Bone Pilot Project Sentra Produksi Kedelai

Jum'at, 28 November 2014 - 00:59 WIB
Bone Pilot Project Sentra Produksi Kedelai
Bone Pilot Project Sentra Produksi Kedelai
A A A
MAKASSAR - Produksi kedelai secara nasional masih sangat rendah, akibatnya pemerintah kerap kali melakukan impor yang berdampak pada rendahnya nilai tukar rupiah.

Hal inilah yang mendasari Bank Indonesia khususnya wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) bekerja sama dengan Pangdam VII Wirabuana mencari lahan untuk mengembangkan salah satu komoditi andalan Sulsel ini.

Setelah melakukan survey ke sejumlah kabupaten, akhirnya ditunjuk kabupaten Bone yang memang memiliki potensi lahan maupun sarana yang dapat dijadikan lokasi pengembangan kedelai.

Lokasi yang dipilih pengembangan produksi kedelai yakni desa Mappesangka dengan memanfaatkan lahan sawah seluas 50 hektare. Secara resmi, komitmen menjadikan kabupaten Bone sebagai percontohan ditandai dengan penanam perdana bibit kedelai oleh perwakilan Bank Indonesia oleh Deputi Kepala BI Sulampua Grup Ekonomi dan Keuangan, Causa Iman Karana disaksikan Wakil Bupati Bone Ambo Dalle serta Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Sulsel Muh Aris.

BI menjalin kerjasama dengan Kodam VII Wirabuana untuk mendampingi pengelolaan lahan kedelai yang akan digarap Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di desa tersebut.

Menurut Deputi Kepala BI Sulampua Grup Ekonomi dan Keuangan, Causa Iman Karana, komitmen ini dilakukan untuk membantu mengurangi defisit impor kedelai dengan memanfaatkan program bantuan sosial, makanya disalurkan BI menyalurkan dana ratusan ratusan juta untuk membantu bibit, pupuk, mesin pompa pengairan dan bantuan operasional petani kedelai di Kabupaten Bone.

“Diharapkan dengan lahan seluas 50 hektar dapat menghasiklan 70 ton kedelai setiap kali panen. Jika berhasil tentunya hasil produksi diharapkan dapat menutupi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri," ujarnya, Kamis (27/11/2014).

Wakil Bupati Bone Ambo Dalle menjelaskan, kabupaten Bone pernah mengalami kejayaan tanaman kedelai di sekitar tahun 1989. Namun, harga kedelai yang cenderung fluktuatif, dan dipermainkan spekulan, membuat banyak petani berhenti menanam.

“Kami berterima kasih ke BI dan TNI dengan program ini dapat meningkatkan kesejahterana petani, apalagi selama ini kami mampu memproduksi sekitar 9.000 ton kedelai," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Sulsel M Haris menguraikan, harga kedelai pernah menyentuh Rp2.300 perkilogram, dengan produktivitas rata-rata 1,5 ton perhektare, berarti kedelai ini dijual cuma Rp4 juta perhektare.

Dibandingkan dengan komoditas lain, seperti jagung yang bisa menghasilkan 7 ton perhektare dengan harga Rp3.000 perkilogram. Berarti harganya Rp21 juta perhektare.

“Pemerintah saat ini tengah menjalin kerjasama dengan Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk membeli kedelai milik petani. Sebetulnya perjanjiannya sudah jalan sejak tahun ini. Tapi bulog belum bisa, karena terkendala anggaran dan pembiayaan. Bahkan, Bulog dan Pemerintah mematok harga HPP (Harga Pembelian Pemerintah) Rp7.600 perkilogram jika itu bisa wujudkan tentu dapat menjaga harga petani,” katanya.

Tahun ini, Sulsel menargetkan bisa memproduksi hingga 65 ribu ton kedelai sepanjang 2014, atau meningkat dari tahun lalu sebesar 49 ribu ton. Konsumsi Sulsel sendiri cuma sekitar 30% dari produksi itu. Selebihnya kita suplai ke Jawa. Saat ini, impor kedelai kita sampai 1,2 juta ton pertahun.

Daerah lain yang dikembangkan sebagai sentra pertanian kedelai, antara lain Wajo, Soppeng, Maros, Jeneponto, dan Bulukumba.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3340 seconds (0.1#10.140)