Ini Hambatan yang Dialami Industri Plastik

Kamis, 27 Agustus 2015 - 01:40 WIB
Ini Hambatan yang Dialami Industri Plastik
Ini Hambatan yang Dialami Industri Plastik
A A A
JAKARTA - Industri plastik Indonesia saat ini sedang mengalami dua kesulitan. Pertama, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dan adanya 10% bea masuk untuk industrinya.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 132/2015, industri plastik terkena bea masuk impor sebesar 10%. Hal tersebut dinilai memberatkan bagi industri plastik.

"Memang kita belum sampai ke taraf PHK, tapi dua faktor itu yang menyebabkan industri kita sekarang tersendat. Untuk produk-produk kemasan, kebutuhan bayi, wanita, turun tapi sedikit. Tapi kalau yang lain-lain ada penurunan, tapi belum sampai level memPHK orang itu belum," ujar Ketua Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (AIPHI) Tjokro Gunawan saat dihubungi Sindonews, Rabu (26/8/2015).

Menurutnya, jika ada masalah, itu hanya satu sampai dua pabrik namun bukan masalah yang saat ini terjadi. Masalah tersebut lebih berdasar kepada perusahaan tersebut over ekspansi yang berlebihan.

Tjokro menjelaskan, masalah utama di plastik selain dua faktor tersebut, yakni bahan baku yang masih impor karena belum tersedia di dalam negeri.

"Untuk plastik yang sifatnya kebutuhan kita saja itu belum bisa mencukupi. Untuk dalam negeri baru bisa mencukupi baru skitar 50%. Sisanya harus impor. Terutama untuk plastik-plastik jenis lain kayak engineering impor, yang khusus-khusus itu kita belum produksi," tuturnya.

Jadi, daya saing produksi plastik Indonesia memang belum kompetitif, ditambah dengan PMK 132/2015 yang dinilai masih memberatkan.

"Kita bea masuk masih harus bayar di tengah-tengah negara lain sudah free. Ditmbah lagi, persaingan regional yang sangat ketat, di mana mereka enggak bayar bea masuk, tapi kita bayar 10%. Artinya akan membuat barang-barang kita enggak kompetitif di regional. Jadi agak mahal," katanya.

Selain itu, dolar menjadi faktor terberat. Jika harus membeli di lokal, harganya sudah internasional meski komoditas nasional.

"Patokannya di situ, tetap harganya internasional. Tapi di luar itu, kami ada masalah di beban. Bea masuk tambahan 10%. Jadi menurut kami, di tengah kondisi saat ini, kalau nanti produksi bahan baku lokal sudah mencukupi, kami engga perlu impor kan. Tapi kalau impor di samping bea masuk mahal, terus rupiah juga lagi loyo, itu bakal memberatkan industri hilir," tandas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5859 seconds (0.1#10.140)