Sektor Pariwisata Siapkan Strategi Hadapi Ancaman Resesi

Selasa, 29 November 2022 - 23:13 WIB
loading...
Sektor Pariwisata Siapkan...
Sektor pariwisata masih optimistis di tahun depan. Foto/ilustrasi
A A A
JAKARTA - Stakeholder pariwisata di Tanah Air optimistis akan prospek pariwisata Indonesia di tahun 2023, meski dihadang ancaman resesi global. Untuk menyiasati kondisi itu, Kementerian Pariwisata ( Kemenparekraf ) terus mengembangkan konsep wisata berkelanjutan.



“Pariwisata berkelanjutan adalah sebuah proses, bukan hasil akhir, yang tecermin dalam setiap penetapan kebijakan oleh Kemenparekraf,” ujar Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Agustini Rahayu, dalam diskusi Tourism & Hospitality Industry Outlook 2023 (29/11/2022).

Agustin mengungkapkan, Kemenparekraf mengusung lima isu strategis dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia, yakni keberlanjutan, daya saing, nilai tambah, digitalisasi, dan produktivitas. Sedangkan target capaian pariwisata berkelanjutan sesuai pesan Menparekraf Sandiaga Uno adalah, pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, kebijakan yang tepat target, waktu, dan manfaat.

“Arah kebijakan pariwisata dan ekonomi kreatif bermuara pada pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang inklusif, berkelanjutan, dan tangguh,” jelasnya.

Dia menyebut, pemulihan pariwisata global saat ini telah mencapai 65% dari tingkat sebelum pandemi. Diperkirakan 700 juta wisatawan melakukan perjalanan internasional antara Januari dan September 2022. Angka itu lebih dari dua kali lipat (133%) jumlah yang tercatat untuk periode yang sama pada tahun 2021.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia, Tbk Jahja Setiaatmadja, pembicara lain, mengungkapkan ada 15 desa binaan BCA yang telah sukses menjalankan pariwisata berkesinambungan, di antaranya Nagari Sikolek, Desa Petingsari, dan Kampung Adat SiIjungjung.

“Selama ini BCA telah berkontribusi dalam mempercepat digitalisasi di beberapa daerah wisata, seperti yang dilakukan di 15 desa binaan BCA,” jelasnya.

Jahja juga menyoroti tiga tantangan terbesar yang dihadapi dalam mengembangkan desa wisata. Pertama, minimnya sinergi antarlembaga: pemerintah daerah, komunitas desa, dan pihak swasta. Kedua, kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan pariwisata di komunitas tersebut. Ketiga adalah terbatasnya penyediaan fasilitas dasar penunjang wisata.

“Ini yang kita alami di lapangan, banyak destinasi yang fasilitas penunjang wisata seperti sinyal jaringan seluler yang masih belum baik. Kita harapkan ini menjadi perhatian seluruh stakeholder pariwisata,” jelasnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1403 seconds (0.1#10.140)