Kemenkeu Meradang Dikatai Iblis oleh Bupati Meranti, Stafsus Menkeu: Perbaiki Sinergi, Bukan Obral Caci Maki!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Bupati Kepulauan Meranti, Riau, M Adil yang menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai iblis dan setan menjadi sorotan publik dan media.
Bupati kelahiran 1950 itu menyampaikan hal tersebut pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapatan Daerah di Pekanbaru, Kamis (8/12), sebagai bentuk ketidakpuasan terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk wilayah Kepulauan Meranti.
Merespons pernyataan tersebut, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun ikut meradang.
"Terkait pernyataan saudara Bupati Kepulauan Meranti yang tidak puas dengan alokasi DBH Kepulauan Meranti, dapat kami sampaikan bahwa perhitungan TKD tahun 2023, khususnya DBH Migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti sudah dilaksanakan sesuai ketentuan UU 1/2022 tentang HKPD. Sangat clear dan legitim!" tandas Yustinus melalui akun Twitternya @prastow, dikutip Senin (12/12/2022).
Dia mencatat bahwa total alokasi DBH Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sebesar Rp207,67 miliar, naik 4,84% dari 2022 dengan DBH SDA Migas Rp115,08 miliar atau turun 3,53%.
Hal ini dikarenakan data lifting minyak 2022 dari Kementerian ESDM menunjukkan penurunan dari 2.489,71 ribu menjadi 1.970,17 ribu barel setara minyak, sehingga basisnya resmi. Penurunan lifting ini berpengaruh terhadap alokasi DBH Migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2023.
Dengan adanya penurunan lifting ini, Yustinus memandang pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti perlu memikirkan terobosan agar lifting di wilayahnya bisa meningkat.
"Meskipun alokasi DBH Migas turun, alokasi DAU Kab. Kepulauan Meranti justru naik 3,67% menjadi Rp422,56 miliar. Sayangnya, indikator kinerja pengelolaan anggaran DTU (DAU dan DBH) di Kab. Kepulauan Meranti masih lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Nah makin terang!" tukasnya.
Dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak inflasi, dia mengatakan Pemda wajib mengalokasikan 2% dari DTU (DBH dan DAU) untuk perlindungan sosial (Perlinsos).
Namun, per tanggal 9 Desember 2022 Kab Kepulauan Meranti baru merealisasikan belanja wajib 9,76%, jauh dari rata-rata secara nasional yang mencapai 33,73%. Hal ini kemudian membuat Yustinus prihatin.
Selain alokasi dari TKD, Kabupaten Kepulauan Meranti juga menerima manfaat dari belanja Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga (K/L) di wilayahnya.
Total belanja K/L tersebut sebesar Rp137,99 miliar (2019), Rp154,59 miliar (2020), Rp118,03 miliar (2021), dan Rp120,41 miliar (2022).
Dari pengelolaan APBD, sejak 2016 rata-rata serapan belanja hanya 82,11%. Untuk 2022 baru terealisasi 62,49% saja (per 9 Desember 2022).
Rendahnya penyerapan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti belum optimal mengelola anggaran terutama dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan yang tinggi, 25,68%.
"Jadi daripada menyampaikan pandangan tak berdasar dan tak sesuai mekanisme kelembagaan, Saudara Bupati Meranti seharusnya terus berupaya untuk memperbaiki kinerja dalam pengelolaan anggaran yang masih rendah dan pembangunan di daerah Meranti untuk kesejahteraan masyarakat daerahnya," tutur Yustinus.
"Kasihan publik dikecoh dengan sikap seolah heroik untuk rakyat. Faktanya ini manipulatif. Justru pusat terus bekerja dalam bingkai konstitusi dan NKRI. Mestinya kita tingkatkan koordinasi dan sinergi, bukan obral caci maki. Kami meradang lantaran etika publik menghilang!” pungkasnya.
Bupati kelahiran 1950 itu menyampaikan hal tersebut pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapatan Daerah di Pekanbaru, Kamis (8/12), sebagai bentuk ketidakpuasan terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk wilayah Kepulauan Meranti.
Merespons pernyataan tersebut, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun ikut meradang.
"Terkait pernyataan saudara Bupati Kepulauan Meranti yang tidak puas dengan alokasi DBH Kepulauan Meranti, dapat kami sampaikan bahwa perhitungan TKD tahun 2023, khususnya DBH Migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti sudah dilaksanakan sesuai ketentuan UU 1/2022 tentang HKPD. Sangat clear dan legitim!" tandas Yustinus melalui akun Twitternya @prastow, dikutip Senin (12/12/2022).
Dia mencatat bahwa total alokasi DBH Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sebesar Rp207,67 miliar, naik 4,84% dari 2022 dengan DBH SDA Migas Rp115,08 miliar atau turun 3,53%.
Hal ini dikarenakan data lifting minyak 2022 dari Kementerian ESDM menunjukkan penurunan dari 2.489,71 ribu menjadi 1.970,17 ribu barel setara minyak, sehingga basisnya resmi. Penurunan lifting ini berpengaruh terhadap alokasi DBH Migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2023.
Dengan adanya penurunan lifting ini, Yustinus memandang pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti perlu memikirkan terobosan agar lifting di wilayahnya bisa meningkat.
"Meskipun alokasi DBH Migas turun, alokasi DAU Kab. Kepulauan Meranti justru naik 3,67% menjadi Rp422,56 miliar. Sayangnya, indikator kinerja pengelolaan anggaran DTU (DAU dan DBH) di Kab. Kepulauan Meranti masih lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Nah makin terang!" tukasnya.
Dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak inflasi, dia mengatakan Pemda wajib mengalokasikan 2% dari DTU (DBH dan DAU) untuk perlindungan sosial (Perlinsos).
Namun, per tanggal 9 Desember 2022 Kab Kepulauan Meranti baru merealisasikan belanja wajib 9,76%, jauh dari rata-rata secara nasional yang mencapai 33,73%. Hal ini kemudian membuat Yustinus prihatin.
Selain alokasi dari TKD, Kabupaten Kepulauan Meranti juga menerima manfaat dari belanja Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga (K/L) di wilayahnya.
Total belanja K/L tersebut sebesar Rp137,99 miliar (2019), Rp154,59 miliar (2020), Rp118,03 miliar (2021), dan Rp120,41 miliar (2022).
Dari pengelolaan APBD, sejak 2016 rata-rata serapan belanja hanya 82,11%. Untuk 2022 baru terealisasi 62,49% saja (per 9 Desember 2022).
Rendahnya penyerapan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti belum optimal mengelola anggaran terutama dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan yang tinggi, 25,68%.
"Jadi daripada menyampaikan pandangan tak berdasar dan tak sesuai mekanisme kelembagaan, Saudara Bupati Meranti seharusnya terus berupaya untuk memperbaiki kinerja dalam pengelolaan anggaran yang masih rendah dan pembangunan di daerah Meranti untuk kesejahteraan masyarakat daerahnya," tutur Yustinus.
"Kasihan publik dikecoh dengan sikap seolah heroik untuk rakyat. Faktanya ini manipulatif. Justru pusat terus bekerja dalam bingkai konstitusi dan NKRI. Mestinya kita tingkatkan koordinasi dan sinergi, bukan obral caci maki. Kami meradang lantaran etika publik menghilang!” pungkasnya.
(ind)