Harga Elpiji 3 Kg di Daerah Makin Tak Terkendali
A
A
A
BANTUL - Harga gas melon alias elpiji 3 kg di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta semakin tak terkendali. Di beberapa wilayah seperti Kecamatan Piyungan, Dlingo dan Banguntapan harga berkisar antara Rp22.000-Rp27.000/tabung.
Bahkan, sejumlah masyarakat mengaku kesulitan mendapatkan gas ukuran 3 kg. Jika mereka mendapatkan, harga yang harus dibayar jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.500.
Di sejumlah wilayah, Pertamina kembali melakukan operasi pasar gas bersubsidi ini. Sayang, operasi tersebut kembali tak melibatkan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bantul. Instansi yang seharusnya bertugas mengendalikan harga di pasaran tersebut hanya mendapat pemberitahuan dari Himpunan Pengusaha Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas).
Ahmad, warga Srimartani Piyungan mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas 3 kg. Dia sudah mencari ke beberapa pangkalan, dan sangat sulit didapatkan. Dia sempat menanyakan ke beberapa penjual elpiji 3 kg ternyata harganya jauh di atas HET seharusnya Rp15.500, seperti yang digembar-gemborkan pemerintah. “Sudah sulit, harga selangit,” ucapnya, Jumat (15/5/2015).
Hal senada disampaikan Sriyono, warga Kecamatan Dlingo. Dia mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas untuk warga miskin ini. Untuk mendapatkannya harus keliling ke beberapa pengecer dan pangkalan untuk mendapatkan sebuah tabung gas.
Dia baru mendapatkan gas dengan harga di kisaran Rp25.000/tabung. Sementara tetangganya ada yang mendapatkan gas 3 kg dengan harga Rp23.000/tabung.
Di daerah Sorowajan Kecamatan Banguntapan, pemilik pangkalan Egis mengaku sudah tak lagi memiliki stok gas 3 kg. Beberapa tetangganya mengeluhkan. “Ada tetangga yang menebus gas 3 kg dengan harga Rp 27.000 di daerah Sokowaten,” ungkapnya.
Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop Kabupaten Bantul, Sahadi Suparjo mengatakan telah ada operasi pasar gas bersubsidi di dua kecamatan. Kedua kecamatan tersebut adalah Sedayu dan Banguntapan. Namun, pihaknya tidak mengetahui alasan operasi tersebut.
“Operasi itu inisiatif PT Pertamina dan belum ada koordinasi dengan kami. Kami hanya mendapat informasi dari Hiswana Migas,” ujarnya.
Sahadi membantah operasi ini karena ada kelangkaan dan harga yang melonjak. Sebab, dalam pantauan stok gas sebenarnya masih cukup dan harganya masih normal berkisar Rp 17.000 hingga Rp 18.000.
Dia justru mempertanyakan langkah Pertamina tersebut karena sampai saat ini belum ada koordinasi bahkan penjelasan soal alasan melakukan operasi pasar gas tersebut.
Bahkan, sejumlah masyarakat mengaku kesulitan mendapatkan gas ukuran 3 kg. Jika mereka mendapatkan, harga yang harus dibayar jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.500.
Di sejumlah wilayah, Pertamina kembali melakukan operasi pasar gas bersubsidi ini. Sayang, operasi tersebut kembali tak melibatkan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bantul. Instansi yang seharusnya bertugas mengendalikan harga di pasaran tersebut hanya mendapat pemberitahuan dari Himpunan Pengusaha Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas).
Ahmad, warga Srimartani Piyungan mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas 3 kg. Dia sudah mencari ke beberapa pangkalan, dan sangat sulit didapatkan. Dia sempat menanyakan ke beberapa penjual elpiji 3 kg ternyata harganya jauh di atas HET seharusnya Rp15.500, seperti yang digembar-gemborkan pemerintah. “Sudah sulit, harga selangit,” ucapnya, Jumat (15/5/2015).
Hal senada disampaikan Sriyono, warga Kecamatan Dlingo. Dia mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas untuk warga miskin ini. Untuk mendapatkannya harus keliling ke beberapa pengecer dan pangkalan untuk mendapatkan sebuah tabung gas.
Dia baru mendapatkan gas dengan harga di kisaran Rp25.000/tabung. Sementara tetangganya ada yang mendapatkan gas 3 kg dengan harga Rp23.000/tabung.
Di daerah Sorowajan Kecamatan Banguntapan, pemilik pangkalan Egis mengaku sudah tak lagi memiliki stok gas 3 kg. Beberapa tetangganya mengeluhkan. “Ada tetangga yang menebus gas 3 kg dengan harga Rp 27.000 di daerah Sokowaten,” ungkapnya.
Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop Kabupaten Bantul, Sahadi Suparjo mengatakan telah ada operasi pasar gas bersubsidi di dua kecamatan. Kedua kecamatan tersebut adalah Sedayu dan Banguntapan. Namun, pihaknya tidak mengetahui alasan operasi tersebut.
“Operasi itu inisiatif PT Pertamina dan belum ada koordinasi dengan kami. Kami hanya mendapat informasi dari Hiswana Migas,” ujarnya.
Sahadi membantah operasi ini karena ada kelangkaan dan harga yang melonjak. Sebab, dalam pantauan stok gas sebenarnya masih cukup dan harganya masih normal berkisar Rp 17.000 hingga Rp 18.000.
Dia justru mempertanyakan langkah Pertamina tersebut karena sampai saat ini belum ada koordinasi bahkan penjelasan soal alasan melakukan operasi pasar gas tersebut.
(dmd)