergantung dari minyak buminya,” katanya lagi.
Dari sumur minyak bumi yang sama, Tri menuturkan, hasilnya bisa berbeda ketika diolah menjadi bahan bakar. Kilang hanya memproses namun sifat-sifat senyawa merupakan bawaan dari minyak bumi. Karena itu pula nilai densitas di berbagai SPBU bisa berbeda sehingga tidak setiap pengguna merasa boros bahan bakar.
Perubahan senyawa juga bisa mengakibatkan perubahan massa jenis ataudensitybensin. Jika ukuran bensin sama-sama satu liter, namun massa jenis berkurang dari 820 menjadi 770 gram, pemakaian bensin pasti akan jadi boros.
“Jadi begitudensityberubah maka nilai kalori per liternya berubah,” kata Tri.
Karena itu, menurutnya, ada yang bilang kalau mengisi BBM jangan siang hari ketika panas terik, atau ketika BBM baru diisi di SPBU. Itu, kata dia terkait densitas yang berubah. Masalahnya, kata Tri, dalam spesifikasi minyak dan gas sebagai syarat boleh tidaknya bahan bakar dijual di Indonesia, tidak diperhitungkan soal nilai kalori.
“Karena itu tidak ada ketentuan nilai kalori dalam spesifikasi,” ujar dia.
Kondisi itu menurut Tri berlaku umum pada transaksi bahan bakar transportasi komersial. Berbeda misalnya pada batu bara yang harganya justru ditentukan oleh nilai kalori. Atau pada industri, ada yang menerapkan standar internasional BBM pada suhu 15 derajat Celsius.
“Di bahan bakar kita tidak mengenal itu, kenalnya cuma rupiah per liter,” katanya.
Beberapa hari lalu Pertamina menanggapi isu tersebut, bahwa tidak ada perubahan dalam spesifikasi produksi Pertalite. Soal jawaban itu, Tri merespons, “Ya memang, tapi ada kemungkinan nilai kalorinya yang berubah.” Perubahan itu disebutnya bukan disengaja. “Nggak, itu tergantung dari minyak buminya,” katanya lagi.
Dari sumur minyak bumi yang sama, Tri menuturkan, hasilnya bisa berbeda ketika diolah menjadi bahan bakar. Kilang hanya memproses namun sifat-sifat senyawa merupakan bawaan dari minyak bumi. Karena itu pula nilai densitas di berbagai SPBU bisa berbeda sehingga tidak setiap pengguna merasa boros bahan bakar.