Hilangkan Ketergantungan Energi Rusia, Uni Eropa Jatuh ke Pelukan Diktator Lain

Selasa, 08 November 2022 - 08:58 WIB
loading...
Hilangkan Ketergantungan...
Uni Eropa berada di posisi yang sulit ketika selama bertahun-tahun mengandalkan Rusia untuk memasok minyak dan gas yang dibutuhkan sebagai penggerak industri dan memanaskan rumah. Foto/Dok
A A A
BRUSSELS - Uni Eropa berada di posisi yang sulit ketika selama bertahun-tahun mengandalkan minyak dan gas Rusia yang dibutuhkan sebagai penggerak industri dan memanaskan rumah. Tahun lalu, 40% gas yang dibakar orang Eropa berasal dari Rusia, dan blok itu membayar USD108 miliar ke Kremlin.



Tetapi invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari 2020 lalu, memaksa Uni Eropa (UE) untuk secara radikal merombak strategi energinya untuk menyapih dirinya sendiri dari minyak dan gas Rusia. Hal ini dalam upaya untuk menghilangkan ketergantungannya pada Kremlin, dan merampas pendapatan energi untuk mendanai perangnya di Ukraina.

Selama enam bulan terakhir, blok Eropa mulai menghentikan impor minyak dan gas Rusia secara bertahap, dan mencari pemasok lain. Pada bulan Desember, UE akan melarang secara penuh impor minyak mentah Rusia, dan pada Februari 2023 mendatang, UE akan melarang produk minyak bumi Rusia (meskipun produk dari pipa dikecualikan dari larangan).

UE juga telah bersumpah untuk menghilangkan ketergantungan terhadap semua gas Rusia pada akhir dekade ini. Tetapi semua minyak dan gas Rusia itu perlu mendapatkan pengganti agar industri Benua Biru -julukan Eropa- tetap berfungsi, dan orang-orang terus memanaskan rumah mereka.



Bersama dengan beberapa negara lain, UE sekarang berharap bahwa Azerbaijan, negara yang relatif kecil yang terjepit di antara Pegunungan Kaukasus dan Laut Kaspia, akan menjadi alternatif penting untuk energi Rusia.

Kanselir Uni Eropa, Ursula Von der Leyen telah menyebut Azerbaijan sebagai partner yang "dapat diandalkan, dapat dipercaya ... [dan] mitra energi penting" yang dapat menggandakan ekspor gasnya ke UE hanya dalam "beberapa tahun" ketika Eropa mencoba dengan cepat melakukan diversifikasi dari energi Rusia.

Tetapi para ahli mengatakan, bahwa ada masalah besar dengan menaruh taruhan besar pada Azerbaijan. Negara itu saat ini tidak memiliki pasokan atau kapasitas untuk memenuhi apa yang dikatakannya dapat diberikan.

Dan dalam upaya untuk menjauhkan diri dari satu rezim otokratis, Eropa berlari ke pelukan yang lain. Dimana menurut kalangan ahli, strategi itu bisa menjadi bumerang mengingat hubungan dekat negara pasca-Soviet secara tradisional dengan Rusia.

Babak Baru Energi Uni Eropa

Dalam upaya mencari sumber bahan bakar baru, Eropa telah melakukan semua jenis pengaturan selama setahun terakhir dengan pemasok seperti Norwegia dan Aljazair.

Norwegia sekarang menjadi pemasok gas utama UE dan telah berjanji bakal mengirimkan gas sebanyak mungkin ke negara-negara blok. Ekspor gas Norwegia ke UE tercatat meningkat 8% secara year-on-year (YoY).

Sementara itu negara-negara Mediterania UE telah mengambil gas Aljazair; negara Afrika Utara itu akan meningkatkan ekspor gasnya ke Italia misalnya, sebesar 20% menjadi 25 bcm tahun ini.

Pada bulan Juli ini, Uni Eropa dan Azerbaijan menandatangani kesepakatan baru untuk menandai apa yang dikatakan von der Leyen pada saat itu adalah "babak baru dalam kerja sama energi (UE) dengan Azerbaijan - mitra utama dalam upaya kami untuk menjauh dari bahan bakar fosil Rusia."

Brussels menagih kesepakatan itu sebagai kesepakatan yang akan "berkontribusi secara signifikan terhadap keamanan pasokan Eropa," menurut kanselir Uni Eropa.

Nota kesepahaman (MoU) berisikan perjanjian untuk menggandakan ekspor gas Azeri menjadi setidaknya 20 bcm pada tahun 2027 -yang akan setara dengan sekitar 6% dari permintaan gas UE-. Seperti dilansir Fortune, tetapi para ahli telah meragukan apakah Azerbaijan dapat memenuhi janji ini.

Meskipun kontribusinya relatif kecil, merekrut Azerbaijan sebagai mitra energi utama jadi pilihan menarik bagi UE karena kestabilannya dan potensi skalabilitas proyek gas dan pipa Azeri.

Azerbaijan -negara yang berbatasan dengan Iran, Turki, Georgia, dan Rusia- mengalihkan gasnya ke Eropa melalui Trans-Adriatic Pipeline (TAP), bagian terakhir dari jaringan pipa Southern Gas Corridor (SGC) sepanjang 3.500 kilometer, yang diumumkan pada 2013 dan mulai beroperasi pada akhir 2020.

Produksi minyak dan gas di Azerbaijan dioperasikan bersama oleh perusahaan minyak negara SOCAR dan mitra asing, di antara BP menjadi yang paling menonjol. Pemerintah Azerbaijan terbilang unik karena belum berusaha untuk merevisi ketentuan perjanjian pembagian produksinya dengan perusahaan internasional.

Hal itu menjadikannya sebagai mitra energi yang "cukup andal" untuk UE, seperti disampaikan oleh John Roberts, seorang peneliti senior non-residen di Sektor Energi Global Dewan Atlantik dan anggota Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kelompok Ahli Eropa tentang Gas.

"Pendekatannya telah... adalah bahwa ketika berada dalam situasi yang baik dan memungkinkan, perkuat persyaratan untuk perjanjian pembagian produksi berikutnya. (Tapi) ketika mereka sulit, mudahkan mereka," kata John Roberts kepada Fortune.

Terpantau aliran gas dari Azerbaijan ke UE telah melonjak dalam delapan bulan terakhir. Pada akhir tahun ini, blok tersebut diperkirakan akan mengimpor 11,6 bcm gas Azeri atau mengalami pertumbuhan 40% dari 8,2 bcm tahun lalu.

Jalur Trans-Adriatic Pipeline (TAP) Azerbaijan didorong agar dapat menggandakan kapasitas transit gasnya menjadi 20 bcm yang diuraikan dalam kesepakatan itu, demikian ungkap Tom Purdie, analis gas senior dan analitik gas EMEA di perusahaan layanan komoditas S&P Global Commodity Insights, kepada Fortune.

Dia mencatat bahwa volume gas Azerbaijan tidak cukup untuk menggantikan Rusia yang totalnya mencapai 150 bcm per tahun. Tetapi bekerja sama yang disertai langkah-langkah lain untuk menghilangkan energi Rusia dari bauran energi UE.

Pasangan yang Tidak Sempurna

Namun, Azerbaijan jauh dari mitra yang dapat diandalkan seperti yang digadang-gadang von der Leyen. "Mereka juga tidak memiliki gas, infrastruktur, atau dana yang diperlukan untuk memperluas infrastrukturnya untuk mencapai kesepakatannya dengan UE," kata beberapa ahli.

Kesepakatan UE dengan Azerbaijan sebenarnya menawarkan "nol bantuan" kepada warga UE "musim dingin ini atau berikutnya ... dan mungkin juga yang setelah itu," kata Bowden.

Langkah ini diduga hanya sebagai upaya untuk menunjukkan kepada warga Uni Eropa bahwa pembuat kebijakan "melakukan sesuatu," katanya.

Dia menjelaskan bahwa gas TAP berasal dari dua proyek di Shah Deniz -ladang gas alam terbesar di Azerbaijan-, dimana operator sekarang meningkatkan produksi ke output maksimumnya.

Sementara itu dua sumber potensial terbesar negara itu -pengembangan ketiga di Shah Deniz dan satu lagi di ladang gas Azeri Chiraq Guneshli- secara teknis sangat kompleks. "Ketika kesepakatan tercapai, akan memakan waktu bertahun-tahun untuk online," menurut Roberts.

Pada saat yang sama, konsumsi gas domestik Azerbaijan tumbuh. Raksasa energi Prancis Total sedang merencanakan proyek baru yang akan menghasilkan 1,5 bcm gas-tetapi itu dialokasikan untuk konsumsi domestik.

"Tidak ada prospek langsung pengembangan gas skala besar ... antara sekarang hingga 2027," kata Bowden.

Proyek gas besar apa pun -jika itu terjadi- tidak akan terwujud sebelum 2030, yang membuat UE dan Azerbaijan tidak mungkin memenuhi persyaratan yang diuraikan dalam kesepakatan Juli mereka, demikian ungkapnya.

Azerbaijan juga kekurangan dana untuk meningkatkan produksi dan infrastruktur dan harus "berinvestasi besar-besaran" untuk memasok lebih banyak gas ke Eropa, seperti disampaikan Gubad Ibadoghlu, seorang peneliti senior di London School of Economics (LSE) dan analis senior untuk studi sosial dan ekonomi di Pusat Penelitian Ekonomi Azerbaijan, mengatakan kepada Fortune.

Ditambah tingginya biaya pengiriman gas Azeri ke Eropa sebelumnya menghambat aliran gas ke benua itu. Azerbaijan secara teori, dapat membeli gas dari negara-negara seperti Turkmenistan, Iran dan Rusia untuk memenuhi kebutuhan domestiknya, dan pada gilirannya menjual gasnya sendiri ke Eropa.

"Tetapi masih perlu ada upaya peningkatan dan memperluas infrastrukturnya, ditambah sanksi membuatnya "tidak mungkin" untuk membeli dari Rusia," bebernya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1228 seconds (0.1#10.140)