Mewaspadai Efek Tak Terduga Pembatasan Harga dan Larangan Minyak Rusia Oleh Eropa
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Uni Eropa (UE) berencana melarang pengiriman minyak Rusia melalui laut dan membatasi harga yang dapat dijual Rusia ke tempat lain mulai 5 Desember 2022, mendatang. Pedagang khawatir bahwa langkah itu akan mengguncang pasar minyak dunia dan risiko terbesarnya adalah harga minyak melonjak lebih tinggi.
Jika Rusia tidak dapat menjual minyak mentah atau menolak untuk menjualnya dengan harga yang disetujui, pembeli harus memperebutkan jumlah minyak yang berkurang di pasar Internasional. Ditambah mereka harus membayarnya dengan harga semakin mahal.
Tetapi larangan itu dapat memiliki efek sebaliknya, selama Rusia menemukan cara untuk menjual semua minyaknya yang terkena sanksi kepada pembeli lain. Untuk memahaminya, ada baiknya mempertimbangkan bagaimana cara sanksi bekerja di pasar minyak dunia.
Masuknya minyak Rusia, maka bakal menambah panjang daftar minyak dunia yang terkena sanksi. Untuk diketahui sanksi-sanksi itu sebagian besar, tidak memaksa semua minyak dari negara-negara yang terkena sanksi seperti Iran dan Venezuela keluar dari pasar dunia.
Kondisi ini hanya memaksa negara-negara itu untuk menjual minyak mereka dengan harga diskon. Di sisi lain para pembeli akan sulit menolak minyak dengan harga diskon, bahkan mereka meminta lebih dengan alasan harus mengambil risiko membeli dari rezim yang terkena sanksi.
Dinamika yang sama telah terjadi dengan Rusia dalam beberapa bulan terakhir. India dan China dengan senang hati membeli minyak Rusia yang ditolak AS dan Eropa, tetapi mereka menuntut diskon besar dari harga global yang terkadang diskonnya mencapai 25% dari harga pasar.
"Saat ini, 20% minyak dunia terkena sanksi," kata Pedagang energi senior, Rebecca Babin di CIBC Private Wealth US.
"Itu semua diperdagangkan dengan harga diskon yang beragam. Dan mereka akan mencoba untuk saling melemahkan untuk memindahkan barel-barel itu. Saya cenderung berpikir semakin banyak barel dengan harga diskon yang tersedia, semakin ini menekan WTI dan Brent," sambungnya.
WTI adalah singkatan dari West Texas Intermediate, patokan AS untuk harga minyak mentah. Sedangkan Brent merupakan patokan untuk minyak global.
Pertanyaan kuncinya adalah apakah minyak Rusia yang dilarang Eropa akan pergi ke negara lain, atau ditarik dari pasar sepenuhnya. Lalu apakah sanksi itu bakal memaksa Rusia untuk memperlambat produksi minyak?.
Berdasarkan catatan, Rusia mengekspor sekitar 1,5 juta barel minyak mentah per hari ke Eropa dengan kapal sebelum perang Ukraina pecah. Saat ini Rusia mengekspor sekitar 600.000 barel ke Eropa, dan telah mampu mengalihkan sebagian besar sisanya ke Asia dari Eropa.
Lalu selanjutnya apakah negara-negara Asia dapat menyerap 600.000 sisanya. Jika tidak bisa, maka ada kemungkinan besar harga minyak akan naik setelah 5 Desember 2022, karena permintaan akan melebihi pasokan.
Jika mereka bisa, maka jumlah barel yang sama akan mengambang di seluruh dunia, hanya saja dengan harga lebih rendah.
Bila importir minyak besar seperti China dan India dapat menyusun sistem untuk menerima pengiriman minyak Rusia, mereka "jauh lebih mungkin untuk mengejar barel kotor itu" daripada membeli minyak mentah Brent dengan harga lebih tinggi, kata Babin.
Ketika sanksi meningkat, maka ada kemungkinan lebih banyak pembeli mungkin mendapatkan pilihan itu. Dan penjual Brent dan WTI mungkin semakin harus bersaing dengan barel "kotor" itu. Maka bukan tidak mungkin harga minyak mentah dunia bakal melonjak ke depannya.
Jika Rusia tidak dapat menjual minyak mentah atau menolak untuk menjualnya dengan harga yang disetujui, pembeli harus memperebutkan jumlah minyak yang berkurang di pasar Internasional. Ditambah mereka harus membayarnya dengan harga semakin mahal.
Tetapi larangan itu dapat memiliki efek sebaliknya, selama Rusia menemukan cara untuk menjual semua minyaknya yang terkena sanksi kepada pembeli lain. Untuk memahaminya, ada baiknya mempertimbangkan bagaimana cara sanksi bekerja di pasar minyak dunia.
Masuknya minyak Rusia, maka bakal menambah panjang daftar minyak dunia yang terkena sanksi. Untuk diketahui sanksi-sanksi itu sebagian besar, tidak memaksa semua minyak dari negara-negara yang terkena sanksi seperti Iran dan Venezuela keluar dari pasar dunia.
Kondisi ini hanya memaksa negara-negara itu untuk menjual minyak mereka dengan harga diskon. Di sisi lain para pembeli akan sulit menolak minyak dengan harga diskon, bahkan mereka meminta lebih dengan alasan harus mengambil risiko membeli dari rezim yang terkena sanksi.
Dinamika yang sama telah terjadi dengan Rusia dalam beberapa bulan terakhir. India dan China dengan senang hati membeli minyak Rusia yang ditolak AS dan Eropa, tetapi mereka menuntut diskon besar dari harga global yang terkadang diskonnya mencapai 25% dari harga pasar.
"Saat ini, 20% minyak dunia terkena sanksi," kata Pedagang energi senior, Rebecca Babin di CIBC Private Wealth US.
"Itu semua diperdagangkan dengan harga diskon yang beragam. Dan mereka akan mencoba untuk saling melemahkan untuk memindahkan barel-barel itu. Saya cenderung berpikir semakin banyak barel dengan harga diskon yang tersedia, semakin ini menekan WTI dan Brent," sambungnya.
WTI adalah singkatan dari West Texas Intermediate, patokan AS untuk harga minyak mentah. Sedangkan Brent merupakan patokan untuk minyak global.
Pertanyaan kuncinya adalah apakah minyak Rusia yang dilarang Eropa akan pergi ke negara lain, atau ditarik dari pasar sepenuhnya. Lalu apakah sanksi itu bakal memaksa Rusia untuk memperlambat produksi minyak?.
Berdasarkan catatan, Rusia mengekspor sekitar 1,5 juta barel minyak mentah per hari ke Eropa dengan kapal sebelum perang Ukraina pecah. Saat ini Rusia mengekspor sekitar 600.000 barel ke Eropa, dan telah mampu mengalihkan sebagian besar sisanya ke Asia dari Eropa.
Lalu selanjutnya apakah negara-negara Asia dapat menyerap 600.000 sisanya. Jika tidak bisa, maka ada kemungkinan besar harga minyak akan naik setelah 5 Desember 2022, karena permintaan akan melebihi pasokan.
Jika mereka bisa, maka jumlah barel yang sama akan mengambang di seluruh dunia, hanya saja dengan harga lebih rendah.
Bila importir minyak besar seperti China dan India dapat menyusun sistem untuk menerima pengiriman minyak Rusia, mereka "jauh lebih mungkin untuk mengejar barel kotor itu" daripada membeli minyak mentah Brent dengan harga lebih tinggi, kata Babin.
Ketika sanksi meningkat, maka ada kemungkinan lebih banyak pembeli mungkin mendapatkan pilihan itu. Dan penjual Brent dan WTI mungkin semakin harus bersaing dengan barel "kotor" itu. Maka bukan tidak mungkin harga minyak mentah dunia bakal melonjak ke depannya.
(akr)