Jelang Puncak KTT G20, Berikut Isu-isu Strategis yang Dibahas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dengan mengangkat isu-isu strategis berupa arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi sebagai tiga agenda utama, Presidensi G20 Indonesia mulai mendekati babak akhir penyelenggaraan yang ditandai dengan digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Negara Anggota G20 pada pertengahan November 2022.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan Leaders’ Declaration yang diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan global saat ini. Mengawali pelaksanaan KTT G20 tersebut, sebelumnya telah dilaksanakan pertemuan Sherpa Track dan Finance Track guna membahas berbagai hal substansi yang akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration.
Sherpa Track sendiri difokuskan untuk membahas isu-isu ekonomi non-keuangan yang terdiri dari pelaksanaan Sherpa Meeting, Ministerial Meeting, Engagement Group, serta Working Group.
“Kegiatan dari Sherpa Track, total acara 438 Sherpa Meeting, Working Group, Engagement Group, serta Ministerial Meeting. Ministerial Meeting ada 15, jadi apa yang sudah ada pada tiga pilar tadi di breakdown dalam 22 Working Group dan Engagement Group lalu masing-masing level ada meeting-nya dan saat ini sudah dikumpulkan semua pada saat Pertemuan Sherpa Ketiga 27-29 September di Yogyakarta kemarin,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dikutip Rabu (2/11/2022)
Lebih lanjut, Susiwijono menerangkan pokok-pokok yang dilakukan terkait dengan ketiga agenda utama Presidensi G20 Indonesia tersebut. Pada isu arsitektur kesehatan global dilakukan penggalangan dana global untuk pencegahan, kesiapan, dan respons terhadap pandemi, penguatan resiliensi sistem kesehatan dunia dan standar protokol kesehatan global yang harmonis, serta alih teknologi dan diversifikasi produksi vaksin.
Selanjutnya, terkait dengan agenda transformasi ekonomi berbasis digital dilakukan penciptaan nilai ekonomi digital untuk pemulihan ekonomi, adopsi teknologi terutama bagi UMKM, pengembangan keterampilan dan literasi digital, serta digitalisasi sektor yang berkontribusi menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Sedangkan terkait dengan agenda transisi energi dilakukan perluasan akses teknologi sumber energi bersih, percepatan penurunan emisi karbon, pelibatan partisipasi sektor swasta, serta percepatan penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Susiwijono turut menyampaikan terkait dengan inisiasi concrete deliverable yang terdapat pada Presidensi G20 Indonesia. Concrete deliverable tersebut merupakan proyek, program, atau inisiatif yang menghasilkan manfaat nyata atau konkret dimana hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia dan dunia.
Proyek, program, atau inisiatif tersebut diklasifikasikan berdasarkan 3 prioritas Presidensi Indonesia 2022 dan akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration yaitu pada Annex G20: Action for Strong and Inclusive Recovery dan diharapkan dapat menjadi lead examples bagi pembangunan berkelanjutan yang riil dan konkret dengan memanfaatkan kerja sama internasional yang melibatkan peran multi stakeholders.
“Melalui concrete deliverables ini berbagai proyek tersebut diharapkan akan memberikan manfaat yang nyata dan menjadi legacy bagi Indonesia. Berbagai list of project dari concrete deliverables ini saat ini sedang kita bahas bersama seluruh kementerian teknis. Yang dinamakan concrete deliverables ini nanti di dalam Leader’s Declaration akan kami masukkan sebagai Annex disana,” ungkap Susiwijono.
Selain itu, proyek-proyek tersebut harus memenuhi beberapa kriteria yaitu berasal dari 2 atau lebih negara anggota G20, berdampak global, memiliki mekanisme pendanaan yang jelas, bukan merupakan duplikasi dari forum yang lain, dan bukan merupakan proyek “recycled”.
Susiwijono turut mengungkapkan, bahwa tantangan lain muncul akibat meningkatnya tensi geo-politik setelah konflik Ukraina-Rusia, yaitu krisis pangan, energi, dan keuangan. Untuk merespon secara cepat hal tersebut, Sekjen PBB telah membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) yang menetapkan 6 Kepala Negara/ Pemerintahan, salah satunya Presiden Republik Indonesia.
Dalam konteks Presidensi G20, berbagai pembahasan di tingkat Engagement Group, Working Group, dan Ministerial Meeting, berfokus pada 3 hal yang menjadi pilar utama Presidensi G20 ditambah dengan masalah pangan. Terkait dengan krisis energi dan krisis pangan, sudah terdapat berbagai rekomendasi yang telah dibahas dalam berbagai Working Group.
Untuk krisis pangan dibahas dalam Agriculture Working Group dan untuk krisis energi dibahas dalam Energy Transitions Working Group.
“Posisi Indonesia kebetulan dua-duanya, yaitu selaku GCRG dan Presidensi G20 sudah pasti akan mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai champions dari GCRG dan sebagai Presidensi G20 untuk berkontribusi nyata di dalam memimpin berbagai pembahasan dalam rangka mengambil langkah-langkah solusi untuk menyelesaikan krisis pangan dan energi di tingkat global ini,” tutup Susiwijono.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan Leaders’ Declaration yang diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan global saat ini. Mengawali pelaksanaan KTT G20 tersebut, sebelumnya telah dilaksanakan pertemuan Sherpa Track dan Finance Track guna membahas berbagai hal substansi yang akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration.
Sherpa Track sendiri difokuskan untuk membahas isu-isu ekonomi non-keuangan yang terdiri dari pelaksanaan Sherpa Meeting, Ministerial Meeting, Engagement Group, serta Working Group.
“Kegiatan dari Sherpa Track, total acara 438 Sherpa Meeting, Working Group, Engagement Group, serta Ministerial Meeting. Ministerial Meeting ada 15, jadi apa yang sudah ada pada tiga pilar tadi di breakdown dalam 22 Working Group dan Engagement Group lalu masing-masing level ada meeting-nya dan saat ini sudah dikumpulkan semua pada saat Pertemuan Sherpa Ketiga 27-29 September di Yogyakarta kemarin,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dikutip Rabu (2/11/2022)
Lebih lanjut, Susiwijono menerangkan pokok-pokok yang dilakukan terkait dengan ketiga agenda utama Presidensi G20 Indonesia tersebut. Pada isu arsitektur kesehatan global dilakukan penggalangan dana global untuk pencegahan, kesiapan, dan respons terhadap pandemi, penguatan resiliensi sistem kesehatan dunia dan standar protokol kesehatan global yang harmonis, serta alih teknologi dan diversifikasi produksi vaksin.
Selanjutnya, terkait dengan agenda transformasi ekonomi berbasis digital dilakukan penciptaan nilai ekonomi digital untuk pemulihan ekonomi, adopsi teknologi terutama bagi UMKM, pengembangan keterampilan dan literasi digital, serta digitalisasi sektor yang berkontribusi menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Baca Juga
Sedangkan terkait dengan agenda transisi energi dilakukan perluasan akses teknologi sumber energi bersih, percepatan penurunan emisi karbon, pelibatan partisipasi sektor swasta, serta percepatan penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Susiwijono turut menyampaikan terkait dengan inisiasi concrete deliverable yang terdapat pada Presidensi G20 Indonesia. Concrete deliverable tersebut merupakan proyek, program, atau inisiatif yang menghasilkan manfaat nyata atau konkret dimana hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia dan dunia.
Proyek, program, atau inisiatif tersebut diklasifikasikan berdasarkan 3 prioritas Presidensi Indonesia 2022 dan akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration yaitu pada Annex G20: Action for Strong and Inclusive Recovery dan diharapkan dapat menjadi lead examples bagi pembangunan berkelanjutan yang riil dan konkret dengan memanfaatkan kerja sama internasional yang melibatkan peran multi stakeholders.
“Melalui concrete deliverables ini berbagai proyek tersebut diharapkan akan memberikan manfaat yang nyata dan menjadi legacy bagi Indonesia. Berbagai list of project dari concrete deliverables ini saat ini sedang kita bahas bersama seluruh kementerian teknis. Yang dinamakan concrete deliverables ini nanti di dalam Leader’s Declaration akan kami masukkan sebagai Annex disana,” ungkap Susiwijono.
Selain itu, proyek-proyek tersebut harus memenuhi beberapa kriteria yaitu berasal dari 2 atau lebih negara anggota G20, berdampak global, memiliki mekanisme pendanaan yang jelas, bukan merupakan duplikasi dari forum yang lain, dan bukan merupakan proyek “recycled”.
Susiwijono turut mengungkapkan, bahwa tantangan lain muncul akibat meningkatnya tensi geo-politik setelah konflik Ukraina-Rusia, yaitu krisis pangan, energi, dan keuangan. Untuk merespon secara cepat hal tersebut, Sekjen PBB telah membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) yang menetapkan 6 Kepala Negara/ Pemerintahan, salah satunya Presiden Republik Indonesia.
Dalam konteks Presidensi G20, berbagai pembahasan di tingkat Engagement Group, Working Group, dan Ministerial Meeting, berfokus pada 3 hal yang menjadi pilar utama Presidensi G20 ditambah dengan masalah pangan. Terkait dengan krisis energi dan krisis pangan, sudah terdapat berbagai rekomendasi yang telah dibahas dalam berbagai Working Group.
Untuk krisis pangan dibahas dalam Agriculture Working Group dan untuk krisis energi dibahas dalam Energy Transitions Working Group.
“Posisi Indonesia kebetulan dua-duanya, yaitu selaku GCRG dan Presidensi G20 sudah pasti akan mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai champions dari GCRG dan sebagai Presidensi G20 untuk berkontribusi nyata di dalam memimpin berbagai pembahasan dalam rangka mengambil langkah-langkah solusi untuk menyelesaikan krisis pangan dan energi di tingkat global ini,” tutup Susiwijono.
(akr)