Bangun Kemandirian Energi, Industri Biodiesel Ikuti Aturan Pemerintah

Rabu, 16 November 2022 - 12:44 WIB
loading...
Bangun Kemandirian Energi, Industri Biodiesel Ikuti Aturan Pemerintah
Industri biodiesel di Indonesia telah sesuai arahan pemerintah sebagai upaya membangun kemandirian energi di dalam negeri, serta mendukung sektor perkebunan kelapa sawit.
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Policy(Paspi) Tungkot Sipayung menegaskan industri biodiesel di Indonesia telah sesuai arahan pemerintah sebagai upaya membangun kemandirian energi di dalam negeri, serta mendukung sektor perkebunan kelapa sawit.

“Produsen jangan terusan-terusan jadi victim (korban) karena mereka mengikuti aturan pemerintah. Kalau ada yang dilanggar ada proses hukumnya,” kata Tungkot Sipayung, Rabu (16/11/2022).

Menurut Tungkot, subsidi biodiesel sebenarnya bukan diberikan kepada pelaku usaha, tetapi kepada konsumen. Pasalnya, harga biodiesel tergantung harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan bahan bakar minyak (BBM) dunia.

(Baca juga:Program Biodiesel Hemat Devisa USD8 Miliar)

Pemerintah, lanjut Tungkot, setiap bulan telah menetapkan Harga Indeks Pembelian (HIP) solar dan HIP biodiesel. Jika HIP solar lebih murah dari HIP biodiesel, maka Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menutup selisihnya (HIP biodiesel dikurangi HIP solar). “Sebaliknya, bila HIP solar lebih mahal dari HIP biodiesel (seperti saat ini) tidak ada subsidi dari BPDPKS,” kata Tungkot.

Pada kesempatan itu, Tungkot juga menjelaskan bahwa kartel di industri sawit, tetutama minyak goreng di Indonesia secara ekonomi tidak ada karena jumlah pemainnya banyak. “Paling ideal adalah persaingan sempurna, yang mana pemainnya banyak, seragam, dan tidak ada persaingan tapi itu hanya ada di text book,” ujarnya.

Di Indonesia, kata dia, ada banyak pelaku minyak goreng, yaitu sekitar 100 produsen dari skala kecil hingga besar. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 produsen menjadi anggota Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni).

(Baca juga:Program Biodiesel Dukung Ketahanan Energi Nasional)

Sesuai adagium ekonomi, jika ada banyak pemain dalam suatu industri, meskipun mereka didorong untuk melakukan kartel, tetap tidak akan terjadi karena industri akan berjalan sendiri-sendiri. Kondisinya akan berbeda jika pemainnya sedikit, kendati dilarangpun, tetap akan terjadi kartel.

“Sekarang ada 70-80 produsen dan mereknya berbeda-beda. Itu cukup banyak untuk ukuran industri minyak sawit di Indonesia,” kata Tungkot.

Indikasi lain tidak adanya kartel minyak goreng yaitu persaingan pasar minyak goreng dalam negeri tidak hanya sawit, tetapi juga ada minyak nabati lainnya dari luar negeri, seperti rapeseed dan biji bunga matahari. Selain bahan baku melimpah, ada banyak distributor dan pemain di setiap provinsi.

Apakah harga minyak goreng dikendalikan? Berdasarkan data Paspi, harga minyak goreng dalam negeri mengikuti irama harga dunia yang menunjukkan pasar terintegrasi dengan internasional.

(Baca juga:Penyaluran Biodiesel Tahun Ini Diproyeksikan Sebesar 10,15 Juta Kiloliter)

Tungkot menyebut, kondisi tersebut justru positif yang menunjukkan bahwa pasar di tanah air efisien. “Sejak 2019 harga dalam negeri lebih stabil dibanding internasional. Kalau ada kartel harga lokal pasti ikut internasional,” ungkapnya.

Tungkot menambahkan, tidak ada mafia minyak goreng yang memicu kelangkaan. Hal itu terjadi akibat berlakunya domestic price obligation (DPO), yaitu ditetapkannya harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp14.000 di tangan konsumen.

Padahal ada biaya distribusi dari produsen ke pasar dan tidak sesuai dengan harga CPO yang berlaku. Hal iu menyebabkan produsen rugi sehingga memangkas produksinya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1695 seconds (0.1#10.140)