Larangan Ekspor Bijih Mineral Harus Konsisten
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengabaikan desakan berbagai pihak yang menginginkan larangan ekspor bijih mineral kembali dibuka. Sebab, konsistensi pemerintah dalam kebijakan larangan ekspor bijih mineral yang disertai kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) merupakan kunci utama pembenahan sektor pertambangan mineral dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, adanya permintaan untuk membuka kembali keran ekspor bijih mineral akan melanggar regulasi dan bakal merusak iklim investasi pertambangan mineral yang sudah menunjukkan perbaikan signifikan sejak diimplementasikan kebijakan hilirisasi.
Menurut dia, melalui larangan ekspor bijih, eksploitasi mineral secara besar-besaran yang merusak lingkungan dapat terkontrol. Selain itu, beberapa perusahaan tambang mineral pun telah menunjukkan komitmennya untuk membangun smelter. ”Iklim investasi yang positif ini perlu didukung oleh sikap teguh pemerintah. Jangan pernah memberikan kesempatan lagi bijih mentah mineral diekspor ke luar negeri,” tegasnya di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, desakan membuka kembali ekspor datang dari kalangan pengusaha yang hanya menginginkan solusi jangka pendek. Marwan menegaskan, jika itu terjadi, keuntungan jangka pendek memang diperoleh, tetapi negara dalam jangka panjang akan dirugikan. ”Segala kerugian jangka pendek seharusnya sudah diprediksi pemerintah dan sekarang saatnya pemerintah konsisten dengan implementasi kebijakan hilirisasi,” ujar Marwan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono sebelumnya mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan relaksasi ekspor karena hal itu merupakan langkah mundur dari kebijakan larangan ekspor yang ditetapkan pada 12 Januari 2014.
Pemerintah akan memfasilitasi jalan keluar lain terkait kesulitan pendanaan yang dialami pengusaha mineral yang ingin membangun smelter , tetapi tidak dengan cara relaksasi ekspor. Berdasarkan hasil kajian Iress terhadap manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi mineral serta dampak yang ditimbulkan dari kebijakan larangan ekspor bijih mineral,
pemerintah dalam rentang waktu 2017-2023 diproyeksikan mengalami peningkatan perolehan nilai tambah mineral. Diperkirakan perolehan dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar USD18 miliar, tembaga sebesar USD13,2 miliar, dan nikel USD9 miliar.
Anton c
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, adanya permintaan untuk membuka kembali keran ekspor bijih mineral akan melanggar regulasi dan bakal merusak iklim investasi pertambangan mineral yang sudah menunjukkan perbaikan signifikan sejak diimplementasikan kebijakan hilirisasi.
Menurut dia, melalui larangan ekspor bijih, eksploitasi mineral secara besar-besaran yang merusak lingkungan dapat terkontrol. Selain itu, beberapa perusahaan tambang mineral pun telah menunjukkan komitmennya untuk membangun smelter. ”Iklim investasi yang positif ini perlu didukung oleh sikap teguh pemerintah. Jangan pernah memberikan kesempatan lagi bijih mentah mineral diekspor ke luar negeri,” tegasnya di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, desakan membuka kembali ekspor datang dari kalangan pengusaha yang hanya menginginkan solusi jangka pendek. Marwan menegaskan, jika itu terjadi, keuntungan jangka pendek memang diperoleh, tetapi negara dalam jangka panjang akan dirugikan. ”Segala kerugian jangka pendek seharusnya sudah diprediksi pemerintah dan sekarang saatnya pemerintah konsisten dengan implementasi kebijakan hilirisasi,” ujar Marwan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono sebelumnya mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan relaksasi ekspor karena hal itu merupakan langkah mundur dari kebijakan larangan ekspor yang ditetapkan pada 12 Januari 2014.
Pemerintah akan memfasilitasi jalan keluar lain terkait kesulitan pendanaan yang dialami pengusaha mineral yang ingin membangun smelter , tetapi tidak dengan cara relaksasi ekspor. Berdasarkan hasil kajian Iress terhadap manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi mineral serta dampak yang ditimbulkan dari kebijakan larangan ekspor bijih mineral,
pemerintah dalam rentang waktu 2017-2023 diproyeksikan mengalami peningkatan perolehan nilai tambah mineral. Diperkirakan perolehan dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar USD18 miliar, tembaga sebesar USD13,2 miliar, dan nikel USD9 miliar.
Anton c
(bbg)