Kejatuhan Rubel Terhadap USD Memicu Munculnya Pasar Gelap Mata Uang
loading...
A
A
A
MOSKOW - Kejatuhan mata uang Rusia, Rubel dan pengendalian modal yang diberlakukan Moskow, tidak lama setelah perang Rusia Ukraina pecah telah memicu pasar gelap mata uang untuk dolar Amerika Serikat (USD) serta euro. Fenomena ini dilaporkan oleh Mediazona, sebuah outlet media independen Rusia di awal invasi Rusia ke Ukraina.
Lebih dari 2.000 orang terlibat dalam chat di Moskow, St. Petersburg, dan wilayah selatan Kuban, dengan yang terbesar berbasis di Ibu kota Rusia. Mediazone menemukan, bahwa banyak peserta dalam chat tersebut mengatur pertemuan di stasiun kereta api atau wilayah yang ditentukan untuk melakukan transaksi.
Transaksi sering berbeda dari nilai tukar resmi, karena kontrol modal berusaha membatasi sisi negatif rubel. Obrolan di aplikasi Telegram bermunculan, dimana orang-orang Rusia memperjual belikan mata uang dengan harga yang jauh berbeda dengan pasar resmi.
Rubel di pasar gelap ini memiliki nilai yang justru lebih tinggi ketimbang USD. "Saya akan menjual USD2 ribu seharga 132 rubel. Barat Laut Moskow, tukar cepat," begitulah kata salah seorang dalam pesannya di telegram.
Banyak saluran online, grup, dan bot pertukaran mata uang bermunculan dalam dua minggu pertama bulan Maret, silam yang dipenuhi dengan permintaan untuk "pertukaran mata uang" dan penawaran untuk "membeli dolar," menurut harian surat kabar Rusia Kommersant.
Sementara itu lembaga penegak hukum mengatakan, bahwa mengatur pertukaran mata uang di jejaring sosial dan aplikasi pesan termasuk tindakan "perbankan ilegal" yang melanggar undang-undang. Bahkan bisa dikenakan hukuman pidana dapat berlangsung hingga tujuh tahun penjara.
Kemunculan pasar gelap mata uang memperlihatkan tingginya permintaan dolar dan euro. Nilai rubel merosot setelah Rusia melancarkan perangnya melawan Ukraina pada 24 Februari, mendorong mata uang di bawah 1 sen terhadap greenback.
Kremlin memberlakukan berbagai kontrol modal untuk menghentikan arus keluar mata uang yang tajam, seperti melarang Rusia mentransfer mata uang asing ke luar negeri dan mengharuskan eksportir menjual 80% dari pendapatan devisa mereka.
Lebih dari 2.000 orang terlibat dalam chat di Moskow, St. Petersburg, dan wilayah selatan Kuban, dengan yang terbesar berbasis di Ibu kota Rusia. Mediazone menemukan, bahwa banyak peserta dalam chat tersebut mengatur pertemuan di stasiun kereta api atau wilayah yang ditentukan untuk melakukan transaksi.
Transaksi sering berbeda dari nilai tukar resmi, karena kontrol modal berusaha membatasi sisi negatif rubel. Obrolan di aplikasi Telegram bermunculan, dimana orang-orang Rusia memperjual belikan mata uang dengan harga yang jauh berbeda dengan pasar resmi.
Rubel di pasar gelap ini memiliki nilai yang justru lebih tinggi ketimbang USD. "Saya akan menjual USD2 ribu seharga 132 rubel. Barat Laut Moskow, tukar cepat," begitulah kata salah seorang dalam pesannya di telegram.
Banyak saluran online, grup, dan bot pertukaran mata uang bermunculan dalam dua minggu pertama bulan Maret, silam yang dipenuhi dengan permintaan untuk "pertukaran mata uang" dan penawaran untuk "membeli dolar," menurut harian surat kabar Rusia Kommersant.
Sementara itu lembaga penegak hukum mengatakan, bahwa mengatur pertukaran mata uang di jejaring sosial dan aplikasi pesan termasuk tindakan "perbankan ilegal" yang melanggar undang-undang. Bahkan bisa dikenakan hukuman pidana dapat berlangsung hingga tujuh tahun penjara.
Kemunculan pasar gelap mata uang memperlihatkan tingginya permintaan dolar dan euro. Nilai rubel merosot setelah Rusia melancarkan perangnya melawan Ukraina pada 24 Februari, mendorong mata uang di bawah 1 sen terhadap greenback.
Kremlin memberlakukan berbagai kontrol modal untuk menghentikan arus keluar mata uang yang tajam, seperti melarang Rusia mentransfer mata uang asing ke luar negeri dan mengharuskan eksportir menjual 80% dari pendapatan devisa mereka.