Proyek Pomalaa Vale (INCO)-Huayou Senilai USD4,5 M Resmi Dimulai
loading...
A
A
A
Proyek smelter nikel HPAL (High Pressure Acid Leaching) yang digarap PT Vale Indonesia dengan perusahaan asal China, Zhejiang Huayou Cobalt Company secara secara resmi telah dilakukan groundbreaking, Minggu (27/11).
Peresmian groundbreaking dilakukan simbolis dengan melakukan penekanan tombol di layar oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, pada Minggu (27/11/2022), bersama dengan President Direktor/CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, Chairman Huayou Zhejiang Cobalt, Chairman Chen, CEO Vale S.A Eduardo Bartolomeo, Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, Bupati Kolaka, Ahmad Safei.
Proyek Blok Pomalaa dengan nilai investasi USD4,5 miliar (sekitar Rp70,2 triliun dengan kurs 1USD = Rp15.600) dan memiliki area konsesi seluas 24.752 hektar akan difungsikan untuk mengolah biji nikel limonit menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang siap dikembangkan untuk bahan baterai listrik yang mendukung ekosistem EV.
Selain di Pomalaa, INCO juga telah memiliki sejumlah tambang dan smelter Sorowako Sulawesi Selatan dan Morowali Sulawesi Tengah.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengungkap proyek smelter Pomalaa ini meningkatkan kapasitas produksi nikel menjadi tiga kali lipat, dari sebelumnya 40 kilo ton menjadi 120 kilo ton nikel per tahun.
“Sebelum datangnya Huayou kita sepakat untuk memproduksi 40.000 ton, namun dengan datangnya Huayou kami memutuskan untuk meningkatkan produksi menjadi 120.000 ton atau tiga kali lipat lebih banyak," ucap Febriany.
Tidak hanya fokus pada output produksi, Febriany juga menekankan proyek Pomalaa akan fokus pada lingkungan sekitar dan pemberdayaan sumber daya manusiannya.
Dalam kesempatan yang sama, dalam sambutannya Luhut menyampaikan proyek kerja sama ini bisa jadi role model bagi industri sejenis karena menitikberatkan pada mata rantai nilai energi hijau serta memberi perhatian lebih untuk pemeliharaan lingkungan sekitar.
"Proyek ini diharapkan dapat memperkuat posisi RI dalam mata rantai nilai energi hijau, serta untuk memasok pasar dalam negeri dan dunia dengan material baterai listrik yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan," jelas Luhut.
Selain menyoroti masalah ekonomi hijau dan lingkungan, Luhut juga menegaskan bahwa sistem perizinan, terutama AMDAL bisa diselesaikan tanpa bertele-tele untuk menumbuhkan iklim investasi.
"Tadi saya sempat dengar soal masalah izin AMDAL sempat lama, kita harus segera selesaikan. Saya tegaskan tidak ada yang namanya proyek atau investasi terhambat hanya karena prosedur," tegasnya.
Peresmian groundbreaking dilakukan simbolis dengan melakukan penekanan tombol di layar oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, pada Minggu (27/11/2022), bersama dengan President Direktor/CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, Chairman Huayou Zhejiang Cobalt, Chairman Chen, CEO Vale S.A Eduardo Bartolomeo, Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, Bupati Kolaka, Ahmad Safei.
Proyek Blok Pomalaa dengan nilai investasi USD4,5 miliar (sekitar Rp70,2 triliun dengan kurs 1USD = Rp15.600) dan memiliki area konsesi seluas 24.752 hektar akan difungsikan untuk mengolah biji nikel limonit menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang siap dikembangkan untuk bahan baterai listrik yang mendukung ekosistem EV.
Selain di Pomalaa, INCO juga telah memiliki sejumlah tambang dan smelter Sorowako Sulawesi Selatan dan Morowali Sulawesi Tengah.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengungkap proyek smelter Pomalaa ini meningkatkan kapasitas produksi nikel menjadi tiga kali lipat, dari sebelumnya 40 kilo ton menjadi 120 kilo ton nikel per tahun.
“Sebelum datangnya Huayou kita sepakat untuk memproduksi 40.000 ton, namun dengan datangnya Huayou kami memutuskan untuk meningkatkan produksi menjadi 120.000 ton atau tiga kali lipat lebih banyak," ucap Febriany.
Tidak hanya fokus pada output produksi, Febriany juga menekankan proyek Pomalaa akan fokus pada lingkungan sekitar dan pemberdayaan sumber daya manusiannya.
Dalam kesempatan yang sama, dalam sambutannya Luhut menyampaikan proyek kerja sama ini bisa jadi role model bagi industri sejenis karena menitikberatkan pada mata rantai nilai energi hijau serta memberi perhatian lebih untuk pemeliharaan lingkungan sekitar.
"Proyek ini diharapkan dapat memperkuat posisi RI dalam mata rantai nilai energi hijau, serta untuk memasok pasar dalam negeri dan dunia dengan material baterai listrik yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan," jelas Luhut.
Selain menyoroti masalah ekonomi hijau dan lingkungan, Luhut juga menegaskan bahwa sistem perizinan, terutama AMDAL bisa diselesaikan tanpa bertele-tele untuk menumbuhkan iklim investasi.
"Tadi saya sempat dengar soal masalah izin AMDAL sempat lama, kita harus segera selesaikan. Saya tegaskan tidak ada yang namanya proyek atau investasi terhambat hanya karena prosedur," tegasnya.
(atk)