Mengintip Langkah Pemerintah Mengimpor Beras
A
A
A
KEKERINGAN panjang atau El Nino yang terjadi di dalam negeri mengakibatkan beberapa wilayah di Indonesia gagal panen. Kondisi ini membuat stok beras menipis dan menimbulkan kenaikan harga beras.
Bagi Indonesia, fenomena El Nino bukan lagi hal baru karena sudah sering terjadi dan terburuk pada 1997 dan 1982. Mengantisipasi dampak El Nino tahun ini, pemerintah memang tidak tinggal diam dan melipat tangan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi gangguan iklim El Nino bakal menyerang Indonesia hingga November 2015. Kekuatan El Nino pada bulan November nanti bertaraf sedang (moderat).
"Akibat adanya El Nino, diperkirakan awal musim hujan 2015/2016 di beberapa wilayah mengalami kemunduran," tutur Deputi Bidang Meteorologi BMKG Yunus Subagyo Swarinoto di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Rabu (17/6/2015).
Dari hasil monitoring BMKG, El Nino diperkirakan mulai berlangsung pada Juni 2015, dan berpeluang menguat pada November 2015.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah langsung berinisitif untuk membuka keran impor beras dari luar negeri untuk memperkuat cadangan beras nasional. Bahkan, pemerintah langsung melobi Vietnam dan Thailand, meski pada akhirnya impor beras dari Thailand dibatalkan lantaran stok di negara tersebut juga menipis.
Alhasil, pemerintah akhirnya memilih Vietnam dan sedang mencari negara lain untuk impor beras. Hal ini seperti ditegaskan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution beberapa waktu lalu.
Damin mengatakan, pemerintah justru berkomitmen untuk mengimpor beras dari Vietnam. Namun, dia akan melihat ketersediaan beras dalam negeri, lantaran saat ini hingga akhir tahun cadangan beras sudah tidak terlalu mengkhawatirkan.
"Untuk hingga akhir tahun, ini sudah ada jatahnya. Kita komitmennya dengan Vietnam. Dengan Thailand tidak karena berasnya sudah sangat tipis, tapi api mungkin untuk akhir tahun ini kita sudah relatif tidak kurang dan enggak mengkhawatirkan lagi. Nanti kita lihat musim kering ini akan berlanjut atau sudah masuk musim penghujan," kata Darmin di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (9/11/2015).
Pasalnya, kata dia, jika sudah masuk musim penghujan, berarti musim tanam tidak bergeser karena seharusnya musim tanam petani pada November.
"Kalau masih akan terjadi kekeringan agak panjang, itu berarti musim tanam bergeser. Kalau bergeser akan membuat kebutuhan kurang dan enggak bisa dipenuhi karena panen bergeser," ujarnya.
Darmin juga mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir, karena impor tersebut belum masuk ke Indonesia lantaran stok beras dalam negeri masih mencukupi.
"Nanti kita lihat dulu. Kekeringannya tinggi atau enggak dari sini. Kalau dari vietnam kita lihat saja, apakah perlu di bawa masuk. Kalau tidak perlu ya enggak di bawa masuk. Jangan pernah khawatir, itu belum masuk barangnya," pungkas dia.
Namun, pekan kemarin, sebanyak 21 ribu ton beras asal Vietnam masuk ke Provinsi Banteng melalui Pelabuhan Indah Kiat Merak untuk memenuhi persediaan stok beras dalam negeri.
Kabag Humas Bulog Sub Divre Serang-Cilegon Khairul mengatakan, impor beras sebanyak 21 ribu ton dari negara Vietnam akan didistribusikan ke beberapa daerah di Banten.
"Beras itu sebagian besar untuk pasokan di wilayah Tangerang sekitar 18 ribu ton beras. Kalau untuk wilayah kabupaten/kota Serang dan Cilegon hanya sekitar 3 ribu ton," kata Khairul saat dihubungi, Jumat (13/11/2015).
Menurutnya, kekeringan yang terjadi pada Agustus-November 2015 memicu mundurnya masa panen, dan gabah berkurang, bahkan persediaan beras untuk tahun depan berkurang.
"Kita tidak bisa menargetkan beras 3 ribu ton ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga kapannya. Karena disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut, Khairul menambahkan, masyarakat kesulitan mendapatkan pasokan beras akibat adanya berbagai bencana seperti gagal panen dan kekeringan. Beras impor itu dapat membantu untuk memenuhi stok dan cadangan beras nasional.
"Di situlah fungsi Bulog, jika di daerah mengalami kesulitan beras maka kita akan maksimalkan operasi pasar di sejumlah daerah," jelas dia.
Sementara, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan, beras yang diimpor Indonesia dari Vietnam akan disebar ke seluruh daerah di Indonesia.
JK menyebutkan, beras tersebut tidak hanya diimpor untuk memenuhi kebutuhan di Jakarta. Beras sebanyak 1,5 juta ton akan dikirim khususnya ke daerah-daerah yang bukan penghasil beras nasional.
"Bukan untuk Jakarta, tapi semua daerah jadi daerah-daerah yang bukan daerah produksi dikirim beras," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Menurutnya, keputusan pemerintah mengimpor beras dari negara yang dikenal dengan sebutan Vietnam Rose ini semata-mata untuk menjaga ketersediaan beras. Pasalnya, musim kemarau dan bencana elnino yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dikhawatirkan akan mengganggu pasokan beras di Tanah Air.
"Ini sekali lagi karena masalah kekeringan maka untuk memastikan pedagang beras itu cukup," kata JK.
Impor beras, sepertinya sudah hal biasa dilakukan pemerintah Indonesia meski sebagai negara agraris. Dewan tani Indonesia (DTI) pun menilai, langkah yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengimpor beras plintat-plintut dalam menjaga kedaulatan pangan bangsa.
Sekjen DTI Anggawira menilai pemerintah plinplan dan tak memiliki komitmen jelas membangun kedaulatan pangan. Apalagi, El Nino sudah diprediksi jauh hari sebelumnya.
"Kementerian Pertanian, Kementerian PU dan Bulog harusnya sudah memiliki langkah antisipatif jangan mau gampangnya saja. Ini jauh dari janji kampanye pemerintahan Jokowi-JK. Kementerian Pertanian selalu bilang stok beras surplus, kenyataannya impor dilakukan," ujar dia.
Anggawira menambahkan seharusnya langkah yang dilakukan pemerintah sebelum mengimpor beras ini melibatkan stakeholder, seperti perguruan tinggi, dunia usaha, organisasi petani dan pemerintah daeah.
Persoalan beras ini menyangkut harga diri bangsa, ini semua elemen masyarakat harus dilibatkan. Ini kesannya membela petani, diam-diam proses impor ini sudah terjadi dari dua bulan lalu.
"Kami mendapatkan informasi valid sudah terjadi deal dengan Vietnam dan Thailand. Jadi semuanya hanya pencitraaan seolah-olah membela kepentingan domestik. Ternyata tak lebih dari persolan rente jangka pendek dan akal-akalan impor kok barangnya ditaruh dinegara asal, kami mendesak semua pihak mengawasi proses impor ini," jelasnya.
Namun, mampukah impor beras ini menekan harga beras dalam negeri. Menanggapi hal ini, Deputi Bidang Distribusi Statistik dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadiwibowo meyakini, impor beras yang akan dilakukan pemerintah Indonesia akan menekan harga beras yang tinggi.
Atas dasar itu, meskipun panen sedikit harganya bisa tertolong karena impor. Meskipun ada kenaikan, Sasmito menyatakan jika masih di bawah 1% sudah merupakan hal bagus, karena selama setahun ini, sudah naik 12%.
"Kalau enggak impor, harga beras bisa lebih tinggi. Sehingga walaupun naik, masih di bawah 1% kenaikan satu bulan ini. Karena beras selama setahun sudah naik 12%. Kalau dijaga kenaikannya di bawah 1% saja sudah bagus," kata dia di Jakarta, Senin (2/11/2015).
Menurutnya, untuk November-Desember sulit jika harga beras turun, karena tidak pernah terjadi penurunan di bulan-bulan tersebut.
"Susah harga beras kalau November-Desember bisa turun, susah. Paling dijaga supaya inflasi berasnya kecil. Karena enggak pernah terjadi penurunan harga beras di bulan itu," katanya.
Meskipun ada panen setiap bulan, namun itu tidak menjamin harga akan aman. Karena panen sedikit jumlahnya. Sedangkan puncak panen terjadi di Februari-Maret dan Agustus-September.
"Jadi meski panen ada setiap bulan, jumlahnya sedikit, tapi harganya masih relatif tinggi, paling menjaga supaya enggak naik terlalu tajam harga berasnya kalau kita impor. Karena biaya produksi di dalam negeri bukan di puncak panen," tandas dia.
Kita tinggal menunggu apakah langkah pemerintah mengimpor beras tepat sehingga mempu menekan harga beras di pasaran?
Bagi Indonesia, fenomena El Nino bukan lagi hal baru karena sudah sering terjadi dan terburuk pada 1997 dan 1982. Mengantisipasi dampak El Nino tahun ini, pemerintah memang tidak tinggal diam dan melipat tangan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi gangguan iklim El Nino bakal menyerang Indonesia hingga November 2015. Kekuatan El Nino pada bulan November nanti bertaraf sedang (moderat).
"Akibat adanya El Nino, diperkirakan awal musim hujan 2015/2016 di beberapa wilayah mengalami kemunduran," tutur Deputi Bidang Meteorologi BMKG Yunus Subagyo Swarinoto di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Rabu (17/6/2015).
Dari hasil monitoring BMKG, El Nino diperkirakan mulai berlangsung pada Juni 2015, dan berpeluang menguat pada November 2015.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah langsung berinisitif untuk membuka keran impor beras dari luar negeri untuk memperkuat cadangan beras nasional. Bahkan, pemerintah langsung melobi Vietnam dan Thailand, meski pada akhirnya impor beras dari Thailand dibatalkan lantaran stok di negara tersebut juga menipis.
Alhasil, pemerintah akhirnya memilih Vietnam dan sedang mencari negara lain untuk impor beras. Hal ini seperti ditegaskan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution beberapa waktu lalu.
Damin mengatakan, pemerintah justru berkomitmen untuk mengimpor beras dari Vietnam. Namun, dia akan melihat ketersediaan beras dalam negeri, lantaran saat ini hingga akhir tahun cadangan beras sudah tidak terlalu mengkhawatirkan.
"Untuk hingga akhir tahun, ini sudah ada jatahnya. Kita komitmennya dengan Vietnam. Dengan Thailand tidak karena berasnya sudah sangat tipis, tapi api mungkin untuk akhir tahun ini kita sudah relatif tidak kurang dan enggak mengkhawatirkan lagi. Nanti kita lihat musim kering ini akan berlanjut atau sudah masuk musim penghujan," kata Darmin di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (9/11/2015).
Pasalnya, kata dia, jika sudah masuk musim penghujan, berarti musim tanam tidak bergeser karena seharusnya musim tanam petani pada November.
"Kalau masih akan terjadi kekeringan agak panjang, itu berarti musim tanam bergeser. Kalau bergeser akan membuat kebutuhan kurang dan enggak bisa dipenuhi karena panen bergeser," ujarnya.
Darmin juga mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir, karena impor tersebut belum masuk ke Indonesia lantaran stok beras dalam negeri masih mencukupi.
"Nanti kita lihat dulu. Kekeringannya tinggi atau enggak dari sini. Kalau dari vietnam kita lihat saja, apakah perlu di bawa masuk. Kalau tidak perlu ya enggak di bawa masuk. Jangan pernah khawatir, itu belum masuk barangnya," pungkas dia.
Namun, pekan kemarin, sebanyak 21 ribu ton beras asal Vietnam masuk ke Provinsi Banteng melalui Pelabuhan Indah Kiat Merak untuk memenuhi persediaan stok beras dalam negeri.
Kabag Humas Bulog Sub Divre Serang-Cilegon Khairul mengatakan, impor beras sebanyak 21 ribu ton dari negara Vietnam akan didistribusikan ke beberapa daerah di Banten.
"Beras itu sebagian besar untuk pasokan di wilayah Tangerang sekitar 18 ribu ton beras. Kalau untuk wilayah kabupaten/kota Serang dan Cilegon hanya sekitar 3 ribu ton," kata Khairul saat dihubungi, Jumat (13/11/2015).
Menurutnya, kekeringan yang terjadi pada Agustus-November 2015 memicu mundurnya masa panen, dan gabah berkurang, bahkan persediaan beras untuk tahun depan berkurang.
"Kita tidak bisa menargetkan beras 3 ribu ton ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga kapannya. Karena disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut, Khairul menambahkan, masyarakat kesulitan mendapatkan pasokan beras akibat adanya berbagai bencana seperti gagal panen dan kekeringan. Beras impor itu dapat membantu untuk memenuhi stok dan cadangan beras nasional.
"Di situlah fungsi Bulog, jika di daerah mengalami kesulitan beras maka kita akan maksimalkan operasi pasar di sejumlah daerah," jelas dia.
Sementara, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan, beras yang diimpor Indonesia dari Vietnam akan disebar ke seluruh daerah di Indonesia.
JK menyebutkan, beras tersebut tidak hanya diimpor untuk memenuhi kebutuhan di Jakarta. Beras sebanyak 1,5 juta ton akan dikirim khususnya ke daerah-daerah yang bukan penghasil beras nasional.
"Bukan untuk Jakarta, tapi semua daerah jadi daerah-daerah yang bukan daerah produksi dikirim beras," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Menurutnya, keputusan pemerintah mengimpor beras dari negara yang dikenal dengan sebutan Vietnam Rose ini semata-mata untuk menjaga ketersediaan beras. Pasalnya, musim kemarau dan bencana elnino yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dikhawatirkan akan mengganggu pasokan beras di Tanah Air.
"Ini sekali lagi karena masalah kekeringan maka untuk memastikan pedagang beras itu cukup," kata JK.
Impor beras, sepertinya sudah hal biasa dilakukan pemerintah Indonesia meski sebagai negara agraris. Dewan tani Indonesia (DTI) pun menilai, langkah yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengimpor beras plintat-plintut dalam menjaga kedaulatan pangan bangsa.
Sekjen DTI Anggawira menilai pemerintah plinplan dan tak memiliki komitmen jelas membangun kedaulatan pangan. Apalagi, El Nino sudah diprediksi jauh hari sebelumnya.
"Kementerian Pertanian, Kementerian PU dan Bulog harusnya sudah memiliki langkah antisipatif jangan mau gampangnya saja. Ini jauh dari janji kampanye pemerintahan Jokowi-JK. Kementerian Pertanian selalu bilang stok beras surplus, kenyataannya impor dilakukan," ujar dia.
Anggawira menambahkan seharusnya langkah yang dilakukan pemerintah sebelum mengimpor beras ini melibatkan stakeholder, seperti perguruan tinggi, dunia usaha, organisasi petani dan pemerintah daeah.
Persoalan beras ini menyangkut harga diri bangsa, ini semua elemen masyarakat harus dilibatkan. Ini kesannya membela petani, diam-diam proses impor ini sudah terjadi dari dua bulan lalu.
"Kami mendapatkan informasi valid sudah terjadi deal dengan Vietnam dan Thailand. Jadi semuanya hanya pencitraaan seolah-olah membela kepentingan domestik. Ternyata tak lebih dari persolan rente jangka pendek dan akal-akalan impor kok barangnya ditaruh dinegara asal, kami mendesak semua pihak mengawasi proses impor ini," jelasnya.
Namun, mampukah impor beras ini menekan harga beras dalam negeri. Menanggapi hal ini, Deputi Bidang Distribusi Statistik dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadiwibowo meyakini, impor beras yang akan dilakukan pemerintah Indonesia akan menekan harga beras yang tinggi.
Atas dasar itu, meskipun panen sedikit harganya bisa tertolong karena impor. Meskipun ada kenaikan, Sasmito menyatakan jika masih di bawah 1% sudah merupakan hal bagus, karena selama setahun ini, sudah naik 12%.
"Kalau enggak impor, harga beras bisa lebih tinggi. Sehingga walaupun naik, masih di bawah 1% kenaikan satu bulan ini. Karena beras selama setahun sudah naik 12%. Kalau dijaga kenaikannya di bawah 1% saja sudah bagus," kata dia di Jakarta, Senin (2/11/2015).
Menurutnya, untuk November-Desember sulit jika harga beras turun, karena tidak pernah terjadi penurunan di bulan-bulan tersebut.
"Susah harga beras kalau November-Desember bisa turun, susah. Paling dijaga supaya inflasi berasnya kecil. Karena enggak pernah terjadi penurunan harga beras di bulan itu," katanya.
Meskipun ada panen setiap bulan, namun itu tidak menjamin harga akan aman. Karena panen sedikit jumlahnya. Sedangkan puncak panen terjadi di Februari-Maret dan Agustus-September.
"Jadi meski panen ada setiap bulan, jumlahnya sedikit, tapi harganya masih relatif tinggi, paling menjaga supaya enggak naik terlalu tajam harga berasnya kalau kita impor. Karena biaya produksi di dalam negeri bukan di puncak panen," tandas dia.
Kita tinggal menunggu apakah langkah pemerintah mengimpor beras tepat sehingga mempu menekan harga beras di pasaran?
(izz)