Ekspor Tekstil Loyo meski USD Makin Perkasa
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Kadin dan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, ekspor tekstil tidak bergairah meski dolar Amerika Serikat (USD) semakin perkasa terhadap rupiah.
Pasalnya, Ade mengatakan, pasar luar negeri juga sedang mengalami pelemahan daya beli mengingat ekonomi global sedang dalam kondisi tidak bagus.
"Pelemahan itu (rupiah) seharusnya di industri tekstil, menggairahkan untuk ekspor. Karena kita posisinya dari total produksi itu 60% untuk tujuan ekspor. Tapi itu enggak terjadi. Karena pertama, pasar luar negeri sedang dalam kondisi lemah," kata Ade di Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Pelemahan ini, kata dia, ditandai dengan suku bunga yang cukup tinggi di AS sehingga USD banyak menumpuk di AS. Begitu juga dengan krisis di Eropa yang saat ini terjadi.
"Meski kita enggak jual ke Yunani, tapi itu pertanda bahwa di sana ada negara yang mirip dengan Yunani yang problemnya akan sama, itu Spanyol, Italia, Portugis. ini akan menekan depresi kita," ujarnya.
Ade juga beranggapan bahwa pelemahan mata uang ini bukan terhadap rupiah saja. Tapi juga yen terhadap USD turun hampir 40%. Dari 80 yen per USD menjadi 120 yen per USD.
"Tentu ini yang jadi berat, tekanan utang kita dalam bentuk USD. Selama kita lakukan ekspor, utang itu enggak akan jadi beban. Namun karena bahan bakunya impor dalam USD, dan kita jual dalam negeri hanya 40%, maka sekarang kita lebih banyak menggiring barang kita, sebisa mungkin, sebesarnya untuk diekspor kembali. Biar pendapatannya dari USD ke USD," pungkas dia.
Pasalnya, Ade mengatakan, pasar luar negeri juga sedang mengalami pelemahan daya beli mengingat ekonomi global sedang dalam kondisi tidak bagus.
"Pelemahan itu (rupiah) seharusnya di industri tekstil, menggairahkan untuk ekspor. Karena kita posisinya dari total produksi itu 60% untuk tujuan ekspor. Tapi itu enggak terjadi. Karena pertama, pasar luar negeri sedang dalam kondisi lemah," kata Ade di Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Pelemahan ini, kata dia, ditandai dengan suku bunga yang cukup tinggi di AS sehingga USD banyak menumpuk di AS. Begitu juga dengan krisis di Eropa yang saat ini terjadi.
"Meski kita enggak jual ke Yunani, tapi itu pertanda bahwa di sana ada negara yang mirip dengan Yunani yang problemnya akan sama, itu Spanyol, Italia, Portugis. ini akan menekan depresi kita," ujarnya.
Ade juga beranggapan bahwa pelemahan mata uang ini bukan terhadap rupiah saja. Tapi juga yen terhadap USD turun hampir 40%. Dari 80 yen per USD menjadi 120 yen per USD.
"Tentu ini yang jadi berat, tekanan utang kita dalam bentuk USD. Selama kita lakukan ekspor, utang itu enggak akan jadi beban. Namun karena bahan bakunya impor dalam USD, dan kita jual dalam negeri hanya 40%, maka sekarang kita lebih banyak menggiring barang kita, sebisa mungkin, sebesarnya untuk diekspor kembali. Biar pendapatannya dari USD ke USD," pungkas dia.
(izz)