Bahlil: Sampai Ayam Tumbuh Gigi, Indonesia Tidak Akan Punya Smelter Sendiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia memberkan, penyebab kenapa pengusaha pribumi tidak akan bisa mempunyai smelter sendiri.Hilirisasi sejauh ini selalu mengandalkan investor asing untuk menggarap sumber daya mineral yang ada di Indonesia.
"Kalau sistem perbankan kita tidak memberikan kelonggaran kepada pengusaha pengusaha nasional, khususnya yang pribumi, bagaimana bisa (mempunyai smelter)," ujar Menteri Bahlil di kompleks parlemen, Rabu (14/12/2022).
Bahlil menilai saat ini perbankan di Indonesia kurang mendukung untuk pengusaha nasional membangun smelter sendiri. Hal tersebut menurut Bahlil dapat dilihat dari equitas perbankan yang diberikan mencapai 30-40%.
Menurutnya angka tersebut cukup memberatkan para pribumi untuk membangun smelter. Padahal angka yang ideal menurut Bahlil seharusnya berada di 10-20%.
"Untuk membangun satu line, itu butuh investasi USD 200-250 juta, perbankan kita tidak membiayai smelter, andaikan mereka membiayai equity-nya itu 30-40%, dari mana anak-anak (Indonesia) punya smelter," sambung Bahlil.
Sedangkan equitas yang diberikan oleh perbankan asing menurut Bahlil hanya sekitar 10% dengan bunga yang juga kecil. Hal itulah yang menyebabkan kenapa hilirisasi di Indonesia mayoritas diambil asing.
"Terus kita ribut, kenapa asing semua yang ambil bahan baku kita? bos, mereka yang melakukan investasi. Kita punya duit tapi kita bikin stand by loan (SBL) untuk kredit konsumsi, bukan produktif," tegas Bahlil di hadapan anggota dewan.
"Ini masalah besar, saya sudah ngomong berkali-kali. Selama ini tidak kita rubah, sampai ayam tumbuh gigi, kita tidak akan punya smelter di Republik ini," pungkasnya.
"Kalau sistem perbankan kita tidak memberikan kelonggaran kepada pengusaha pengusaha nasional, khususnya yang pribumi, bagaimana bisa (mempunyai smelter)," ujar Menteri Bahlil di kompleks parlemen, Rabu (14/12/2022).
Bahlil menilai saat ini perbankan di Indonesia kurang mendukung untuk pengusaha nasional membangun smelter sendiri. Hal tersebut menurut Bahlil dapat dilihat dari equitas perbankan yang diberikan mencapai 30-40%.
Menurutnya angka tersebut cukup memberatkan para pribumi untuk membangun smelter. Padahal angka yang ideal menurut Bahlil seharusnya berada di 10-20%.
"Untuk membangun satu line, itu butuh investasi USD 200-250 juta, perbankan kita tidak membiayai smelter, andaikan mereka membiayai equity-nya itu 30-40%, dari mana anak-anak (Indonesia) punya smelter," sambung Bahlil.
Sedangkan equitas yang diberikan oleh perbankan asing menurut Bahlil hanya sekitar 10% dengan bunga yang juga kecil. Hal itulah yang menyebabkan kenapa hilirisasi di Indonesia mayoritas diambil asing.
"Terus kita ribut, kenapa asing semua yang ambil bahan baku kita? bos, mereka yang melakukan investasi. Kita punya duit tapi kita bikin stand by loan (SBL) untuk kredit konsumsi, bukan produktif," tegas Bahlil di hadapan anggota dewan.
"Ini masalah besar, saya sudah ngomong berkali-kali. Selama ini tidak kita rubah, sampai ayam tumbuh gigi, kita tidak akan punya smelter di Republik ini," pungkasnya.
(akr)