Indonesia Punya 128 Cekungan Minyak dan Gas, Tapi Baru 20 yang Tokcer

Senin, 03 Oktober 2022 - 16:47 WIB
loading...
Indonesia Punya 128 Cekungan Minyak dan Gas, Tapi Baru 20 yang Tokcer
Sekretaris SKK Migas mengungkapkan, Indonesia memiliki 128 cekungan minyak dan gas (migas), tetapi yang sudah berproduksi baru ada 20 cekungan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Banyaknya potensi sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia yang belum digarap maksimal, membuat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( SKK Migas ) terus mendorong KKKS untuk berinovasi.



Sekretaris SKK Migas, Taslim Z Yunus mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi minyak dan gas bumi yang sangat besar. Namun sejauh ini potensi tersebut belum dikembangkan dengan maksimal.

"Indonesia memiliki 128 cekungan migas, tetapi yang sudah berproduksi baru ada 20 cekungan," kata Yunus dalam Forum Group Discussion SKK Migas di Bandung, Senin (3/10/2022).

Taslim mengatakan, sebagian besar dari cekungan memiliki adalah potensi gas. Tantangan yang ada saat ini adalah bagaimana memonetisasi potensi yang ada tersebut.

Jika cekungan-cekungan tersebut berhasil dieksplorasi dan diekploitasi, maka bisa membawa banyak keuntungan bagi Indonesia. keuntungan pertama, jika gas yang ditemukan berhasil diambil maka akan menambah bauran energi. Kedua jika cekungan-cekungan tersebut menghasilkan, maka bisa mengurangi defisit transaksi berjalan.

Seperti kita ketahui, saat ini Indonesia merupakan importir migas. Dari kebutuhan yang mencapai 1,4 juta per hari, Indonesia hanya bisa memproduksi 615 ribu barel per hari.



Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengungkap , energi fosil seperti minyak dan gas bumi masih dibutuhkan di tengah upaya transisi energi baru terbarukan.

Menurutnya, ini diperlukan untuk menjaga keamanan energi secara keseluruhan. Dengan begitu proses transisi energi perlu ditangani secara hati-hati dengan mempertimbangkan kesinambungan, keamanan dan ketersediaan energi.

Menurut Dwi Soetjipto, salah satu isu global yang mempengaruhi industri migas dunia adalah transisi energi. Sebagaimana disebutkan dalam protokol Kyoto, Paris Agreement, atau kesepakatan global lainnya yang juga dirancang oleh banyak negara, termasuk Indonesia dengan komitmen untuk mengurangi emisi karbon.

Di sektor migas, beberapa perusahaan migas ternama sudah memasukkan pengurangan emisi karbon ke dalam strategi portofolio mereka. Kondisi ini memperketat persaingan untuk menarik investasi ke sektor migas.

“Namun di sisi lain, pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi Covid-19, dan krisis Rusia-Ukraina, turut mendorong naiknya permintaan dan harga migas. Dan oleh karenanya, tekanan untuk meningkatkan produksi migas juga semakin tinggi,” kata dia.

Dwi menambahkan, sebagai kawasan yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara merupakan yang tercepat di dunia. Sehingga kawasan ini membutuhkan energi untuk menopang pertumbuhan tersebut.

“Kami mendukung penuh komitmen pemerintah terhadap energi terbarukan, namun kami juga sangat yakin bahwa sektor migas, khususnya gas, masih sangat relevan dalam memainkan peran yang lebih strategis dalam transisi energi. Tantangannya kini adalah bagaimana meningkatkan produksi, sekaligus mengurangi emisi karbon pada saat yang bersamaan,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Dwi, dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan mengupayakan target emisi, Indonesia tidak hanya sedang mengejar target produksi minyak sebesar 1 juta bpd dan gas sebesar 12 miliar kubik pada 2030.

Tetapi juga meningkatkan dampak berganda bagi perekonomian serta mendorong kesinambungan lingkungan.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1591 seconds (0.1#10.140)