Amerika Resesi, Ini 3 Dampaknya ke Ekonomi Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut resesi Amerika Serikat (AS) memiliki tiga dampak terhadap perekonomian Indonesia.
Dampak yang pertama adalah resesi di AS membuat tekanan pada sisi permintaan ekspor produk Indonesia baik komoditas maupun produk olahan.
Menurut dia, konsumen di AS akan mengurangi pembelian barang impor dan cenderung lebih banyak berhemat akibat pelemahan daya beli.
"Jadi, neraca dagang bisa melemah, sekaligus menurunkan prospek booming harga komoditas yang selama ini telah membantu pemulihan ekonomi Indonesia,'' ujarnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (29/7/22).
Bhima melanjutkan, dampak yang kedua adalah transmisi di pasar keuangan perlu dicermati, karena investor akan beralih ke aset yang lebih aman untuk menghindari risiko stagflasi dan resesi di AS. "Aset seperti dolar AS akan diincar sebagai safe haven dan ini akan memukul stabilitas kurs rupiah," jelasnya.
Terakhir, inflasi yang tinggi di AS akan direspons oleh The Fed dengan kenaikan tingkat suku bunga yang tajam, sehingga berdampak pada semakin cepatnya Bank Indonesia (BI) menyesuaikan tingkat suku bunga acuan.
"Cost of fund pelaku usaha dan masyarakat umum dalam melakukan pinjaman akan naik dan hambat ekspansi usaha. Ini bisa menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dan 2023 ke depan," tuturnya.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Piter Abdullah mengatakan bahwa dampak utama dari resesi AS ini adalah menurunnya permintaan dari Amerika yang kemudian bisa menahan bahkan menurunkan harga komoditas di pasar global.
"Meskipun saya perkirakan tidak sampai membuat harga komoditas jatuh karena saat ini tingginya harga komoditas salah satunya disebabkan oleh kelangkaan supply sebagai dampak dari perang Ukraina. Jadi, jika harga komoditas turun, itu bisa berpengaruh pada ekspor indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas," jelasnya.
Dampak yang pertama adalah resesi di AS membuat tekanan pada sisi permintaan ekspor produk Indonesia baik komoditas maupun produk olahan.
Menurut dia, konsumen di AS akan mengurangi pembelian barang impor dan cenderung lebih banyak berhemat akibat pelemahan daya beli.
"Jadi, neraca dagang bisa melemah, sekaligus menurunkan prospek booming harga komoditas yang selama ini telah membantu pemulihan ekonomi Indonesia,'' ujarnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (29/7/22).
Bhima melanjutkan, dampak yang kedua adalah transmisi di pasar keuangan perlu dicermati, karena investor akan beralih ke aset yang lebih aman untuk menghindari risiko stagflasi dan resesi di AS. "Aset seperti dolar AS akan diincar sebagai safe haven dan ini akan memukul stabilitas kurs rupiah," jelasnya.
Terakhir, inflasi yang tinggi di AS akan direspons oleh The Fed dengan kenaikan tingkat suku bunga yang tajam, sehingga berdampak pada semakin cepatnya Bank Indonesia (BI) menyesuaikan tingkat suku bunga acuan.
"Cost of fund pelaku usaha dan masyarakat umum dalam melakukan pinjaman akan naik dan hambat ekspansi usaha. Ini bisa menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dan 2023 ke depan," tuturnya.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Piter Abdullah mengatakan bahwa dampak utama dari resesi AS ini adalah menurunnya permintaan dari Amerika yang kemudian bisa menahan bahkan menurunkan harga komoditas di pasar global.
"Meskipun saya perkirakan tidak sampai membuat harga komoditas jatuh karena saat ini tingginya harga komoditas salah satunya disebabkan oleh kelangkaan supply sebagai dampak dari perang Ukraina. Jadi, jika harga komoditas turun, itu bisa berpengaruh pada ekspor indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas," jelasnya.