Indonesia Tak Akan Bisa Ikuti Irama Pajak Singapura
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia tidak akan bisa seirama dengan negara Singapura soal pajak. Singapura tidak memiliki penduduk yang besar seperti Indonesia yang membutuhkan dana besar untuk anggaran APBN.
Dana besar untuk anggaran tersebut bersumber dari pajak. Maka saat ini, para pengusaha Indonesia lebih memilih menaruh uangnya di luar negeri lantaran pajak yang tinggi di Indonesia. Karena pemerintah meningkatkan tarif pajak di berbagai sektor.
"Saya agak berat kalau kita harus ikutan irama tingkat pajak Singapura. Kita tidak akan bisa mengikuti irama mereka. Kita adalah kita dengan ketentuan negara kita sendiri. Kita Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia yang punya penduduk 250 juta yang pasti butuh dana besar untuk anggaran APBN yang sumbernya dari pajak," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, Indonesia bisa saja membuat tax ratio yang lebih rendah. Namun, Singapura bisa menurunkan lebih rendah lagi.
"Bisa saja kita turunkan, tapi memangnya Singapura tidak bisa lebih rendah lagi nurunin? Dia bisa. Kalau saya misalnya ingin menurunkan tarif Pph, saya harus ngomong dulu ke Pak Fadel Mohammad (Ketua Komisi XI DPR) untuk ngomongin amandemen UU Pph supaya diturunkan. Kalau di sana enggak usah nanya ke parlemen, langsung saat itu juga turunkan," imbuh dia.
Jadi, jika Indonesia mau mengejar Singapura di tingkat pajak 18%, Singapura besoknya akan bisa turunkan sampai 15% atau 13% untuk Pph badan.
"Kenapa? Kkarena Singapura cuma 5 juta penduduknya. Mungkin mereka sebetulnya enggak perlu anggaran yang terlalu besar. Secukupnya saja. Karena peran swasta sangat besar. Jadi kalau mau bersaing tidak dengan cara itu. Kenapa? Karena di dunia ini ada kecenderungan yang akan ditahan yaitu risiko the bottom," ujarnya.
Dia menjelaskan, risiko tersebut adalah risiko bersaing menurunkan tingkat pajak, atau memberikan perlakuan pajak yang berbeda.
"Kuncinya sekarang bagaimana mempertahankan uang orang Indonesia di Indonesia dengan memberikan perlakuan pajak ke orang-orang tersebut supaya dana pihak ketiga meningkat dan orang mau menaruh uangnya di bank kita, bukan bank luar negeri," pungkas Bambang.
Dana besar untuk anggaran tersebut bersumber dari pajak. Maka saat ini, para pengusaha Indonesia lebih memilih menaruh uangnya di luar negeri lantaran pajak yang tinggi di Indonesia. Karena pemerintah meningkatkan tarif pajak di berbagai sektor.
"Saya agak berat kalau kita harus ikutan irama tingkat pajak Singapura. Kita tidak akan bisa mengikuti irama mereka. Kita adalah kita dengan ketentuan negara kita sendiri. Kita Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia yang punya penduduk 250 juta yang pasti butuh dana besar untuk anggaran APBN yang sumbernya dari pajak," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, Indonesia bisa saja membuat tax ratio yang lebih rendah. Namun, Singapura bisa menurunkan lebih rendah lagi.
"Bisa saja kita turunkan, tapi memangnya Singapura tidak bisa lebih rendah lagi nurunin? Dia bisa. Kalau saya misalnya ingin menurunkan tarif Pph, saya harus ngomong dulu ke Pak Fadel Mohammad (Ketua Komisi XI DPR) untuk ngomongin amandemen UU Pph supaya diturunkan. Kalau di sana enggak usah nanya ke parlemen, langsung saat itu juga turunkan," imbuh dia.
Jadi, jika Indonesia mau mengejar Singapura di tingkat pajak 18%, Singapura besoknya akan bisa turunkan sampai 15% atau 13% untuk Pph badan.
"Kenapa? Kkarena Singapura cuma 5 juta penduduknya. Mungkin mereka sebetulnya enggak perlu anggaran yang terlalu besar. Secukupnya saja. Karena peran swasta sangat besar. Jadi kalau mau bersaing tidak dengan cara itu. Kenapa? Karena di dunia ini ada kecenderungan yang akan ditahan yaitu risiko the bottom," ujarnya.
Dia menjelaskan, risiko tersebut adalah risiko bersaing menurunkan tingkat pajak, atau memberikan perlakuan pajak yang berbeda.
"Kuncinya sekarang bagaimana mempertahankan uang orang Indonesia di Indonesia dengan memberikan perlakuan pajak ke orang-orang tersebut supaya dana pihak ketiga meningkat dan orang mau menaruh uangnya di bank kita, bukan bank luar negeri," pungkas Bambang.
(izz)