Kalkulasi Peluang Investasi Saham
A
A
A
Survei Otoritas Jasa Keuangan tentang literasi keuangan menunjukkan masih sedikit masyarakat Indonesia yang sudah mengenal pasar modal.
Dari sedikit porsi ini pun masih sebagian besar yang belum berani berinvestasi di pasar saham. Alasan yang umum dikemukakan karena risiko. Faktanya, tidak ada investasi yang tidak berisiko. Umumnya, sebagian masyarakat yang sudah tahu industri pasar modal pun lebih mencemaskan faktor risiko sehingga takut berinvestasi di pasar saham.
Padahal, semua jenis investasi memiliki risiko. Bahkan, investasi langsung seperti membuka toko atau restoran, membangun pabrik, maupun investasi properti, tanpa kecuali punya risiko. Harus disadari benar bahwa pasar saham memang punya risiko tinggi, tetapi sebaliknya, menjanjikan keuntungan yang juga tinggi. Itu sebabnya disebut high risk high return. Artinya, risiko dan peluang keuntungan berbanding lurus.
Tetapi perlu diingat, risiko di pasar saham bukannya tidak bisa dikalkulasi, dengan demikian, dampaknya bisa diminimalisasi. Setiap perusahaan sekuritas tempat investor berinvestasi umumnya memiliki divisi riset yang bertugas memberi kajian dan informasi, yang dapat digunakan investor untuk meminimalkan risiko atas pilihan investasi saham yang diambil investor.
Satu nasihat standar dan terbukti paling manjur bagi yang berinvestasi di pasar saham adalah berorientasi jangka panjang. Jika mengandalkan hasil riset dan informasi secara cermat, investor sudah membuat langkah aman agar investasinya bisa menghasilkan return optimal. Mengapa investasi jangka panjang? Data historis Bursa Efek Indonesia bisa jadi acuan.
Berdasarkan hasil riset, sejak Bursa Efek Indonesia diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai dengan tahun 2013, indeks harga saham gabungan (IHSG) bertumbuh rata-rata 18,6%. Memang dalam beberapa tahun tertentu, IHSG bahkan bisa merosot hingga kisaran 50%, seperti terjadi tahun 1998 dan tahun 2008. Meski demikian, tahun-tahun berikutnya selalu diikuti dengan peningkatan yang luar biasa.
Tahun 2009 misalnya, IHSG naik melesat 87% karena kenaikan harga saham yang cukup tinggi. Dalam beberapa tahun tertentu IHSG bahkan bisa melesat di atas 30%. Itu sebabnya jika menggunakan rentang lebih pendek, bisa 5 atau 10 tahun, pertumbuhan IHSG bisa di atas 25%.
Volatilitas di pasar saham memang tinggi. Tetapi, banyak investor cerdas yang tetap bertahan. Ini artinya mereka berinvestasi secara cermat dalam jangka panjang. Fakta tentang lonjakan indeks walau kerap ada penurunan, membuktikan bahwa investor yang cermat, yang memilih bertahan di pasar saham, tetap meraih keuntungan. Itu sebabnya, saham tetap menjadi bagian yang menguntungkan untuk investasi jangka panjang.
Berbeda dengan tabungan perbankan, dengan tingkat imbal hasil yang rendah, dana milik nasabah bahkan bisa berkurang. Jika imbal hasil yang didapatkan lebih rendah dari tingkat inflasi yang berkisar 4–6% per tahun, maka nilai uang nasabah justru tergerus inflasi. Fakta membuktikan, di pasar modal, investasi jangka panjang secara historis memberikan keuntungan lebih besar, karenaturunnya harga-harga saham di pasar secara historis berlangsung relatif singkat.
Sementara, kenaikan harga-harga saham, biasanya diawali dengan lonjakan tajam dan berlangsung cukup lama. Pada sisi lain, krisis di pasar saham umumnya tidak berlangsung lama. Krisis selalu diiringi dengan upaya untuk memperbaiki keadaan karena tidak ada seorang pun yang ingin berlamalama berada dalam situasi krisis.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO dan Bursa Efek Indonesia
Dari sedikit porsi ini pun masih sebagian besar yang belum berani berinvestasi di pasar saham. Alasan yang umum dikemukakan karena risiko. Faktanya, tidak ada investasi yang tidak berisiko. Umumnya, sebagian masyarakat yang sudah tahu industri pasar modal pun lebih mencemaskan faktor risiko sehingga takut berinvestasi di pasar saham.
Padahal, semua jenis investasi memiliki risiko. Bahkan, investasi langsung seperti membuka toko atau restoran, membangun pabrik, maupun investasi properti, tanpa kecuali punya risiko. Harus disadari benar bahwa pasar saham memang punya risiko tinggi, tetapi sebaliknya, menjanjikan keuntungan yang juga tinggi. Itu sebabnya disebut high risk high return. Artinya, risiko dan peluang keuntungan berbanding lurus.
Tetapi perlu diingat, risiko di pasar saham bukannya tidak bisa dikalkulasi, dengan demikian, dampaknya bisa diminimalisasi. Setiap perusahaan sekuritas tempat investor berinvestasi umumnya memiliki divisi riset yang bertugas memberi kajian dan informasi, yang dapat digunakan investor untuk meminimalkan risiko atas pilihan investasi saham yang diambil investor.
Satu nasihat standar dan terbukti paling manjur bagi yang berinvestasi di pasar saham adalah berorientasi jangka panjang. Jika mengandalkan hasil riset dan informasi secara cermat, investor sudah membuat langkah aman agar investasinya bisa menghasilkan return optimal. Mengapa investasi jangka panjang? Data historis Bursa Efek Indonesia bisa jadi acuan.
Berdasarkan hasil riset, sejak Bursa Efek Indonesia diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai dengan tahun 2013, indeks harga saham gabungan (IHSG) bertumbuh rata-rata 18,6%. Memang dalam beberapa tahun tertentu, IHSG bahkan bisa merosot hingga kisaran 50%, seperti terjadi tahun 1998 dan tahun 2008. Meski demikian, tahun-tahun berikutnya selalu diikuti dengan peningkatan yang luar biasa.
Tahun 2009 misalnya, IHSG naik melesat 87% karena kenaikan harga saham yang cukup tinggi. Dalam beberapa tahun tertentu IHSG bahkan bisa melesat di atas 30%. Itu sebabnya jika menggunakan rentang lebih pendek, bisa 5 atau 10 tahun, pertumbuhan IHSG bisa di atas 25%.
Volatilitas di pasar saham memang tinggi. Tetapi, banyak investor cerdas yang tetap bertahan. Ini artinya mereka berinvestasi secara cermat dalam jangka panjang. Fakta tentang lonjakan indeks walau kerap ada penurunan, membuktikan bahwa investor yang cermat, yang memilih bertahan di pasar saham, tetap meraih keuntungan. Itu sebabnya, saham tetap menjadi bagian yang menguntungkan untuk investasi jangka panjang.
Berbeda dengan tabungan perbankan, dengan tingkat imbal hasil yang rendah, dana milik nasabah bahkan bisa berkurang. Jika imbal hasil yang didapatkan lebih rendah dari tingkat inflasi yang berkisar 4–6% per tahun, maka nilai uang nasabah justru tergerus inflasi. Fakta membuktikan, di pasar modal, investasi jangka panjang secara historis memberikan keuntungan lebih besar, karenaturunnya harga-harga saham di pasar secara historis berlangsung relatif singkat.
Sementara, kenaikan harga-harga saham, biasanya diawali dengan lonjakan tajam dan berlangsung cukup lama. Pada sisi lain, krisis di pasar saham umumnya tidak berlangsung lama. Krisis selalu diiringi dengan upaya untuk memperbaiki keadaan karena tidak ada seorang pun yang ingin berlamalama berada dalam situasi krisis.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO dan Bursa Efek Indonesia
(ftr)