Sri Mulyani Ungkap Alasan Revisi Aturan Pajak Migas

Sabtu, 24 September 2016 - 00:08 WIB
Sri Mulyani Ungkap Alasan Revisi Aturan Pajak Migas
Sri Mulyani Ungkap Alasan Revisi Aturan Pajak Migas
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangkan, alasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (PP) No.79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (Migas).

(Baca Juga: Sri Mulyani dan Luhut Sepakat Revisi Aturan Pajak Migas)

Dia menjelaskan, poin yang utama yakni posisi Indonesia untuk kegiatan eksplorasi minyak, jika dilihat dari sisi efisiensi dan jumlah sumur, biaya untuk lakukan eksplorasi di Indonesia berada pada posisi posisi kurang kompetitif. Menurutnya hal ini menjelaskan bahwa dimana saat harga produksi minyak sangat tinggi, tapi tidak ada peningkatan di Indonesia.

"Ada sesuatu yang dipertanyakan mengenai kebijakan di sisi insentif maupun bagaimana pemerintah memperlakukan kegiatan eksplorasi di industri ini," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut di Jakarta.

Oleh karenanya, lanjut dia pemerintah sudah melakukan beberapa kajian di PP tersebut, dan tujuannya adalah agar bagaimana Indonesia bisa menciptakan lingkungan yang bersaing, membuat ekonomi Indonesia kompetitif dan mampu menarik kegiatan ekonomi yang produktif.

"Terutama kalau untuk industri minyak, kita punya kompetitifnes dari sisi resourcesnya ada, lokasinya dekat dengan market yang growing very fast. Tapi kemudian ini bisa terealisir dengan menarik sebanyak mungkin investasi yang bisa menggunakan sumber daya secara baik, efisien dan adil. Ini yang diformulasikan dalam PP tersebut," sambungnya.

Dari berbagai situasi yang Pemerintah lihat dari 2007-sekarang, menurutnya faktor-faktor penurunan dari hulu itu tercermin dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia yang menurun.

"Kita bahkan produksi pada 2016 ini dari 800 ribu barel perhari, dan itu bisa sampai 480 ribu barel perhari di 2020, apabila tidak ada kegiatan yang mengadress isu di hulunya. Otomatis penurunan sudah pasti terjadi, bukan hanya karena faktor sumurnya menjadi tua tapi juga karena tidak adanya faktor eksplorasi baru," katanya.

Oleh karenanya, dia menegaskan perbaikan iklim investasi di sektor hulu jadi sesuatu yang sangat urgent. "Kalau dari sisi Kemenkeu sangat berkaitan erat dengan kemampuan pemerintah untuk dapat penerimaan dari sisi bagaimana ini kemudian dapat menciptakan multiplier effect," tutup dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5597 seconds (0.1#10.140)