Menperin Dukung Industri Petrokimia Dapat Tax Allowance
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mendukung industri petrokimia untuk mendapat insentif fiskal demi merangsang arus investasi, menggerakkan aktivitas ekonomi dan peningkatan daya saing. Apalagi industri tersebut membutuhkan investasi besar dan memerlukan waktu pengembangan yang lama.
Salah satu korporasi yang mengajukan fasilitas itu adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, yang tengah mengajukan tax allowance untuk ekspansi pabrik nafta cracker senilai USD380 juta atau sekitar Rp5 triliun.
Kapasitas produksi nafta cracker meningkat 43% dari 600 kilo ton/tahun menjadi 860 kilo ton/tahun. Diharapkan aksi korporasi itu rampung seluruhnya pada Desember 2015.
Vice President Corporat Relation Chandra Asri Suhat Miyarso mengatakan, pihaknya mengajukan tax allowance melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan sudah mendapat persetujuan.
“Kemenperin mendukung permohonan Chandra Asri karena memperkuat daya saing dan struktur industri. Manfaatnya berantai panjang karena mengurangi impor sekaligus semakin memastikan pasokan bahan baku untuk industri lainnya,” kata Saleh Husin dalam rilsinya di Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Chandra Asri juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan tax holiday untuk proyek pabrik karet sintetis senilai USD450 juta atau lebih kurang Rp6 triliun di Cilegon, Jawa Barat. Mereka juga berharap jangka waktu insentif itu diperpanjang dari lima tahun menjadi 8-10 tahun.
"Untuk proyek pabrik karet sintetis yang dibangun oleh PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI), kami memohon agar dapat berlaku lebih lama. Jika hanya lima tahun, maka kurang optimal karena biasanya industri seperti ini masih merugi pada tiga tahun pertama," ungkapnya.
SRI merupakan perusahaan patungan dengan menggandeng perusahaan ban asal Prancis, Compagnie Financiere Michelin (Michelin). Komposisi modal terdiri dari Michelin 55% dan PT Petrokimia Butadiene Indonesia 45%.
Synthetic Rubber Indonesia akan memproduksi polybutadiene rubber dengan neodymium catalyst dan solution styrene butadiene rubber berkapasitas 120.000 ton. Produk ini merupakan material memproduksi ban ramah lingkungan dan seluruh bahan baku operasional pabrik berasal dari dalam negeri.
Diharapkan pembangunan atau groundbreaking akan dimulai pada Januari tahun depan dan selesai pada 2017 serta mulai berproduksi pada 2018. Menurut Suhat, perusahaan akan membagi penjualan produk untuk ekspor dan domestik masing-masing 50%.
Salah satu korporasi yang mengajukan fasilitas itu adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, yang tengah mengajukan tax allowance untuk ekspansi pabrik nafta cracker senilai USD380 juta atau sekitar Rp5 triliun.
Kapasitas produksi nafta cracker meningkat 43% dari 600 kilo ton/tahun menjadi 860 kilo ton/tahun. Diharapkan aksi korporasi itu rampung seluruhnya pada Desember 2015.
Vice President Corporat Relation Chandra Asri Suhat Miyarso mengatakan, pihaknya mengajukan tax allowance melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan sudah mendapat persetujuan.
“Kemenperin mendukung permohonan Chandra Asri karena memperkuat daya saing dan struktur industri. Manfaatnya berantai panjang karena mengurangi impor sekaligus semakin memastikan pasokan bahan baku untuk industri lainnya,” kata Saleh Husin dalam rilsinya di Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Chandra Asri juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan tax holiday untuk proyek pabrik karet sintetis senilai USD450 juta atau lebih kurang Rp6 triliun di Cilegon, Jawa Barat. Mereka juga berharap jangka waktu insentif itu diperpanjang dari lima tahun menjadi 8-10 tahun.
"Untuk proyek pabrik karet sintetis yang dibangun oleh PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI), kami memohon agar dapat berlaku lebih lama. Jika hanya lima tahun, maka kurang optimal karena biasanya industri seperti ini masih merugi pada tiga tahun pertama," ungkapnya.
SRI merupakan perusahaan patungan dengan menggandeng perusahaan ban asal Prancis, Compagnie Financiere Michelin (Michelin). Komposisi modal terdiri dari Michelin 55% dan PT Petrokimia Butadiene Indonesia 45%.
Synthetic Rubber Indonesia akan memproduksi polybutadiene rubber dengan neodymium catalyst dan solution styrene butadiene rubber berkapasitas 120.000 ton. Produk ini merupakan material memproduksi ban ramah lingkungan dan seluruh bahan baku operasional pabrik berasal dari dalam negeri.
Diharapkan pembangunan atau groundbreaking akan dimulai pada Januari tahun depan dan selesai pada 2017 serta mulai berproduksi pada 2018. Menurut Suhat, perusahaan akan membagi penjualan produk untuk ekspor dan domestik masing-masing 50%.
(rna)