Soal Larangan Penjualan Rokok Ketengan, Produsen: Kalau Rakyat hanya Mampu Beli 5 Batang, Kenapa Dipaksa Sebungkus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Produsen rokok menilai kebijakan pemerintah yang melarang penjualan rokok eceran atau ketengan tidak tepat jika dalihnya untuk mengurangi prevalensi merokok pada usia kurang dari 18 tahun. Pemerintah sudah memiliki regulasi yang mengatur tentang larangan penjualan rokok untuk usia di bawah umur yang diatur pada Pasal 25 PP No. 109 Tahun 2012.
Corporate Secretary PT Sukun Wartono Indonesia, Deka Hendratmanto, mengatakan bahwa PP tersebut sudah tegas melarang penjualan rokok pada usia di bawah 18 tahuh atau perempuan hamil. Namun penegakan aturan tersebut tampaknya kurang optimal dilakukan.
"Pertanyaan kami adalah, sejauh mana upaya law enforment pemerintah terhadap aturan tersebut? Ini jauh lebih penting daripada pemerintah ngurusi teman-teman pedagang kecil yang masih berupaya bangkit dari pandemi," ujar Deka dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (28/12/2022).
Menurut Deka larangan penjualan rokok ketengan akan berdampak pada pedagang kecil yang mencari keuntungan dari berjualan sebatang rokok. Sedikit banyak tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan para pedagang.
"Jika tujuan pemerintah adalah untuk menekan prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun, kami justru mendesak agar menegakkan law enforcement secara tegas, keras, dan konsisten atas PP Tembakau," lanjut Deka.
Deka melihat saat ini penjualan rokok ketengan hanya terjadi di warung-warung kecil karena adanya kebutuhan riil masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas. Larangan menjual rokok ketengan sama saja meminta masyarakat untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli rokok.
Di samping itu merokok bukanlah sebuah aktivitas mutlak yang dilakukan oleh masyarakat. Artinya tidak bisa dipukul rata bahwa semuanya adalah pencandu rokok dan harus membeli satu bungkus rokok, sebab ada juga yang sengaja membatasi meoekok dengan membeli secara eceran.
"Jika rakyat hanya mampu beli katakanlah lima batang sehari, kenapa harus dipaksa untuk membeli satu bungkus? Ini jelas-jelas tidak masuk akal!" pungkasnya.
Corporate Secretary PT Sukun Wartono Indonesia, Deka Hendratmanto, mengatakan bahwa PP tersebut sudah tegas melarang penjualan rokok pada usia di bawah 18 tahuh atau perempuan hamil. Namun penegakan aturan tersebut tampaknya kurang optimal dilakukan.
"Pertanyaan kami adalah, sejauh mana upaya law enforment pemerintah terhadap aturan tersebut? Ini jauh lebih penting daripada pemerintah ngurusi teman-teman pedagang kecil yang masih berupaya bangkit dari pandemi," ujar Deka dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (28/12/2022).
Menurut Deka larangan penjualan rokok ketengan akan berdampak pada pedagang kecil yang mencari keuntungan dari berjualan sebatang rokok. Sedikit banyak tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan para pedagang.
"Jika tujuan pemerintah adalah untuk menekan prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun, kami justru mendesak agar menegakkan law enforcement secara tegas, keras, dan konsisten atas PP Tembakau," lanjut Deka.
Deka melihat saat ini penjualan rokok ketengan hanya terjadi di warung-warung kecil karena adanya kebutuhan riil masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas. Larangan menjual rokok ketengan sama saja meminta masyarakat untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli rokok.
Di samping itu merokok bukanlah sebuah aktivitas mutlak yang dilakukan oleh masyarakat. Artinya tidak bisa dipukul rata bahwa semuanya adalah pencandu rokok dan harus membeli satu bungkus rokok, sebab ada juga yang sengaja membatasi meoekok dengan membeli secara eceran.
"Jika rakyat hanya mampu beli katakanlah lima batang sehari, kenapa harus dipaksa untuk membeli satu bungkus? Ini jelas-jelas tidak masuk akal!" pungkasnya.
(uka)