Tren Penjualan Rumah Turun
A
A
A
Penjualan pasar perumahan di Jabodebek-Banten pada triwulan II/2015 per akhir Juni 2015 ditutup mengalami penurunan sebesar -21,8% (qtq).
Penurunan terjadi di semua segmen penjualan rumah dengan nilai penjualan diperkirakan sebesar Rp2,15 triliun. Pertumbuhan positif yang terjadi pada triwulan I/2015 ternyata tidak berlanjut pada triwulan II/2015.
Analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch memperlihatkan bahwa meskipun terjadi penurunan penjualan, diperkirakan hal ini lebih merupakan dampak musiman yang terjadi relatif hampir setiap tahun, khususnya bulan-bulan menjelang Idul Fitri.
Di triwulan II tahun ini, selain hajatan Idul Fitri, juga bertepatan dengan musim liburan anak sekolah, termasuk persiapan kenaikan kelas yang sedikit banyak sangat berpengaruh pada penjualan pasar perumahan di segmen bawah.
Hal ini juga tergambar dari riset yang dilakukan yang memperlihatkan penurunan penjualan di segmen bawah merupakan penurunan terbesar di antara segmen lainnya, yaitu sebesar -26,9% dibandingkan dengan segmen besar - 24,7% dan segmen menengah yang hanya menurun -16,8%.
Meskipun secara umum pasar perumahan masih mengalami kontraksi pada tahun 2015, Indonesia Property Watch melihat hal ini masih dalam batas wajar dan diperkirakan pasar perumahan akan segera memasuki fase baru pada akhir 2015 atau pada awal 2016.
Siklus perlambatan yang ada saat ini merupakan siklus alamiah yang harus dicermati oleh para pengembang untuk melakukan konsolidasi internal terkait pasar sasaran yang ada. Itu karena selama 3 tahun terakhir seakan-akan pengembang melupakan pasar yang gemuk itu di segmen menengah bawah dan terlalu asyik bermain di segmen menengah atas.
Meskipun terjadi penurunan penjualan, bila dilihat dari komposisi unit terjual selama periode II/2105, maka segmen menengah sampai bawah memperlihatkan komposisi terbesar masing-masing 25,8% dan 68,5% dan hanya 5,7% saat ini penjualan berasal dari segmen besar.
Dengan adanya pelonggaran LTV pada bulan Juli 2015 ini, maka diperkirakan sedikit banyak akan berdampak pada penjualan rumah di segmen menengah. Meskipun LTV akan memengaruhi pasar investor di menengah atas, dengan kondisi harga pasar yang sudah terlalu tinggi di segmen ini, maka dampaknya tidak terlalu berasa.
Pasar menengah akan kembali menjadi primadona dan para pengembang diharapkan dapat melakukan strategi “membumi” dan tidak selalu membuat strategi “langit” dengan membuat produk sesuai pasar yang ada. Sejak program sejuta rumah resmi diluncurkan pada April 2015, hingga kini BTN telah merealisasikan pemberian KPR bagi 50.000 unit yang berarti rata-rata 10.000 unit lebih per bulan dibandingkan sebelumnya berkisar antara 6.000-7.000- an unit.
Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah karena permintaan terus meningkat, namun jangan sampai terhenti karena pembiayaan yang tidak memadai. Seperti diketahui, dana untuk FLPP saat ini sebesar Rp5,1 triliun yang hanya dapat membiayai 60.000 unit rumah dari target 1 juta unit rumah. Porsi pembiayaan ini harus segera dicarikan jalan keluar.
Kementerian PU-Pera tidak dapat berjalan sendiri untuk menyukseskan program ini dan sangat perlu menggandeng sumber-sumber dana jangka panjang, seperti BPJS, termasuk pemberdayaan SMF yang lebih maksimal. Selain pembiayaan, masalah tanah menjadi faktor krusial yang harus segera dipikirkan dibentuknya lembaga bank tanah untuk dapat mengendalikan harga tanah.
Dengan begitu, harga rumah FLPP tidak harus setiap tahun naik akibat mekanisme pasar yang terjadi. Dengan adanya bank tanah akan dapat dijamin sustainabilitas program yang ada. Itu karena harga tanah relatif dapat dikendalikan langsung oleh pemerintah untuk tanahtanah yang akan dikembangkan menjadi rumah murah.
Karena itu, tidak terjadi seperti sekarang harga rumah FLPP pun setiap tahun ikut naik mengikuti mekanisme pasar yang ada. Proteksi pemerintah untuk masalah tanah harus menjadi tanggung jawab pemerintah.
Beberapa hal yang juga menjadi penting ketika sebuah wilayah secara tata ruang harus ditetapkan di mana saja yang dapat dibangun rumah murah sehingga akan menjamin kepastian hukum bagi para pengembang dan pemerintah. Jangan sampai tata ruang berubah menjadi tata uang.
Indonesia Property Watch mengapresiasi langkah Kementerian PUPera saat ini yang lebih maju dibandingkan periode terdahulu. Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi, Indonesia Property Watch menilai bahwa kementerian yang ada telah mendengar banyak pihak dan menggandeng banyak pihak untuk kepentingan nasional. Namun, jalan masih panjang.
Semoga Program Sejuta Rumah dapat lebih realistis dan tidak sebatas jargon dan mimpi. Karenanya, Indonesia Property Watch akan senantiasa terus memberikan kritik membangun kepada pemerintah.
Ali Tranghanda
Direktur Indonesia Property Watch (IPW)
Penurunan terjadi di semua segmen penjualan rumah dengan nilai penjualan diperkirakan sebesar Rp2,15 triliun. Pertumbuhan positif yang terjadi pada triwulan I/2015 ternyata tidak berlanjut pada triwulan II/2015.
Analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch memperlihatkan bahwa meskipun terjadi penurunan penjualan, diperkirakan hal ini lebih merupakan dampak musiman yang terjadi relatif hampir setiap tahun, khususnya bulan-bulan menjelang Idul Fitri.
Di triwulan II tahun ini, selain hajatan Idul Fitri, juga bertepatan dengan musim liburan anak sekolah, termasuk persiapan kenaikan kelas yang sedikit banyak sangat berpengaruh pada penjualan pasar perumahan di segmen bawah.
Hal ini juga tergambar dari riset yang dilakukan yang memperlihatkan penurunan penjualan di segmen bawah merupakan penurunan terbesar di antara segmen lainnya, yaitu sebesar -26,9% dibandingkan dengan segmen besar - 24,7% dan segmen menengah yang hanya menurun -16,8%.
Meskipun secara umum pasar perumahan masih mengalami kontraksi pada tahun 2015, Indonesia Property Watch melihat hal ini masih dalam batas wajar dan diperkirakan pasar perumahan akan segera memasuki fase baru pada akhir 2015 atau pada awal 2016.
Siklus perlambatan yang ada saat ini merupakan siklus alamiah yang harus dicermati oleh para pengembang untuk melakukan konsolidasi internal terkait pasar sasaran yang ada. Itu karena selama 3 tahun terakhir seakan-akan pengembang melupakan pasar yang gemuk itu di segmen menengah bawah dan terlalu asyik bermain di segmen menengah atas.
Meskipun terjadi penurunan penjualan, bila dilihat dari komposisi unit terjual selama periode II/2105, maka segmen menengah sampai bawah memperlihatkan komposisi terbesar masing-masing 25,8% dan 68,5% dan hanya 5,7% saat ini penjualan berasal dari segmen besar.
Dengan adanya pelonggaran LTV pada bulan Juli 2015 ini, maka diperkirakan sedikit banyak akan berdampak pada penjualan rumah di segmen menengah. Meskipun LTV akan memengaruhi pasar investor di menengah atas, dengan kondisi harga pasar yang sudah terlalu tinggi di segmen ini, maka dampaknya tidak terlalu berasa.
Pasar menengah akan kembali menjadi primadona dan para pengembang diharapkan dapat melakukan strategi “membumi” dan tidak selalu membuat strategi “langit” dengan membuat produk sesuai pasar yang ada. Sejak program sejuta rumah resmi diluncurkan pada April 2015, hingga kini BTN telah merealisasikan pemberian KPR bagi 50.000 unit yang berarti rata-rata 10.000 unit lebih per bulan dibandingkan sebelumnya berkisar antara 6.000-7.000- an unit.
Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah karena permintaan terus meningkat, namun jangan sampai terhenti karena pembiayaan yang tidak memadai. Seperti diketahui, dana untuk FLPP saat ini sebesar Rp5,1 triliun yang hanya dapat membiayai 60.000 unit rumah dari target 1 juta unit rumah. Porsi pembiayaan ini harus segera dicarikan jalan keluar.
Kementerian PU-Pera tidak dapat berjalan sendiri untuk menyukseskan program ini dan sangat perlu menggandeng sumber-sumber dana jangka panjang, seperti BPJS, termasuk pemberdayaan SMF yang lebih maksimal. Selain pembiayaan, masalah tanah menjadi faktor krusial yang harus segera dipikirkan dibentuknya lembaga bank tanah untuk dapat mengendalikan harga tanah.
Dengan begitu, harga rumah FLPP tidak harus setiap tahun naik akibat mekanisme pasar yang terjadi. Dengan adanya bank tanah akan dapat dijamin sustainabilitas program yang ada. Itu karena harga tanah relatif dapat dikendalikan langsung oleh pemerintah untuk tanahtanah yang akan dikembangkan menjadi rumah murah.
Karena itu, tidak terjadi seperti sekarang harga rumah FLPP pun setiap tahun ikut naik mengikuti mekanisme pasar yang ada. Proteksi pemerintah untuk masalah tanah harus menjadi tanggung jawab pemerintah.
Beberapa hal yang juga menjadi penting ketika sebuah wilayah secara tata ruang harus ditetapkan di mana saja yang dapat dibangun rumah murah sehingga akan menjamin kepastian hukum bagi para pengembang dan pemerintah. Jangan sampai tata ruang berubah menjadi tata uang.
Indonesia Property Watch mengapresiasi langkah Kementerian PUPera saat ini yang lebih maju dibandingkan periode terdahulu. Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi, Indonesia Property Watch menilai bahwa kementerian yang ada telah mendengar banyak pihak dan menggandeng banyak pihak untuk kepentingan nasional. Namun, jalan masih panjang.
Semoga Program Sejuta Rumah dapat lebih realistis dan tidak sebatas jargon dan mimpi. Karenanya, Indonesia Property Watch akan senantiasa terus memberikan kritik membangun kepada pemerintah.
Ali Tranghanda
Direktur Indonesia Property Watch (IPW)
(bbg)