Menteri ESDM Beberkan Alasan Dibalik Revisi UU Minerba

Selasa, 16 Februari 2016 - 16:23 WIB
Menteri ESDM Beberkan Alasan Dibalik Revisi UU Minerba
Menteri ESDM Beberkan Alasan Dibalik Revisi UU Minerba
A A A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaksanakan focus group discussion (FGD) guna membahas revisi Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dia pun membeberkan alasan mengapa UU yang terbit pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut harus direvisi.

Menurutnya alasan ‎revisi UU Minerba tersebut didasari karena munculnya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang membuat kewenangan pemerintah kabupaten/kota bergeser ke gubernur/provinsi.

"Jadi ini memerlukan penyesuaian dari sisi kewenangan memberikan IUP (izin usaha pertambangan), kewenangan mereview, kewenangan izin. Harus ada penyesuaian," katanya di Gedung Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/2/2016).

(Baca Juga: Menko Darmin Sayangkan SBY Telat Terapkan UU Minerba)

Selain itu menurutnya, meskipun UU Minerba ini telah beberapa kali mengalami revisi, namun perlu dilakukan reformulasi agar pasal-pasal yang diputuskan harus diubah sesuai dengan amanah Mahkamah Konstitusi (MK).‎ Ditambah lagi, kemunculan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 yang memperkuat UU Minerba tersebut dinilai cenderung dipaksakan.

"‎Sejarah terbitnya UU dan PP. Dan kita tahu PP 1/2014 ini diterbitkan diujung satu periode kepemerintahan di mana banyak aspek sebetulnya saat itu dipaksakan. Dan itu berkaitan dengan masa transisi KK (kontrak kerja) jadi IUP (Izin Usaha Pertambangan), berkaitan bagaimana smelter dibangun, berkaitan dengan luasan pemberian izin, memang memerlukan peninjauan," terang dia.

Mantan Bos PT Pindad (Persero) ini menilai, jika UU Minerba tersebut tidak dilakukan peninjauan maka dapat dipastikan akan terjadi banyak pelanggaran. Pasalnya, pasal yang disusun tidak sesuai dengan kondisi di lapangan saat ini.

"Karena memang pasal yang disusun tidak realistis dikaitkan dengan kondisi di lapangan. Misalnya, smelter diputuskan pada 2014 bahwa harus selesai 3 tahun setelah PP," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4048 seconds (0.1#10.140)