Pengamat Energi UGM: Perlu Pemisahan NGC dari NOC

Rabu, 27 Januari 2016 - 19:05 WIB
Pengamat Energi UGM: Perlu Pemisahan NGC dari NOC
Pengamat Energi UGM: Perlu Pemisahan NGC dari NOC
A A A
JAKARTA - Pengamat energi UGM Fahmy Radhy mengemukakan, saat ini perlu dipikirkan pemisahan National Gas Company (NGC) dari National Oil Company (NOC). Pemisahan tersebut penting karena sebagai NOC, saat ini Pertamina terlalu banyak memegang berbagai sektor, termasuk gas dan minyak. Akibatnya, Pertamina tidak fokus sehingga sulit menjadi NOC bertaraf internasional.

"Urgensi pemisahan itu (NGC dari NOC) saya kira memang perlu, karena (gas dan minyak) mempunyai spesifikasi yang berbeda,” ujar Fahmy, Rabu (27/1/2016).

Dia menjelaskan jika pemisahan dilakukan maka NGC akan fokus berperan sebagai perusahaan yang mengelola gas nasional. Sedangkan NOC tetap berkonsentrasi pada minyak bumi nasional. Atas pemisahan tersebut ada fokus dan pendalaman sektor. “Dan saya yakin, jika diberlakukan, ke depan hal itu akan lebih baik,” katanya.

Mengenai siapa di antara PT Pertagas dan PT Perusahaan Gas Negara (Tbk) atau PGN, yang lebih layak menjadi NGC, Fahmy dengan tegas menyebut PGN. Pasalnya, dilihat dari volume usaha, aset, dan infrastruktur, PGN jauh lebih unggul dibandingkan Pertagas. Bukan berarti mengecilkan Pertagas. Namun dilihat dari panjang pipa saja, peluang Pertagas untuk menjadi NGC memang kecil.

Itu sebabnya, Fahmy berpendapat, bahwa PGN yang sebaiknya ditunjuk sebagai NGC. Pada langkah awal, PGN harus mengakuisisi Pertagas sehingga modal yang dimiliki semakin kuat, Kemudian mem-buy back saham PGN, sehingga semuanya dimiliki negara.

Dia mengatakan soal kepemilikan saham PGN yang saat ini tidak sepenuhnya dikuasai negara, harus dipikirkan pemecahannya. Karena jika sudah menjadi NGC, maka tidak boleh ada kepemilikan di luar pemerintah. Kecuali, jika status BUMN tadi bukan sebagai NGC, maka kondisi seperti PGN sekarang dimana sebagian sahamnya dimiliki publik, tidak menjadi masalah.

Di sisi lain, Fahmy juga menyorot masih tingginya harga gas. Seharusnya dengan penurunan harga minyak dunia, maka harga gas juga menurun. Tetapi di Indonesia, kebijakan harga masih berada di tangan pemerintah. Sementara pemerintah sendiri tidak serta-merta menurunkan harga gas di saat harga minyak sedang anjlok.

Menurut Fahmy, aturan yang dikeluarkan Kementerian ESDM menyebutkan, bahwa trader bisa masuk di bisnis gas, asalkan mempunyai infrastruktur. Kenyataannya, sampai sekarang masih banyak trader gas yang tidak mempunyai infrastruktur, namun bisa bermain di gas karena unsur kedekatan dengan Pertagas. “Ini akan memperpanjang jalur distribusi, sehingga harga jual ke konsumen menjadi mahal,” tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8234 seconds (0.1#10.140)