Proyek Kereta Cepat Harus Pertimbangkan Untung-Rugi
A
A
A
JAKARTA - Proyek kereta cepat yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung masih diragukan sejumlah pihak. Banyak pihak yang menghitung untung-rugi atas pembangunan proyek tersebut.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit mengatakan, proyek itu sudah dipastikan tak ditanggung oleh APBN. Itu berarti risiko-risiko akan ditanggung oleh empat BUMN yang terdiri dari PT Wika (persero) Tbk, PT Jasa Marga (persero) Tbk, PT KAI (persero) serta PT Perkebunan Nusantara VIII.
“Mungkin masalahnya tak akan kelihatan sekarang. Tapi akan muncul ketika pada saat dioperasikan. Apakah investasinya bisa dikembalikan atau tidak. Kalau tidak tentu akan ada default pinjaman,” ujarnya, Kamis (15/10/2015).
Menurut Danang, pihaknya melalui MTI juga belum mendapatkan penjelasan secara rinci mengenai skema maupun pendanaan tanpa melalui APBN terkait pembangunan proyek kereta cepat tersebut.
Di sisi lain terkait trayek Kereta Cepat yakni Jakarta-Walini-Bandung sebagaimana tertuang dalam perpres, lanjut dia, pihak konsorsium akan memanfaatkan pendapatan dari penumpang dan sektor properti.
“Saya dengar mereka mau mengkombinasikan pendapatan dari penumpang dan pengembangan kawasan properti. Tapi itu juga tergantung, apakah peminatnya tertarik ke kawasan tersebut,” tegasnya.
Wakil Ketua DPR Komisi VI, dari partai Demokrat, Azam Azman mengatakan, kereta cepat Jakarta-Bandung yang ada saat ini bukan merupakan kereta cepat, namun kereta sedang. Dia pun meragukan pemerintah bisa merealisasikan proyek tersebut.
“Dari sisi trayek saja saya rasa Bandung itu sudah terbuka semua. Mau melalui transportasi jalan tol, kereta, jalan nasional bahkan melalui udara juga sudah tersedia. Cukup ditingkatkan saja bukaan-bukaan tol itu saya kira sudah cukup,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, pemerintah hanya akan menyianyiakan anggaran besar dan investasi mahal jika proyek tersebut terealiasi. Apalagi, dengan pengembalian investasi belum bisa dipertanggungjawabkan.
“Pada akhirnya BUMN juga yang dikorbankan. Kita lihat sajalah, apakah proyek ini bisa berjalan atau tidak, kalau berjalan kita syukuri tapi kalau tidak ya pemerintah yang harus bertanggung jawab,” imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M Said menyebutkan, selama tak ada anggaran APBN dan pembangunan proyek kereta cepat melalui business to business akan lebih bagus. “Ya kalau tak ada anggaran APBN, ya itu bagus, silakan jalan. Penegasannya janngan ada anggaran APBN dalam proyek kereta cepat tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, anggaran APBN sebaiknya hanya digunakan untuk pembangunan proyek atau rel kereta api yang ada di luar Pulau Jawa atau proyek kereta api yang secara ekonomis kurang layak. “Pada akhirnya, kalau ada kereta di lokasi baru terutama di luar pulau jawa, kita harapkan ada pertumbuhan baru di situ,” kata Muhidin.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga menegaskan bahwa kementeriannya hanya akan bertindak selaku regulator menyikapi rencana proyek kereta cepat melalui konsorsium yang dipimpin PT Wijaya Karya bersama tiga BUMN.
Dia beralasan bahwa skema proyek kereta cepat tersebut tak menyentuh ranah regulator, sebab tanpa memanfaatkan anggaran negara atau melalui skema business to busines. (Baca: Jonan Persilakan Swasta Ikut Proyek Kereta Cepat)
“Yang jelas saya di Kementerian Perhubungan hanya akan bertindak sebagai regulator. Artinya, jika sesuai spesifikasi atau standar, termasuk dari sisi perizinan itu menjadi bagian kami,” pungkas Jonan.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit mengatakan, proyek itu sudah dipastikan tak ditanggung oleh APBN. Itu berarti risiko-risiko akan ditanggung oleh empat BUMN yang terdiri dari PT Wika (persero) Tbk, PT Jasa Marga (persero) Tbk, PT KAI (persero) serta PT Perkebunan Nusantara VIII.
“Mungkin masalahnya tak akan kelihatan sekarang. Tapi akan muncul ketika pada saat dioperasikan. Apakah investasinya bisa dikembalikan atau tidak. Kalau tidak tentu akan ada default pinjaman,” ujarnya, Kamis (15/10/2015).
Menurut Danang, pihaknya melalui MTI juga belum mendapatkan penjelasan secara rinci mengenai skema maupun pendanaan tanpa melalui APBN terkait pembangunan proyek kereta cepat tersebut.
Di sisi lain terkait trayek Kereta Cepat yakni Jakarta-Walini-Bandung sebagaimana tertuang dalam perpres, lanjut dia, pihak konsorsium akan memanfaatkan pendapatan dari penumpang dan sektor properti.
“Saya dengar mereka mau mengkombinasikan pendapatan dari penumpang dan pengembangan kawasan properti. Tapi itu juga tergantung, apakah peminatnya tertarik ke kawasan tersebut,” tegasnya.
Wakil Ketua DPR Komisi VI, dari partai Demokrat, Azam Azman mengatakan, kereta cepat Jakarta-Bandung yang ada saat ini bukan merupakan kereta cepat, namun kereta sedang. Dia pun meragukan pemerintah bisa merealisasikan proyek tersebut.
“Dari sisi trayek saja saya rasa Bandung itu sudah terbuka semua. Mau melalui transportasi jalan tol, kereta, jalan nasional bahkan melalui udara juga sudah tersedia. Cukup ditingkatkan saja bukaan-bukaan tol itu saya kira sudah cukup,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, pemerintah hanya akan menyianyiakan anggaran besar dan investasi mahal jika proyek tersebut terealiasi. Apalagi, dengan pengembalian investasi belum bisa dipertanggungjawabkan.
“Pada akhirnya BUMN juga yang dikorbankan. Kita lihat sajalah, apakah proyek ini bisa berjalan atau tidak, kalau berjalan kita syukuri tapi kalau tidak ya pemerintah yang harus bertanggung jawab,” imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M Said menyebutkan, selama tak ada anggaran APBN dan pembangunan proyek kereta cepat melalui business to business akan lebih bagus. “Ya kalau tak ada anggaran APBN, ya itu bagus, silakan jalan. Penegasannya janngan ada anggaran APBN dalam proyek kereta cepat tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, anggaran APBN sebaiknya hanya digunakan untuk pembangunan proyek atau rel kereta api yang ada di luar Pulau Jawa atau proyek kereta api yang secara ekonomis kurang layak. “Pada akhirnya, kalau ada kereta di lokasi baru terutama di luar pulau jawa, kita harapkan ada pertumbuhan baru di situ,” kata Muhidin.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga menegaskan bahwa kementeriannya hanya akan bertindak selaku regulator menyikapi rencana proyek kereta cepat melalui konsorsium yang dipimpin PT Wijaya Karya bersama tiga BUMN.
Dia beralasan bahwa skema proyek kereta cepat tersebut tak menyentuh ranah regulator, sebab tanpa memanfaatkan anggaran negara atau melalui skema business to busines. (Baca: Jonan Persilakan Swasta Ikut Proyek Kereta Cepat)
“Yang jelas saya di Kementerian Perhubungan hanya akan bertindak sebagai regulator. Artinya, jika sesuai spesifikasi atau standar, termasuk dari sisi perizinan itu menjadi bagian kami,” pungkas Jonan.
(dmd)