Fluktuasi Rupiah Berlanjut di Kuartal III

Sabtu, 22 Agustus 2015 - 06:22 WIB
Fluktuasi Rupiah Berlanjut di Kuartal III
Fluktuasi Rupiah Berlanjut di Kuartal III
A A A
FLUKTUASI nilai tukar rupiah masih akan terus berlanjut sepanjang kuartal III 2015. Kebijakan moneter disebut sebagai satu satu solusi jangka pendek yang dapat membangun optimisme investor.

Pengamat ekonomi dari INDEF, Eko Listianto mengatakan, harapan terbaik dari dalam negeri ialah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk merespon dalam waktu dekat. Hal ini lebih realistis dibandingkan berharap pada kinerja belanja modal yang dijanjikan pemerintahan Jokowi-JK.

"Strategi efektif saat ini ialah kebijakan moneter BI yang bisa diandalkan. Karena isu-isu penyebab fluktuasi nilai tukar banyak yang sifatnya jangka pendek. Kita butuh sentimen positif secepatnya yang menarik kepercayaan investor," ujar Eko, Jumat (21/8/2015).

Dia mengatakan posisi Indonesia saat ini sangat berat karena lemah di berbagai lini ekonomi. Hal ini membuat perekonomian nasional sangat sensitif terhadap pergerakan ekonomi global. Bahkan, fluktuasi nilai tukar diperkirakan masih akan terus terjadi hingga pertengahan September, di mana The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga atau Fed Fund Rate.

Namun, devaluasi kurs yuan oleh China telah membuat peta skenario ekonom dunia menjadi berubah. Namun, kalaupun ditunda kenaikan Fed Fund Rate juga akan berat pada ekonomi AS. "Defisit neraca perdagangan membuktikan permintaan valas kita lebih banyak daripada suplai. Sehingga isu-isu asing gampang menggoyang. Kalau negara lain yang surplus neraca perdagangannya meskipun ikut lemah namun sedikit. Tidak seperti kita yang langsung menghantam berbagai sektor," katanya.

Dia menekankan upaya pemerintah saat ini sangat berat karena cadangan devisa (cadev) yang terbatas untuk melakukan intervensi. Idealnya ialah pemerintah membangun persepsi positif dan capaian investasi BKPM harus lebih dari target. Belanja modal juga ditunggu sebagai indikator yang menguatkan pelaku ekonomi sehingga optimistis.

"Tapi ini sangat butuh optimisme yang susah didapatkan sekarang karena investor sulit percaya. Data ekonomi kuartalan kita yang lemah jadi mempersulit posisi kita," ujarnya.

Dia memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap USD tidak akan kembali ke posisi Rp13.000. Fluktuasi kurs diperkirakan dapat mencapai Rp15.000 hingga September nanti. Namun, hitungan ekonomi dari nilai tukar rupiah di level Rp14.250 di pertengahan September, lalu berakhir di Rp14.150 pada akhir kuartal III. Sehingga rata-rata pergerakan rupiah sepanjang kuartal III di level Rp13.730. "Meskipun Fed Fund Rate naik dan rupiah turun namun nilai depresiasinya akan cukup berat," tandas Eko.

BI mengatakan akan terus menjaga fundamental ekonomi di saat rupiah mengalami pelemahan. Mereka juga akan selalu hadir di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. "BI kebijakannya kembali lagi, bawa rupiah ke fundamental. Tidak biarkan terlalu melemah dan akan dijaga ke fundamental," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara.

Dia menyebutkan, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi untuk menjaga nilai tukar rupiah. "BI terus menerus ikuti ada di pasar dan ada intervensi ketika diperlukan. Saya tidak bisa katakan intervensi kapan dilakukan, jam berapa atau berapa besarnya," ujarnya.

Menurut Tirta, Indonesia tidak perlu mengikuti langkah negara lain yang melemahkan mata uangnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. "Kita jangan melihat satu arah, rupiah dibandingkan dolar (USD). Harus dibandingkan dengan valuta lainnya. Semua valuta lainnya melemah. Bahkan, negara tertentu melemahkan mata uangnya supaya kompetitif, seperti Malaysia melemah," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menilai, meskipun rupiah terpuruk kondisi industri perbankan masih relatif baik. Menurutnya, BI juga sudah melakukan sejumlah stress test perbankan. "Stress test kalau kita lihat SSK (stabilitas sistem keuangan) kondisinya memang baik," ucapnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, dari risiko pasar BI melihat beberapa surat-surat berharga yang dipegang bank akan terpengaruh oleh penguatan dolar AS. "Itu dilihat seberapa jauh surat-surat berharga bank berpengaruh, itu dilihat dari yield. Sekarang ini surat berharga yang di-trading kondisinya masih oke dan tidak terlalu besar, dari risiko pasar belum terlihat membuat kita lebih alert," terangnya.

Kepala Riset PT MNC Securities, Edwin Sebayang mengungkapkan, ada empat hal yang membuat rupiah semakin tersakiti menguatnya dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir pekan ini. Pertama, buruknya data ekonomi yang dirilis China, sehingga dikhawatirkan perekonomian dunia menjadi makin melambat. "Negara China ini nomor dua perekonomian terbesar di dunia, data manufaktur jelek hari ini," ujarnya.

Kedua, perkiraan akan naiknya suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang dilakukan pada awal September mendatang. Ketiga, perkiraan masih akan buruknya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III. PDB diyakini tidak lebih baik dari kuartal II lalu. "Keempat, aksi dorong jualan besar, jual rupiah beli USD. Kita lihat hampir sentuh Rp15.000/USD," jelas Edwin.

Selain itu, harga bahan komoditas membuat likuiditas di market jadi semakin kecil, sehingga banyak yang memburu mata uang negara Paman Sam tersebut. "Harga bahan komoditas buat likuiditas di market kecil, makanya memburu banyak USD padahal suplai terbatas," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7898 seconds (0.1#10.140)