Rupiah Melorot ke Rp15.357 Dipicu Peringatan IMF Soal Resesi Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 39 poin di level Rp15.357 per dolar AS dalam perdagangan sore ini.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menyebut salah satu faktor internal yang memicu pelemahan mata uang Garuda adalah pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang memperingatkan bahwa risiko resesi global akan meningkat.
"Inflasi tetap menjadi masalah berkelanjutan setelah operasi khusus Rusia ke Ukraina. Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju dan depresiasi mata uang di banyak negara berkembang, serta kekhawatiran inflasi yang sedang berlangsung," papar Ibrahim, Selasa (11/10/2022).
Dia melanjutkan, kondisi tersebut memaksa bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang.
"Di Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia, pasar tenaga kerja masih sangat kuat tetapi kehilangan momentum karena dampak dari biaya pinjaman yang lebih tinggi," tuturnya.
Kemudian, kata dia, roda perekonomian di kawasan Eropa melambat karena harga gas alam melonjak. Sementara itu, perlambatan ekonomi China juga terjadi akibat kebijakan nol Covid dan volatilitas di sektor perumahan.
Berdasarkan perhitungan IMF, sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.
"Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju, kenaikan suku bunga, risiko iklim dan berlanjutnya harga pangan dan energi yang tinggi sangat memukul negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang bisa saja akan terkena imbasnya," urainya.
Sementara itu, untuk perdagangan besok, Rabu (12/10) Ibrahim memprediksi mata uang rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah pada kisaran Rp15.350-15.400 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menyebut salah satu faktor internal yang memicu pelemahan mata uang Garuda adalah pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang memperingatkan bahwa risiko resesi global akan meningkat.
"Inflasi tetap menjadi masalah berkelanjutan setelah operasi khusus Rusia ke Ukraina. Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju dan depresiasi mata uang di banyak negara berkembang, serta kekhawatiran inflasi yang sedang berlangsung," papar Ibrahim, Selasa (11/10/2022).
Dia melanjutkan, kondisi tersebut memaksa bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang.
"Di Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia, pasar tenaga kerja masih sangat kuat tetapi kehilangan momentum karena dampak dari biaya pinjaman yang lebih tinggi," tuturnya.
Kemudian, kata dia, roda perekonomian di kawasan Eropa melambat karena harga gas alam melonjak. Sementara itu, perlambatan ekonomi China juga terjadi akibat kebijakan nol Covid dan volatilitas di sektor perumahan.
Berdasarkan perhitungan IMF, sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.
"Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju, kenaikan suku bunga, risiko iklim dan berlanjutnya harga pangan dan energi yang tinggi sangat memukul negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang bisa saja akan terkena imbasnya," urainya.
Sementara itu, untuk perdagangan besok, Rabu (12/10) Ibrahim memprediksi mata uang rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah pada kisaran Rp15.350-15.400 per dolar AS.
(ind)