Pesan Menteri Ekonomi Jerman ke China: Kami Pasar Terbuka, Tapi Tidak Berarti Bodoh

Selasa, 15 November 2022 - 16:08 WIB
loading...
Pesan Menteri Ekonomi...
Jerman membuka peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan China, tetapi Menteri Ekonomi dan Wakil Kanselir, Robert Habeck mengatakan, harus tetap berhati-hati tentang ke arah mana investasi itu pergi. Foto/Dok
A A A
BERLIN - Jerman membuka peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan China , tetapi Menteri Ekonomi dan Wakil Kanselir, Robert Habeck mengatakan, harus tetap berhati-hati tentang ke arah mana investasi itu pergi.

"Kami adalah pasar terbuka. Itu tidak berarti kami adalah pasar yang bodoh, jadi kami harus berhati-hati," kata Habeck.



Ditekankan olehnya tidak ada yang salah dengan perusahaan-perusahaan China yang berinvestasi di Jerman dan sebaliknya. Tetapi perang di Ukraina membuat segalanya berubah.

"Apa yang tampaknya bisa menjadi mitra yang dapat diandalkan dapat segera berubah menjadi salah satu yang membajak Anda," kata Menteri ekonomi itu seperti dilansir CNBC.



Ia memberikan contoh Rusia dan Eropa yang berebut untuk mendiversifikasi pasokan energi mereka. Kedutaan Besar China di Jerman tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Pernyataan Habeck muncul setelah Kanselir Jerman, Olaf Scholz melakukan perjalanan kontroversial ke China untuk bertemu Presiden Xi Jinping pada awal November, lalu. Dia menjadi pemimpin G-7 pertama yang melakukan perjalanan ke Republik Rakyat China sejak awal pandemi Covid-19.

Habeck juga mengatakan, industri mana yang harus dan tidak boleh membentuk obligasi yang lebih dekat dengan China, dengan mengatakan ada beberapa sektor "yang tidak terbuka untuk dijual."

Bagian dari layanan kesehatan, semikonduktor, telekomunikasi, energi, dan infrastruktur menjadi sektor penting bagi Jerman. Seperti pelabuhan di Hamburg, termasuk di antara area di mana Jerman akan menganggap uang dari luar negeri secara "skeptis," kata Habeck.

Anggota koalisi Scholz di Berlin telah menyatakan, keprihatinannya terhadap hubungan Jerman dengan China. Habeck mengatakan, bahwa meskipun ada "hungan baik dengan China," dia "tidak bisa menjanjikan" tidak akan ada argumen lain tentang topik tersebut di dalam pemerintah Jerman.

Sejarah hak asasi manusia China adalah salah satu alasan keraguan negara-negara untuk tumbuh lebih dekat dengan negara itu. Pada bulan Agustus, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan perlakuan China terhadap Uighur dan kelompok etnis minoritas lainnya dapat dikategorikan sebahai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara pemerintahan Joe Biden (Presiden AS) memberlakukan pembatasan perdagangan pada lebih dari 30 entitas China pada bulan Desember terkait pelanggaran hak asasi manusia. Beijing telah berulang kali membantah bahwa mereka telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur.

Investor dan pebisnis di luar China juga menjadi lebih berhati-hati ketika berurusan dengan negara berjuluk Negeri Tirai Bambu itu dalam beberapa tahun terakhir. Sentimen seperti penguncian Covid-19 yang ketat mencekik rantai pasokan dan Beijing menindak perusahaan teknologi asing, menjadi beberapa pertimbangan.

Sesuatu yang diyakini tidak akan jauh berbeda saat ini saat Presiden Xi Jinping telah menetapkan rencana untuk masa jabatan ketiganya.

Kemitraan dengan China

Hubungan antara Eropa dan China "harus menjadi kemitraan" karena keunggulan China di pasar global, demikian menurut Dekan PSIA di Sciences Po, Arancha Gonzalez dan Wakil Presiden di Kamar Dagang Internasional, Philippe Varin.

"Sekarang ada ruang untuk kerja sama dan kita harus menggunakannya," kata Gonzalez.

"Jika kita ingin menjamin stabilitas keuangan secara global, jika kita ingin memerangi pandemi, jika kita ingin berhasil dalam perang melawan perubahan iklim, kita harus berbicara dan berdiskusi dengan China," ungkap Gonzalez.

Dia menambahkan, Eropa mungkin juga harus berbicara dengan China "jika kita ingin menghindari ... senjata nuklir yang digunakan di benua Eropa."

Sedangkan Presiden Kamar Dagang Uni Eropa di China, Joerg Wuttke mengatakan, kekhawatiran Jerman terlalu bergantung pada negara itu "berlebihan."

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1863 seconds (0.1#10.140)