Bukan Resesi, Moody's Sebut Bakal Terjadi Slowcession di 2023

Kamis, 05 Januari 2023 - 14:01 WIB
loading...
Bukan Resesi, Moodys...
Seorang wanita sedang berbelanja di pasar tradisional, di Nice, Prancis, 7 Juni 2022. FOTO/Reuters/Eric Gaillard
A A A
NEW YORK - Banyak CEO, investor, dan konsumen khawatir terjadinya resesi tahun ini.Namun Moody’s Analytics mengatakan, skenario yang lebih mungkin terjadi adalah slowcession atau perlambatan di mana pertumbuhan hampir terhenti tetapi penurunan ekonomi total dapat dihindari.

"Hampir semua skenario ekonomi akan mengalami tahun sulit di 2023," tulis Kepala Ekonom Moody's Analytics Mark Zandi, dilansir dari CNN International, Kamis (5/1/2023).



Namun demikian, inflasi tetap terkendali dan fundamental ekonomi dalam kondisi sehat. "Ada sedikit keberuntungan dan beberapa kebijakan yang cukup cekatan oleh The Fed untuk menghindari penurunan langsung," kata dia.

Menurut Moody's, slowcession diambil dari isitilah rekannya Cristian deRitis, yang artinya pertumbuhan ekonomi hampir terhenti tetapi tidak mengalami kejatuhan yang mendalam. "Pengangguran akan meningkat, tetapi tidak melonjak drastis," kata dia.

Pernyataan slowcession akan membantu ekonomi cepat pulih tidak menebar ketakutan. Pasalnya, kekhawatiran soal resesi telah mendorong pasar saham Amerika Serikat (AS) terpuruk. Ketakutan resesi tidak hanya terjadi saat ini tapi sejak 2008 silam berakibat pada rontoknya pasar modal AS.

Menurut CFRA Research penurunan 19,4% S&P 500 tahun lalu adalah penurunan terbesar keempat sejak 1945. Dengan Federal Reserve mengerem ekonomi AS untuk memadamkan inflasi para pemimpin bisnis dan CEO di AS semakin yakin tentang resesi 2023.

Istilah lain diungkapkan CEO Bank of America Brian Moynihan. Brian menyebut tahun 2023 akan terjadi resesi ringan. Sementara, Ekonom Bloomberg melihat peluang 70% dari resesi pada tahun 2023.

Meski demikian, Moody's yang penelitiannya sering dikutip Gedung Putih, tidak mengabaikan risiko penurunan dan memperingatkan bahwa resesi tetap menjadi ancaman serius dan mengatakan ekonomi sangat rentan terhadap guncangan. Moody's juga memperkirakan pengangguran akan meningkat hingga 4,2% pada akhir 2023 dari saat ini sebesar 3,7%.

Ada juga risiko nyata dari self-fulfilling prophecy, di mana pemilik bisnis dan konsumen khawatir takut terjadi resesi. Namun, ada alasan untuk tetap optimistis dengan hati-hati tentang apa yang ada di depan.



Pasar kerja secara historis tetap kuat, inflasi mereda, upah riil meningkat, harga gas menurun, dan The Fed bersiap untuk menghentikan kenaikan suku bunga. Pekan lalu, Goldman Sachs pun optimistis ekonomi AS akan terhindar dari resesi di mana inflasi moderat dan pertumbuhan terus berlanjut.

Selain meredanya inflasi, Moody's menyatakan optimisme tentang kemampuan konsumen untuk menghadapi badai di tahun 2023. "Pembeli adalah tembok pembatas antara ekonomi yang sedang mengalami resesi," kata dia.

Moody's mengatakan perlindungan sosial diperlukan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah. Ekonomi AS menunjukkan fundamental yang relatif kuat termasuk bisnis yang menguntungkan, neraca konsumen yang sehat, dan sistem perbankan berada di landasan keuangan yang kokoh.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)