Target Pajak Diprediksi Meleset
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melansir realisasi penerimaan pajak per 31 Juli 2015 baru mencapai 41,04% atau Rp531,11 triliun dari target APBN-P 2015 sebesar Rp1.294,26 triliun.
Capaian tersebut diprediksi membuat target pajak tahun ini sulit tercapai. Apalagi melihat sisa waktu yang hanya tersisa empat bulan dan kinerja perekonomian yang masih melambat.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dalam waktu yang tinggal tersisa hanya beberapa bulan lagi sulit bagi Ditjen Pajak untuk mencapai target yang dicanangkan. Dia memprediksi shortfall atau kekurangan pajak yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp120 triliun kemungkinan meleset.
Yustinus berujar, apabila berkaca pada realisasi penerimaan pajak pada 2014 sebesar 92% dengan rincian semester I sebesar 45% dan naik 2% pada semester II menjadi 47%, realisasi penerimaan pajak pada akhir tahun diprediksi hanya mencapai 80%. ”Itu pun sudah optimistis. Kalau melihat realisasi hingga Juni 2015 sebesar 35%, lalu Juli 40%, lalu tersisa empat bulan lagi, agak berat untuk mencapai seperti tahun lalu 92%. (Realisasi) 80% saja sudah bagus dengan shortfall Rp250 triliun,” ungkapnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Yustinus merujuk pada ekonomi kuartal II/2015 yang hanya tumbuh 4,67% akan berdampak terhadap penerimaan pajak. Menurut dia, salah satu dari beberapa dampak dari melambatnya laju ekonomi adalah menurunnya impor. ”PPh dan PPN impor pun turun,” kata dia. Menurut Yustinus, tidak ada pilihan instrumen kebijakan lain bagi pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan pajak tahun ini selain mengoptimalkan reinventing policy atau penghapusan denda bunga pokok pajak.
Dia menyarankan pemerintah fokus melakukan reformasi pajak secara struktural pada 2016. ”Kebijakan pajak harus lebih visioner arahnya. Kalau mau keadilan sosial, arahnya ke sektor-sektor potensial, bukan kelas menengah ke bawah, perbaikan administrasi dan IT, perbaikan koordinasi kelembagaan karena dukungan terhadap Ditjen Pajak dari lembaga-lembaga lain masih rendah dalam mengumpulkan pajak,” terangnya.
Kendati demikian, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengaku masih optimistis potensi shortfall pajak tahun ini tidak melebihi Rp120 triliun. Meskipun pada semester I/2015 penerimaan pajak masih rendah, Bambang yakin penerimaan pajak pada semester II akan lebih tinggi.
”Memang kebanyakan menumpuk di akhir tahun. Sama (polanya) seperti belanja,” ujar Bambang di Jakarta akhir pekan lalu. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu juga menambahkan, reinventing policy yang digulirkan Ditjen Pajak beberapa waktu lalu juga akan mendongkrak penerimaan pajak pada semester II.
Rahmat fiansyah
Capaian tersebut diprediksi membuat target pajak tahun ini sulit tercapai. Apalagi melihat sisa waktu yang hanya tersisa empat bulan dan kinerja perekonomian yang masih melambat.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dalam waktu yang tinggal tersisa hanya beberapa bulan lagi sulit bagi Ditjen Pajak untuk mencapai target yang dicanangkan. Dia memprediksi shortfall atau kekurangan pajak yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp120 triliun kemungkinan meleset.
Yustinus berujar, apabila berkaca pada realisasi penerimaan pajak pada 2014 sebesar 92% dengan rincian semester I sebesar 45% dan naik 2% pada semester II menjadi 47%, realisasi penerimaan pajak pada akhir tahun diprediksi hanya mencapai 80%. ”Itu pun sudah optimistis. Kalau melihat realisasi hingga Juni 2015 sebesar 35%, lalu Juli 40%, lalu tersisa empat bulan lagi, agak berat untuk mencapai seperti tahun lalu 92%. (Realisasi) 80% saja sudah bagus dengan shortfall Rp250 triliun,” ungkapnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Yustinus merujuk pada ekonomi kuartal II/2015 yang hanya tumbuh 4,67% akan berdampak terhadap penerimaan pajak. Menurut dia, salah satu dari beberapa dampak dari melambatnya laju ekonomi adalah menurunnya impor. ”PPh dan PPN impor pun turun,” kata dia. Menurut Yustinus, tidak ada pilihan instrumen kebijakan lain bagi pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan pajak tahun ini selain mengoptimalkan reinventing policy atau penghapusan denda bunga pokok pajak.
Dia menyarankan pemerintah fokus melakukan reformasi pajak secara struktural pada 2016. ”Kebijakan pajak harus lebih visioner arahnya. Kalau mau keadilan sosial, arahnya ke sektor-sektor potensial, bukan kelas menengah ke bawah, perbaikan administrasi dan IT, perbaikan koordinasi kelembagaan karena dukungan terhadap Ditjen Pajak dari lembaga-lembaga lain masih rendah dalam mengumpulkan pajak,” terangnya.
Kendati demikian, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengaku masih optimistis potensi shortfall pajak tahun ini tidak melebihi Rp120 triliun. Meskipun pada semester I/2015 penerimaan pajak masih rendah, Bambang yakin penerimaan pajak pada semester II akan lebih tinggi.
”Memang kebanyakan menumpuk di akhir tahun. Sama (polanya) seperti belanja,” ujar Bambang di Jakarta akhir pekan lalu. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu juga menambahkan, reinventing policy yang digulirkan Ditjen Pajak beberapa waktu lalu juga akan mendongkrak penerimaan pajak pada semester II.
Rahmat fiansyah
(ars)