Menkeu Prioritaskan Stabilitas Dibanding Pertumbuhan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan memprioritaskan stabilitas ekonomi dibanding pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kasus krisis ekonomi 1997 terulang kembali. Sebab, krisis ekonomi 1997 terjadi lantaran pemerintah hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonomi, namun mengenyampingkan stabilitas ekonomi.
"Bedanya dengan 1997 jelas, sekarang ini yang kita jaga stabilitas sambil upaya mendorong pertumbuhan. Karena 1997 yang terjadi, pertumbuhan luar biasa tapi stabilitas tidak. Jadinya kolaps," ujarnya di gedung BI, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Sebab itu, pemerintah memutuskan untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil tetap meningkatkan pertumbuhan, dengan cara mendorong investasi masuk ke Indonesia. Khususnya, investasi dari belanja pemerintah.
"Belanja modal memang masih 15%, tapi dengan pola berulang, belanja modal akan naik pesat di semester II. Belanja modal akan 80%-85%. Berarti ada kenaikan 70%, ini yang kita harapkan pertumbuhan di semester II akan lebih baik," tegas dia.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengaku sepakat dengan langkah pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, sambil memacu pertumbuhan. Sebab, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable), terlebih dahulu perlu menjaga stabilitas ekonomi makro.
"Kita tidak ingin mengejar pertumbuhan ekonomi berlebihan, tapi ada gejolak di ekonomi makro. Sekarang ini inflasi terjaga, neraca perdagangan terjaga, dengan konsentrasi ke semester II akan ada dampak ke pertumbuhan ekonomi yang lebih sustain," jelasnya.
Agus menyebutkan, saat ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih dalam keadaan baik, ditandai dengan inflasi Juli yang hanya sekitar 0,93%, defisit transaksi berjalan yang diperkirakan hanya 2,3% dari GDP, serta neraca pembayaran dan perdagangan yang surplus pada periode Juni-Juli 2015.
"Kita harapkan ke depan inflasi akan rendah dan stabil. Transaksi berjalan yang sebelumnya kondisi cukup tinggi, sekarang kita perkirakan ada di 2,3% dari GDP," tandas dia.
Baca juga:
Menkeu: Rupiah Ambruk Urusan BI
Ekonomi Goyah, Pemerintah-BI Koordinasi via Whatsapp
BI Akui Ekonomi RI Diterpa Tantangan Kompleks
Indonesia Tidak Punya Lagi Penopang Ekonomi Kuat
Hal ini dilakukan untuk mencegah kasus krisis ekonomi 1997 terulang kembali. Sebab, krisis ekonomi 1997 terjadi lantaran pemerintah hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonomi, namun mengenyampingkan stabilitas ekonomi.
"Bedanya dengan 1997 jelas, sekarang ini yang kita jaga stabilitas sambil upaya mendorong pertumbuhan. Karena 1997 yang terjadi, pertumbuhan luar biasa tapi stabilitas tidak. Jadinya kolaps," ujarnya di gedung BI, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Sebab itu, pemerintah memutuskan untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil tetap meningkatkan pertumbuhan, dengan cara mendorong investasi masuk ke Indonesia. Khususnya, investasi dari belanja pemerintah.
"Belanja modal memang masih 15%, tapi dengan pola berulang, belanja modal akan naik pesat di semester II. Belanja modal akan 80%-85%. Berarti ada kenaikan 70%, ini yang kita harapkan pertumbuhan di semester II akan lebih baik," tegas dia.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengaku sepakat dengan langkah pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, sambil memacu pertumbuhan. Sebab, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable), terlebih dahulu perlu menjaga stabilitas ekonomi makro.
"Kita tidak ingin mengejar pertumbuhan ekonomi berlebihan, tapi ada gejolak di ekonomi makro. Sekarang ini inflasi terjaga, neraca perdagangan terjaga, dengan konsentrasi ke semester II akan ada dampak ke pertumbuhan ekonomi yang lebih sustain," jelasnya.
Agus menyebutkan, saat ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih dalam keadaan baik, ditandai dengan inflasi Juli yang hanya sekitar 0,93%, defisit transaksi berjalan yang diperkirakan hanya 2,3% dari GDP, serta neraca pembayaran dan perdagangan yang surplus pada periode Juni-Juli 2015.
"Kita harapkan ke depan inflasi akan rendah dan stabil. Transaksi berjalan yang sebelumnya kondisi cukup tinggi, sekarang kita perkirakan ada di 2,3% dari GDP," tandas dia.
Baca juga:
Menkeu: Rupiah Ambruk Urusan BI
Ekonomi Goyah, Pemerintah-BI Koordinasi via Whatsapp
BI Akui Ekonomi RI Diterpa Tantangan Kompleks
Indonesia Tidak Punya Lagi Penopang Ekonomi Kuat
(izz)