Dukung Bulog Impor Beras, Kepala Bapanas: Urusan Perut Jangan Main-main
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) menilai rencana impor beras oleh Perum Bulog sebagai langkah tepat di tengah serapan beras dalam negeri yang menipis.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, impor beras yang dilakukan nantinya bisa untuk mengantisipasi potensi krisis pangan.
"Ini yang namanya ketersediaan itu pokoknya wajib bagi kita semua. Kedua, kalau urusan perut jangan main-main. Jadi kalau memang itu harus diputuskan, kita akan putuskan segera (impor beras)," ujarnya saat ditemui wartawan di kawasan gedung DPR/MPR, dikutip Kamis (24/11/2022).
Dia membeberkan, konsumsi atau kebutuhan beras rata-rata nasional mencapai 2,5-2,6 juta ton per bulan dengan tingkat produksi di angka 5 juta ton per bulan. Sementara, kebutuhan tersebut belum terpenuhi untuk tahun ini.
"Kebutuhan kita rata-rata 2,5-2,6 juta sebulan. Artinya 5 juta (produksi), kalau produksinya hanya 3 juta, kemudian ini 5 juta, kita shortage gak? Kita akan berebut gabah gak? Itu poin saya. Harga gabah akan naik gak? Perintah Pak Presiden jaga apa? Inflasi, itu tugas saya sama Pak Buwas (Dirut Perum Bulog Budi Waseso)," tuturnya.
Dia melanjutkan, pemerintah telah menjamin ketersediaan beras sebagai kebutuhan pokok. “Kan tadi lihat, panen 2,2 juta. Tadinya 1,4-1,6 juta, artinya 3 juta. November-Desember akan berebut gabah, kenapa? Karena produksinya sesuai dengan KSA BPS, hanya 3 juta," lanjut dia.
Sebelumnya, Bapanas memang memberikan peringatan bahaya menyusul serapan beras Perum Bulog yang sulit mencapai target. Adapun serapan beras Bulog saat ini mencapai 594.856 ton atau paling rendah.
Arief mencatat bila Bulog tidak mampu menyerap beras sebesar 1,2 juta ton hingga akhir 2022, maka stok beras nasional turun menjadi 342.000 ton dari stok saat ini yakni 594.856 ton.
"Apa yang terjadi apabila Bulog tidak bisa meng-top up sampai 1,2 juta ton? Ini akan demikian Bapak-Ibu, bisa jadi, kalau kondisi seperti hari ini, stok kita akan turun terus sampai dengan 342.000 ton," tukasnya.
Bila stok beras nasional terus menurun, lanjut Arief, akan sangat membahayakan. Pasalnya, Bulog tidak bisa mengintervensi pada saat kondisi tertentu atau saat harga beras di pasar naik tinggi.
Selain itu, akan menjadi masalah besar bila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di masyarakat dan mengharuskan Bulog mendistribusikan beras ke masyarakat, namun stok justru tidak terpenuhi.
"Dan ini menurut kami sebagai Badan Pangan Nasional sangat bahaya karena Bulog tidak bisa mengintervensi pada saat kondisi-kondisi tertentu, pada saat harga tinggi, dan saat kalau ada KLB atau Kondisi Kejadian Luar Biasa seperti terjadi di Cianjur, kita tidak berharap, beberapa di tempat lain, Bulog itu harus punya stok," tandasnya.
Adapun rincian stok beras Bulog per 22 November 2022 di antaranya Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 426.573 ton atau sekitar 71,71%. Sementara, stok komersial mencapai 168,283 ton atau setara 28,29%dari total stok yang tersimpan.
"Kalau kita lihat stok komersial ini meningkat karena kami memberikan keluasan kepada Bulog untuk melakukan penyerapan untuk komersial supaya bisa bersaing dengan market," pungkas Arief.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, impor beras yang dilakukan nantinya bisa untuk mengantisipasi potensi krisis pangan.
"Ini yang namanya ketersediaan itu pokoknya wajib bagi kita semua. Kedua, kalau urusan perut jangan main-main. Jadi kalau memang itu harus diputuskan, kita akan putuskan segera (impor beras)," ujarnya saat ditemui wartawan di kawasan gedung DPR/MPR, dikutip Kamis (24/11/2022).
Dia membeberkan, konsumsi atau kebutuhan beras rata-rata nasional mencapai 2,5-2,6 juta ton per bulan dengan tingkat produksi di angka 5 juta ton per bulan. Sementara, kebutuhan tersebut belum terpenuhi untuk tahun ini.
"Kebutuhan kita rata-rata 2,5-2,6 juta sebulan. Artinya 5 juta (produksi), kalau produksinya hanya 3 juta, kemudian ini 5 juta, kita shortage gak? Kita akan berebut gabah gak? Itu poin saya. Harga gabah akan naik gak? Perintah Pak Presiden jaga apa? Inflasi, itu tugas saya sama Pak Buwas (Dirut Perum Bulog Budi Waseso)," tuturnya.
Dia melanjutkan, pemerintah telah menjamin ketersediaan beras sebagai kebutuhan pokok. “Kan tadi lihat, panen 2,2 juta. Tadinya 1,4-1,6 juta, artinya 3 juta. November-Desember akan berebut gabah, kenapa? Karena produksinya sesuai dengan KSA BPS, hanya 3 juta," lanjut dia.
Sebelumnya, Bapanas memang memberikan peringatan bahaya menyusul serapan beras Perum Bulog yang sulit mencapai target. Adapun serapan beras Bulog saat ini mencapai 594.856 ton atau paling rendah.
Arief mencatat bila Bulog tidak mampu menyerap beras sebesar 1,2 juta ton hingga akhir 2022, maka stok beras nasional turun menjadi 342.000 ton dari stok saat ini yakni 594.856 ton.
"Apa yang terjadi apabila Bulog tidak bisa meng-top up sampai 1,2 juta ton? Ini akan demikian Bapak-Ibu, bisa jadi, kalau kondisi seperti hari ini, stok kita akan turun terus sampai dengan 342.000 ton," tukasnya.
Bila stok beras nasional terus menurun, lanjut Arief, akan sangat membahayakan. Pasalnya, Bulog tidak bisa mengintervensi pada saat kondisi tertentu atau saat harga beras di pasar naik tinggi.
Selain itu, akan menjadi masalah besar bila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di masyarakat dan mengharuskan Bulog mendistribusikan beras ke masyarakat, namun stok justru tidak terpenuhi.
"Dan ini menurut kami sebagai Badan Pangan Nasional sangat bahaya karena Bulog tidak bisa mengintervensi pada saat kondisi-kondisi tertentu, pada saat harga tinggi, dan saat kalau ada KLB atau Kondisi Kejadian Luar Biasa seperti terjadi di Cianjur, kita tidak berharap, beberapa di tempat lain, Bulog itu harus punya stok," tandasnya.
Adapun rincian stok beras Bulog per 22 November 2022 di antaranya Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 426.573 ton atau sekitar 71,71%. Sementara, stok komersial mencapai 168,283 ton atau setara 28,29%dari total stok yang tersimpan.
"Kalau kita lihat stok komersial ini meningkat karena kami memberikan keluasan kepada Bulog untuk melakukan penyerapan untuk komersial supaya bisa bersaing dengan market," pungkas Arief.
(ind)