Persaingan Merek Lokal dan Asing Ibarat Tinju Beda Kelas
A
A
A
JAKARTA - Penggagas Indonesia Brand Forum (IBF) Yuswohady mengibaratkan persaingan merek produk asing dan lokal Indonesia seperti pertandingan tinju.
Pasalnya, dengan jumlah populasi penduduk yang mencapai ratusan juta, bukanlah hal yang mustahil jika Indonesia dijadikan sasaran bagi pengusaha asing yang akan mengenalkan produknya ke Indonesia.
Hal ini diperkuat dengan event Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA 2015) yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Secara otomatis serbuan produk asing akan meningkat.
Masalah tentunya akan muncul, lantaran Indonesia belum menghadapi MEA. Hal ini tentunya terbukti dengan masih mendominasinya produk asing daripada produk dalam negeri sendiri.
"Ini ibaratnya, pertandingan petinju kelas berat melawan kelas bulu. Pertandingannya tidak imbang. Kita ada di tengah jargon-jargon MEA," ujar Yuswohady di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Menurutnya, agar tidak tenggelam di tengah produk asing, maka harus ada campur tangan pemerintah dalam menjaga eksistensi produk lokal. "Negara harus hadir dan ikut campur tangan," imbuhnya.
Salah satu cara yang sederhana namun sulit dalam pelaksanaannya, yakni pemerintah harus mampu membangkitkan rasa nasionalisme di tengah masyarakat dengan kepercayaan diri tinggi untuk membeli, menggunakan dan mengonsumsi merek-merek Indonesia.
"Apabila 250 juta rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke menggunakan produk lokal maka otomatis membuka peluang bagi perusahaan dan karya anak negeri untuk bisa berkembang dan melestarikan produk dalam negeri," tandas dia.
(Baca: Merek Lokal Derita 'Kanker' Parah di Dalam Negeri)
Pasalnya, dengan jumlah populasi penduduk yang mencapai ratusan juta, bukanlah hal yang mustahil jika Indonesia dijadikan sasaran bagi pengusaha asing yang akan mengenalkan produknya ke Indonesia.
Hal ini diperkuat dengan event Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA 2015) yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Secara otomatis serbuan produk asing akan meningkat.
Masalah tentunya akan muncul, lantaran Indonesia belum menghadapi MEA. Hal ini tentunya terbukti dengan masih mendominasinya produk asing daripada produk dalam negeri sendiri.
"Ini ibaratnya, pertandingan petinju kelas berat melawan kelas bulu. Pertandingannya tidak imbang. Kita ada di tengah jargon-jargon MEA," ujar Yuswohady di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Menurutnya, agar tidak tenggelam di tengah produk asing, maka harus ada campur tangan pemerintah dalam menjaga eksistensi produk lokal. "Negara harus hadir dan ikut campur tangan," imbuhnya.
Salah satu cara yang sederhana namun sulit dalam pelaksanaannya, yakni pemerintah harus mampu membangkitkan rasa nasionalisme di tengah masyarakat dengan kepercayaan diri tinggi untuk membeli, menggunakan dan mengonsumsi merek-merek Indonesia.
"Apabila 250 juta rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke menggunakan produk lokal maka otomatis membuka peluang bagi perusahaan dan karya anak negeri untuk bisa berkembang dan melestarikan produk dalam negeri," tandas dia.
(Baca: Merek Lokal Derita 'Kanker' Parah di Dalam Negeri)
(izz)