Utang Menumpuk, AS Diramal Akan Bangkrut seperti Yunani
A
A
A
JAKARTA - Pengamat valuta asing (valas) Nico Omer menilai, Amerika Serikat (AS) perlahan akan bangkrut seperti Yunani mengingat utang Negeri Paman Sam tersebut mencapai triliunan dolar Amerika Serikat (USD), dan termasuk negara dengan utang paling tinggi di dunia.
Menurutnya, saat ini utang AS mencapai USD18,2 triliun dan itu belum termasuk tanggungan pemerintah kepada masyarakat berupa tunjangan kesehatan dan tunjangan pensiun (unfunded liabilities).
"Kalau kita jumlahkan semuanya, utang AS sebetulnya sudah lebih dari USD100 triliun. Mereka tidak mungkin bayar kembali, kalau kita melihat per kapita utangnya per orang di AS bahkan lebih tinggi dari Yunani," katanya di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Nico menilai, Indonesia atau negara berkembang lainnya tidak harus memandang AS sebagai negara adidaya yang menakutkan. Sebab, kemajuan yang dirasakannya berasal dari tumpukan utang.
"Saya pikir kita tidak usah membanggakan atau menakutkan AS sebagai negara adidaya. Karena mereka bukan maju dalam apa, tapi maju dalam penumpukan utang. Itu sebenarnya bukan suatu kebanggaan," tutur dia.
Menurutnya, Indonesia secara makro ekonomi jauh lebih sehat ketimbang AS. Hal ini terlihat dari rasio utang terhadap GDP, tingkat pertumbuhan, tingkat pertumbuhan GDP per kapita, inflasi, hingga suku bunga yang lebih baik di Tanah Air dibanding AS.
Kondisi ini, lanjut Nico, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan akan menguntungkan Indonesia. Sebab, investor akan berbondong-bondong menanamkan modalnya ke Indonesia, dibanding ke negara maju seperti AS yang terlilit utang puluhan triliun.
"Saya pikir kita dalam posisi yang jauh lebih bagus ketimbang AS. So 5-10 tahun ke depannya saya yakin investor asing justru akan berbondong untuk berinvestasi di Indonesia. Bukan di negara maju yang sudah jenuh. Karena populasinya sudah tua dan utangnya terlalu banyak," tandasnya.
Menurutnya, saat ini utang AS mencapai USD18,2 triliun dan itu belum termasuk tanggungan pemerintah kepada masyarakat berupa tunjangan kesehatan dan tunjangan pensiun (unfunded liabilities).
"Kalau kita jumlahkan semuanya, utang AS sebetulnya sudah lebih dari USD100 triliun. Mereka tidak mungkin bayar kembali, kalau kita melihat per kapita utangnya per orang di AS bahkan lebih tinggi dari Yunani," katanya di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Nico menilai, Indonesia atau negara berkembang lainnya tidak harus memandang AS sebagai negara adidaya yang menakutkan. Sebab, kemajuan yang dirasakannya berasal dari tumpukan utang.
"Saya pikir kita tidak usah membanggakan atau menakutkan AS sebagai negara adidaya. Karena mereka bukan maju dalam apa, tapi maju dalam penumpukan utang. Itu sebenarnya bukan suatu kebanggaan," tutur dia.
Menurutnya, Indonesia secara makro ekonomi jauh lebih sehat ketimbang AS. Hal ini terlihat dari rasio utang terhadap GDP, tingkat pertumbuhan, tingkat pertumbuhan GDP per kapita, inflasi, hingga suku bunga yang lebih baik di Tanah Air dibanding AS.
Kondisi ini, lanjut Nico, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan akan menguntungkan Indonesia. Sebab, investor akan berbondong-bondong menanamkan modalnya ke Indonesia, dibanding ke negara maju seperti AS yang terlilit utang puluhan triliun.
"Saya pikir kita dalam posisi yang jauh lebih bagus ketimbang AS. So 5-10 tahun ke depannya saya yakin investor asing justru akan berbondong untuk berinvestasi di Indonesia. Bukan di negara maju yang sudah jenuh. Karena populasinya sudah tua dan utangnya terlalu banyak," tandasnya.
(izz)