Berniat Investasi Kondotel? Pelajari Dahulu Beberapa Hal Berikut
A
A
A
Menyusul rumah, ruko, dan apartemen, sekarang kondotel (kondominium hotel) marak ditawarkan sebagai instrumen investasi. Kondotel adalah apartemen atau kondominium yang unitnya dijual, lalu dioperasikan menjadi hotel oleh perusahaan operator
Operator hotel asing yang banyak mengelola kondotel di Indonesia, antara lain Accor, Aston, dan Golden Tulip. Sementara operator lokal antara lain Sahid Hotel, Panghegar, dan beberapa kondotel yang dikelola sendiri oleh pengembangnya. Menurut Yulius Setiarto, konsultan hukum properti, bisnis kondotel sangat aman dan menguntungkan bila konsumen pintar memilih lokasi, dikelola oleh operator yang bonafid, dan developernya kredibel.
“Lokasi terkait dengan pasar dan tingkat hunian hotel, sementara brand operator dan developer lebih pada pengalaman dan kredibilitas,” ujar Yulius. Dalam bisnis hotel, selain penyewaan kamar (cost of room ), juga menjual food and beverage (F&B) dan income lainnya. Kontribusi sewa kamar hanya 30% sampai 40% dari seluruh pendapatan hotel.
Hotel bertarif Rp1 juta/malam, biaya untuk kamar Rp300.000 sampai Rp400.000. Jadi, misalnya pengembangnya hanya menjual sebagian kecil unit kondotelnya, katakanlah 30% dari 100 unit, maka untuk membayar RoI kepada investor sudah terpenuhi dari penjualan F&B. “Hal yang menguntungkan bagi pemilik kondominium adalah adanya kontribusi bagi hasil dari pendapatan sewa.
Pendapatan sewa tersebut juga dibutuhkan perusahaan manajemen, untuk keperluan pemasaran, biaya operasional dan perawatan fasilitas,” kata Yulius. Bagi hasil untuk pemilik, biasanya tidak dibayar di muka, tapi pada akhir periode tahunan. Bagi hasil antara pemilik dan manajemen perusahaan bervariasi untuk setiap proyek kondotel.
Namun, dengan adanya persaingan antara proyek sejenis, investor dapat memilih unit kondotel yang paling menguntungkan. Umumnya tingkat pengembalian dari kondotel antara 10% sampai 15% per tahun, ditambah hak menginap selama lebih kurang 21 hari dalam setahun. Latar belakang pengembangan kondotel di setiap kota berbeda.
Di Jakarta misalnya, daya tariknya lebih karena faktor bisnis ketimbang turisme. Secara umum, hotel bisnis lebih stabil dibandingkan hotel yang bergantung pada turisme yang sensitif terhadap isu nonbisnis. “Pasar kondotel Jakarta mulai punya market sendiri karena orang menganggap kondotel yang ada di luar Jakarta seperti Bali sudah kemahalan,” kata Yulius.
Untuk di Jakarta, kondotel banyak ditawarkan di pusat bisnis (CBD) seperti di Jl Gatot Subroto-Jl Rasuna Said, Jl MT Haryono-Cawang, dan Jl TB Simatupang, atau di jangkauan kawasan industri seperti di berbagai kota baru di pinggiran Jakarta (Bodetabek), atau di kawasan yang belum punya hotel yang representatif.
Misalnya, PT Pardika Wisthi Sarana mengembangkan Woodland Park seluas 3,15 hektare di Kalibata, Jakarta Selatan, berisi empat tower apartemen hak milik dan satu menara kondotel mencangkup 1.100 unit hunian. Di kawasan Kalibata yang dekat dengan Jl Gatot Subroto-MT Haryono dan Cawang, juga tidak jauh dari TB Simatupang, belum ada hotel yang bagus.
Karena itu, developer berani memberi garansi sewa 8% per tahun untuk dua tahun pertama plus hak menginap 21 poin setahun. Salah satunya, Swiss belhotel menjadi pengelola kondotel 212 kamar setara hotel bintang empat.
Di luar Jakarta, seperti Bekasi, terdapat “The H” yang dikelola Wyndham Group (AS), setara hotel bintang empat berisi satu tower 22 lantai, 520 unit yang terbagi atas 132 unit kondotel dan 388 kondominium seharga mulai dari Rp 500 jutaan/unit.
Aprilia S Andyna
Operator hotel asing yang banyak mengelola kondotel di Indonesia, antara lain Accor, Aston, dan Golden Tulip. Sementara operator lokal antara lain Sahid Hotel, Panghegar, dan beberapa kondotel yang dikelola sendiri oleh pengembangnya. Menurut Yulius Setiarto, konsultan hukum properti, bisnis kondotel sangat aman dan menguntungkan bila konsumen pintar memilih lokasi, dikelola oleh operator yang bonafid, dan developernya kredibel.
“Lokasi terkait dengan pasar dan tingkat hunian hotel, sementara brand operator dan developer lebih pada pengalaman dan kredibilitas,” ujar Yulius. Dalam bisnis hotel, selain penyewaan kamar (cost of room ), juga menjual food and beverage (F&B) dan income lainnya. Kontribusi sewa kamar hanya 30% sampai 40% dari seluruh pendapatan hotel.
Hotel bertarif Rp1 juta/malam, biaya untuk kamar Rp300.000 sampai Rp400.000. Jadi, misalnya pengembangnya hanya menjual sebagian kecil unit kondotelnya, katakanlah 30% dari 100 unit, maka untuk membayar RoI kepada investor sudah terpenuhi dari penjualan F&B. “Hal yang menguntungkan bagi pemilik kondominium adalah adanya kontribusi bagi hasil dari pendapatan sewa.
Pendapatan sewa tersebut juga dibutuhkan perusahaan manajemen, untuk keperluan pemasaran, biaya operasional dan perawatan fasilitas,” kata Yulius. Bagi hasil untuk pemilik, biasanya tidak dibayar di muka, tapi pada akhir periode tahunan. Bagi hasil antara pemilik dan manajemen perusahaan bervariasi untuk setiap proyek kondotel.
Namun, dengan adanya persaingan antara proyek sejenis, investor dapat memilih unit kondotel yang paling menguntungkan. Umumnya tingkat pengembalian dari kondotel antara 10% sampai 15% per tahun, ditambah hak menginap selama lebih kurang 21 hari dalam setahun. Latar belakang pengembangan kondotel di setiap kota berbeda.
Di Jakarta misalnya, daya tariknya lebih karena faktor bisnis ketimbang turisme. Secara umum, hotel bisnis lebih stabil dibandingkan hotel yang bergantung pada turisme yang sensitif terhadap isu nonbisnis. “Pasar kondotel Jakarta mulai punya market sendiri karena orang menganggap kondotel yang ada di luar Jakarta seperti Bali sudah kemahalan,” kata Yulius.
Untuk di Jakarta, kondotel banyak ditawarkan di pusat bisnis (CBD) seperti di Jl Gatot Subroto-Jl Rasuna Said, Jl MT Haryono-Cawang, dan Jl TB Simatupang, atau di jangkauan kawasan industri seperti di berbagai kota baru di pinggiran Jakarta (Bodetabek), atau di kawasan yang belum punya hotel yang representatif.
Misalnya, PT Pardika Wisthi Sarana mengembangkan Woodland Park seluas 3,15 hektare di Kalibata, Jakarta Selatan, berisi empat tower apartemen hak milik dan satu menara kondotel mencangkup 1.100 unit hunian. Di kawasan Kalibata yang dekat dengan Jl Gatot Subroto-MT Haryono dan Cawang, juga tidak jauh dari TB Simatupang, belum ada hotel yang bagus.
Karena itu, developer berani memberi garansi sewa 8% per tahun untuk dua tahun pertama plus hak menginap 21 poin setahun. Salah satunya, Swiss belhotel menjadi pengelola kondotel 212 kamar setara hotel bintang empat.
Di luar Jakarta, seperti Bekasi, terdapat “The H” yang dikelola Wyndham Group (AS), setara hotel bintang empat berisi satu tower 22 lantai, 520 unit yang terbagi atas 132 unit kondotel dan 388 kondominium seharga mulai dari Rp 500 jutaan/unit.
Aprilia S Andyna
(ftr)