Kemitraan dengan Usaha Besar Buka Peluang UMKM Masuk Rantai Produksi Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelaku UMKM diimbau untuk bermitra dengan usaha besar agar produk mereka bisa masuk di dalam rantai produksi global (global value chain/GVC) sehingga meningkatkan peluang UMKM naik kelas.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkapkan, saat ini partisipasi UMKM dalam global value chain baru 4,1% dari jumlah unit usaha. Sementara, dari keseluruhan perusahaan besar, sebanyak 25,6% telah berpartisipasi dalam GVC.
"Hal ini sangat timpang karena mayoritas UMKM adalah pelaku usaha mikro," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (4/10/2022).
Dibandingkan dengan negara-negara lain, lanjut Teten, Global Value Chain UMKM Indonesia masih tertinggal. Di sejumlah negara tetangga persentasenya sudah lebih besar di antaranya di Malaysia sudah 46,2%, Thailand 29,6%, Vietnam 20,1%, dan Filipina 21,4%.
Tantangan lainnya adalah masih rendahnya kemitraan strategis, tingginya biaya logistik inbound dan outbound, rendahnya daya saing, serta rendahnya pemenuhan sertifikasi internasional para pelaku usaha di Tanah Air.
"Kemitraan yang kita harapkan adalah hubungan saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan," ucapnya.
Selain itu, di dalamnya mencakup adanya alih ketrampilan dan teknologi, hingga pendampingan produk UMKM. "Kemitraan saat ini sifatnya masih pembinaan, belum terintegrasi dalam rantai pasok industri. Bukan konsep Bapak Asuh lagi. Yang kita harapkan, UMKM masuk rantai pasok industri seperti di Jepang, Korsel, dan China," tandasnya.
Dia menuturkan, usaha besar juga wajib mendahulukan usaha mikro dan kecil, dalam waralaba, penyediaan lokasi, dan dalam distribusi memberikan hak khusus memasarkan barang dan jasa.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkapkan, saat ini partisipasi UMKM dalam global value chain baru 4,1% dari jumlah unit usaha. Sementara, dari keseluruhan perusahaan besar, sebanyak 25,6% telah berpartisipasi dalam GVC.
"Hal ini sangat timpang karena mayoritas UMKM adalah pelaku usaha mikro," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (4/10/2022).
Dibandingkan dengan negara-negara lain, lanjut Teten, Global Value Chain UMKM Indonesia masih tertinggal. Di sejumlah negara tetangga persentasenya sudah lebih besar di antaranya di Malaysia sudah 46,2%, Thailand 29,6%, Vietnam 20,1%, dan Filipina 21,4%.
Tantangan lainnya adalah masih rendahnya kemitraan strategis, tingginya biaya logistik inbound dan outbound, rendahnya daya saing, serta rendahnya pemenuhan sertifikasi internasional para pelaku usaha di Tanah Air.
"Kemitraan yang kita harapkan adalah hubungan saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan," ucapnya.
Baca Juga
Selain itu, di dalamnya mencakup adanya alih ketrampilan dan teknologi, hingga pendampingan produk UMKM. "Kemitraan saat ini sifatnya masih pembinaan, belum terintegrasi dalam rantai pasok industri. Bukan konsep Bapak Asuh lagi. Yang kita harapkan, UMKM masuk rantai pasok industri seperti di Jepang, Korsel, dan China," tandasnya.
Dia menuturkan, usaha besar juga wajib mendahulukan usaha mikro dan kecil, dalam waralaba, penyediaan lokasi, dan dalam distribusi memberikan hak khusus memasarkan barang dan jasa.