Perlu Ada Ketahanan Sistem untuk Ekonomi Negara

Minggu, 22 November 2015 - 14:30 WIB
Perlu Ada Ketahanan...
Perlu Ada Ketahanan Sistem untuk Ekonomi Negara
A A A
Di era globalisasi seperti saat ini, banyak gangguan maupun gejolak yang sewaktu-waktu dapat membuat ekonomi negara keluar dari jalur. Untuk itu, perlu adanya suatu system pertahanan yang mempunyai mekanisme peredam dampak krisis yang built in pada dirinya.

Hal tersebut diungkapkan oleh mantan Wakil Presiden Boediono, dalam sambutannya pada Forum Studi dan Diskusi Ekonomi 2015 di Auditorium Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, kemarin. “Ada tiga macam gangguan utama yang pernah menghadang ekonomi kita,” katanya.

Diantaranya, yang pertama merupakan gangguan dari gejolak harga komoditi-komoditi ekspor dan impor. Pada era 1980an silam, ekspor utama Indonesia merupakan minyak bumi. Harganya mengalami anjlok secara terus-menerus dengan konsekuensi serius pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN) dan neraca perdagangan.

Kemudian pada dasawarsa 2000an sampai beberapa tahun lalu, mengalami hal yang kebalikannya. Yaitu harga minyak bumi terus-menerus meningkat. Tapi sayangnya pada masa itu sudah menjadi pengimpor minyak.

“Beberapa tahun ini, kita mengalami perlemahan berkepanjangan harga komoditi ekspor utama kita. Seperti batubara, mineral, kelapa sawit, dan karet. Kelompok gangguan ini kita sebut gejolak terms of trade, dengan berbagai konsekuensinya pada sektor riil dan keuangan dalam negeri,” ujarnya.

Kemudian gangguan yang kedua bersumber dari gejolak aliran modal. Di era globalisasi arus uang glonal yang jumlahnya triliunan dolar bisa berbalik arah dengan cepat dan imbasnya juga pada kurs. Likuiditas bank dan neraca modal atau capital account.

Pada putaran berikutnya, gejolak sektor keuangan ini kemudian merambat ke sektor riil berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perusahaan tutup dan penurunan pertumbuhan.

“Kita mengalami sewaktu krisis keuangan Asia pada 1997-1998. Krisis yang meninggalkan jejak mendalam pada ekonomi kita. Kita mengalami hal yang sama pada masa krisis global tahun 2008-2009. Tetapi kali ini dengan kerusakan yang relative lebih ringan, berkat kesiapan kita yang lebih baik,” katanya.

Pada gangguan kelompok ketiga, lanjut dia, yang terkait dengan alam. Seperti El Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan pada 1997-1998, tsunami 2004 dan bencana alam lainnya. “Nampaknya juga tahun ini (El Nino),” tuturnya.

Risiko gangguan seperti ini, suka atau tidak suka, akan selalu mengancam. Dari ketiga gejolak tersebut, pembalikan arus dana mempunyai dampak yang paling eksplosif di sektor keuangan. Sedangkan perubahan harga ekspor dan impor kurang eksplosif , tapi langsung masuk ke sektor riil dan bisa berlangsung lebih lama.

“Sementara itu, gangguan alam biasanya tidak memicu krisis, tapi dapat memperburuk keadaan. Jadwal kedatangan dari masing-masing gangguan, sulit diterka. Tetapi tentunya dampaknya akan lebih terasa berat apabila lebih dari satu macam gangguan terjadi secara bersamaan,” jelasnya.

Untuk itulah, lanjutnya, perlu adanya pembentukan system pertahanan yang lebih efektif. Mempunyai mekanisme peredam dari dampak krisis tersebut. Artinya, pada tataran yang paling mendasar, struktur ekonomi harus dibangun sedemikian rupa agar tidak rentan terhadap gangguan tersebut.

“Kalau saya boleh mengibaratkan perekonomian sebagai sebuah kapal, konstruksi kapal itu harus tidak mudah oleng, tahan terpaan ombak, tidak mudah bocor, dan sebagainya,” katanya.

Untuk mengemudikan perekonomian dalam kondisi gangguan yang sewaktu-waktu bisa mengancam, harus perlu adanya satu prinsip kehati-hatian dan kuat untuk mengurangi risikonya. Dari kedua prinsip tersebut, perlu adanya suatu design lini pertahanan.

Yaitu, lini pertahanan yang mengandalkan pada struktur ekonomi tahan krisis. Untuk menghindari terbenturnya struktur ekonomi yang rawan atau memperparah dampak guncangan.

“Sebagai contoh ketergantungan pada ekspor sejumlah kecil komoditi dan ketergantungan terlalu besar pada impor komodisi yang bersifat strategis. Misal , pangan dan energi. Negara seperti itu akan rawan terhadap gejolak terms of trade,” katanya.

Garis pertahanan kedua, ada pada tataran kebijakan. Kuncinya menanamkan kultur kehati-hatian di lembaga-lembaga utama pengelola ekonomi makro dan moneter.

“Memegang prinsip kehati-hatian harus sudah menjadi bagian dari insting para pembuat kebijakan,” katanya.

Untuk garis pertahanan ketiga, dilaksanakan pada saat-saat krisis. Ketika itulah diperlukan sebuah aturan yang jelas pada pihak-pihak yang harus menangani krisis untuk bertindak, secara sendiri-sendiri atau bersama.

“Lini pertahanan ketiga sangat penting karena merupakan lini terakhir untuk mengatasi krisis. Lini ini terdiri dari sebuah protocol yang harus dapat menjadi landasan bagi para pengambil kebijakan untuk bergerak cepat dan tepat pada saat krisis,” ucapnya.

Mengenai penerapan ekonomi Islam, menurutnya memang bagus. Akan tetapi tetap harus dilakukan secara bertahap bila akan dijalankan. "Ekonomi Islam betul bagus, tapi tidak bisa diterapkan begitu saja. Harus berjalan secara bertahap, bisa dijalankan nantinya," jelasnya.

Sementara, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, mengatakan sistem ekonomi berjalan terus menuju ke arah yang diharapkan baik. Bukan pada soal agama, tapi produk yang dihasilkan.

"Bagaimana membangun ekonomi yang siapapun bisa masuk, maka pemerintah menerapkan perbankan syariah. Penyempurnaan itu berjalan terus," katanya.

Penyempurnaan dari sistem ekonomi Islam itu perlu dikembangkan, supaya menjawab banyak persoalan. Tidak menutup kemungkinan, penerapan ekonomi Islam bisa dilakukan pemerintah. "Itu bagian dari penyempurnaan,” ucapnya.
(dol)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0163 seconds (0.1#10.140)