Susi: Aneh jika Garam Industri Tak Bisa Dimakan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai aneh atas pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel yang mengatakan bahwa garam industri tidak bisa dimakan. Sebab, semua jenis garam layak dikonsumsi.
"Garam industri sama garam rumahan dan aneka pangan itu semua bisa dimakan. Kalau ada yang bilang garam industri itu enggak bisa dimakan saya agak aneh. Karena semua garam bisa dimakan," katanya di gedung KKP, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Dia menjelaskan, yang membedakan antara garam industri dan garam rumahan hanya pada kualitasnya. Garam industri memiliki kualitas yang bagus dan sangat bersih, dengan NaCl di atas 96 dan magnesium yang lebih rendah.
"Garam industri itu kualitasnya bagus, sangat bersih, NaCl di atas 96, magnesium rendah, warna lebih rendah, kadar air lebih rendah. Itulah garam yang dibutuhkan industri kimia Indonesia," terang dia.
Menurut Susi, garam jenis tersebut yang saat ini belum bisa diproduksi petani garam lokal. Produksi garamnya bisa, hanya saja petani lokal belum bisa memenuhi standar yang diperuntukkan bagi garam industri.
"Industri itu hanya butuh 1,1 juta ton, jadi tidak perlu impor sampai 2,2 juta. Permasalahannya di sini impornya terlalu berlebihan," jelas Susi.
Terlebih, sambung dia, impor garam dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) kala masuk masa panen. "Padahal dalam Permendag dikatakan tidak boleh garam impor masuk satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen," kata dia.
Sebelumnya, Rachmat Gobel mengaku tak khawatir dengan rembesan impor garam industri yang takut mengganggu petani garam lokal. Karena, garam industri yang diimpor tersebut beda spesifikasi dengan garam yang diproduksi di dalam negeri dan tidak bisa dimakan.
Mendag juga akan bicara dengan Susi Pudjiastuti soal izin impor garam yang dibuka. "Nanti saya bicara sama dia ya (Susi). Persoalan di bumi kita ini, impor garam industri sama garam konsumsi itu satu pos tarif. Itu sedang kita pelajari yang dimaksud Ibu Susi itu apa. Garam industri kan tidak dibuat di dalam negeri. Spec-nya kan beda," kata Rachmat di kompleks Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat ini, kata Mendag, memang kebutuhan garam di dalam negeri besar, terutama garam industri untuk pembuatan beberapa alat industri. Sedangkan garam industri masih impor.
"Lho kalau industrinya besar, kebutuhannya kan juga besar. Garam industri tidak bisa dipakai untuk konsumsi, beda. Sedangkan garam industri kita perlu impor. Berdasarkan industri, banyak kebutuhan, Menperin kan bilang industri kaca pakai garam, bor laut pakai garam, obat juga pakai garam," katanya.
Mendag mengaku dengan adanya kondisi ini tidak akan megganggu industri garam nasional karena spec-nya berbeda. "Spec-nya beda. Memang sudah bisa diproduksi di dalam negeri? Kan belum. Yang jelas kalau ada produksi dalam negeri ya kita dorong pakai produksi dalam negeri," pungkas Rachmat Gobel.
Baca juga:
Soal Garam, Mendag Akan Temui Menteri Susi
"Garam industri sama garam rumahan dan aneka pangan itu semua bisa dimakan. Kalau ada yang bilang garam industri itu enggak bisa dimakan saya agak aneh. Karena semua garam bisa dimakan," katanya di gedung KKP, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Dia menjelaskan, yang membedakan antara garam industri dan garam rumahan hanya pada kualitasnya. Garam industri memiliki kualitas yang bagus dan sangat bersih, dengan NaCl di atas 96 dan magnesium yang lebih rendah.
"Garam industri itu kualitasnya bagus, sangat bersih, NaCl di atas 96, magnesium rendah, warna lebih rendah, kadar air lebih rendah. Itulah garam yang dibutuhkan industri kimia Indonesia," terang dia.
Menurut Susi, garam jenis tersebut yang saat ini belum bisa diproduksi petani garam lokal. Produksi garamnya bisa, hanya saja petani lokal belum bisa memenuhi standar yang diperuntukkan bagi garam industri.
"Industri itu hanya butuh 1,1 juta ton, jadi tidak perlu impor sampai 2,2 juta. Permasalahannya di sini impornya terlalu berlebihan," jelas Susi.
Terlebih, sambung dia, impor garam dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) kala masuk masa panen. "Padahal dalam Permendag dikatakan tidak boleh garam impor masuk satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen," kata dia.
Sebelumnya, Rachmat Gobel mengaku tak khawatir dengan rembesan impor garam industri yang takut mengganggu petani garam lokal. Karena, garam industri yang diimpor tersebut beda spesifikasi dengan garam yang diproduksi di dalam negeri dan tidak bisa dimakan.
Mendag juga akan bicara dengan Susi Pudjiastuti soal izin impor garam yang dibuka. "Nanti saya bicara sama dia ya (Susi). Persoalan di bumi kita ini, impor garam industri sama garam konsumsi itu satu pos tarif. Itu sedang kita pelajari yang dimaksud Ibu Susi itu apa. Garam industri kan tidak dibuat di dalam negeri. Spec-nya kan beda," kata Rachmat di kompleks Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat ini, kata Mendag, memang kebutuhan garam di dalam negeri besar, terutama garam industri untuk pembuatan beberapa alat industri. Sedangkan garam industri masih impor.
"Lho kalau industrinya besar, kebutuhannya kan juga besar. Garam industri tidak bisa dipakai untuk konsumsi, beda. Sedangkan garam industri kita perlu impor. Berdasarkan industri, banyak kebutuhan, Menperin kan bilang industri kaca pakai garam, bor laut pakai garam, obat juga pakai garam," katanya.
Mendag mengaku dengan adanya kondisi ini tidak akan megganggu industri garam nasional karena spec-nya berbeda. "Spec-nya beda. Memang sudah bisa diproduksi di dalam negeri? Kan belum. Yang jelas kalau ada produksi dalam negeri ya kita dorong pakai produksi dalam negeri," pungkas Rachmat Gobel.
Baca juga:
Soal Garam, Mendag Akan Temui Menteri Susi
(izz)