Perpanjangan Izin Usaha Freeport Berpotensi Langgar UU

Selasa, 16 Juni 2015 - 14:12 WIB
Perpanjangan Izin Usaha Freeport Berpotensi Langgar UU
Perpanjangan Izin Usaha Freeport Berpotensi Langgar UU
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai, perpanjangan izin usaha PT Freeport Indonesia dengan diubahnya status kerja sama dari kontrak karya (KK) menjadi Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) berpotensi melanggar UU tentang Pertambangan.

Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhapi Budi Santoso menuturkan, dalam menawarkan status IUPK kepada pengusaha tambang sedianya ada tahapan yang harus dipenuhi pemerintah, seperti tercantum dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta PP No 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam aturan tersebut, IUPK sedianya diberikan terlebih dahulu kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan usaha swasta.

"Pemerintah seharusnya menawarkan dulu kepada BUMN. Apabila BUMN tidak mau, maka ditawarkan kepada BUMD. Jika BUMD pun tidak ada yang mau, maka ditawarkan kepada badan usaha swasta. Enggak bisa langsung diserahkan ke pihak swasta dalam hal ini Freeport," ucapnya saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (16/6/2015).

Selain itu, status IUPK hanya berlaku kesempatan 10 tahun untuk beroperasi dan bisa diperpanjang untuk 10 tahun berikutnya.‎ Dengan demikian, jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu mendapat perpanjangan tahun ini, maka bakal berlaku hingga 2025.

"Kalau diperpanjang dengan IUPK tidak boleh langsung 20 tahun. Hanya 10 tahun dan diperpanjang lagi 10 tahun," imbuh dia.

Menurutnya, pemerintah sedianya tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan memberikan hak kelola Freeport selama 20 tahun. (Baca: Freeport Diizinkan Keruk Tambang Papua hingga 20 Tahun).

Sekadar diketahui, Freeport saat awal beroperasi di Tanah Air mendapat KK pada 1967 hingga 1997 atau sekitar 30 tahun.‎ Kemudian kala itu, sekitar 1991 pemerintah memperpanjang kontraknya yang berlaku selama 20 tahun atau hingga 2021.

"Jadi sebelum diberikan ke Freeport pemerintah harus menyatakan tidak mampu dulu secara terbuka karena itu syarat bolehnya dikeluarkan IUPK," tandas Budi.

‎Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpanjang kelangsungan usaha PT Freeport Indonesia hingga 20 tahun, untuk mengeruk tambang tembaga di Papua. Perpanjangan itu diberikan setelah Freeport memperoleh IUPK.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan, perpanjangan kelanjutan usaha ini tidak melanggar ketentuan. Sebab, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) setuju untuk mengubah ‎hubungan kerja dari KK menjadi IUPK.

Dalam PP No 27/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan, ‎perpanjangan KK diajukan paling cepat dua tahun, atau paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir.

Mengacu pada aturan tersebut, Freeport seharusnya mengajukan perpanjangan paling cepat pada 2019 sebab kontraknya baru berakhir 2021.

"Kementerian ESDM mencari solusi agar kelanjutan operasi Freeport dapat segera diputuskan tanpa melanggar Peraturan yang ada. Setelah melakukan pertemuan dengan Presiden menyampaikan usulan agar hubungan kerja pemerintah dengan Freeport diubah dari sistem kontrak karya ke IUPK," jelasnya.

Status IUPK tersebut, sambung Dadan, membuat perusahaan tambang kelas kakap itu mendapat izin menggarap tambang hingga 20 tahun ke depan. Sayangnya, perpanjangan tersebut masih belum mendapat titik temu kapan akan dimulai.

"Dengan persetujuan Freeport ke IUPK, tahap berikutnya adalam melakukan finalisasi untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah," pungkasnya.

Baca juga:

Sudirman: Belum Ada Putusan Apapun soal Freeport

Pemerintah Harus Manfaatkan Peluang Status IUPK Freeport

DPR Nilai Status IUPK Freeport Banyak Kelemahan

(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6580 seconds (0.1#10.140)