KJRI Davao Gelar Seminar ZEE untuk Nelayan Filipina
A
A
A
DAVAO - Menindaklanjuti maraknya penangkapan kapal asal Filipina di wilayah perbatasan karena berlayar dan melakukan penangkapan ikan melewati garis batas hingga masuk wilayah Indonesia, KJRI Davao City berinisiatif menggelar seminar sehari.
Seminar bertema "Managing Exclusive Economic Zone between Republic of Indonesia and Republic of the Philippines" guna menyosialisasi batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah disepakati Presiden kedua Negara pada 23 Mei 2014.
ZEE merupakan wilayah yang membentang sejauh 200 mill (370 km) laut di mana sebuah negara memiliki hak eksklusif atas perikanan dan eksploitasi cadangan gas dan minyak bawah laut, berdasarkan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (UNCLOS).
Seminar dilaksanakan di kota General Santos (gensan) kemarin dibuka secara resmi oleh Konsul Jenderal Eko Hartono, dengan menghadirkan pembicara utama Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri Octavino Alimudin
Kegiatan ini didampingi panel dari Mabes TNI-AL, Regional Director Bureau of Fisheries and Aquatic Resources General Santos serta President of SOCSKSARGEN Federation of Fishing and Allied Industries, dengan peserta seminar dari aparat terkait pemerintah Filipina, kalangan pelaku bisnis industri perikanan, pemilik kapal, nelayan serta pengamat dari LSM lokal serta Perwakilan organisasi internasional.
Dalam pembukaan, Konsul Jenderal Eko menyampaikan arti penting kesepahaman terhadap batas ZEE bagi kedua Negara.
"Seminar ini untuk memberikan pemahaman komprehensif terhadap delimitasi batas ZEE bagi semua pihak baik nelayan, industri perikanan, pemilik kapal serta stakeholders lainnya di Filipina. Sehingga terhindar dari ancaman penangkapan bagi pelaku pelanggar batas oleh otoritas di Indonesia," jelas dia dalam rilisnya, Sabtu (28/11/2015).
Senada disampaikan Octavino Alimudin yang menegaskan bahwa proses negosiasi batas ZEE antara kedua negara telah dimulai sejak 1994 hingga ditandatangani pada 23 Mei 2014.
Negosiasi panjang selama kurang lebih 20 tahun akhirnya mencapai titik temu yang menjadi tonggak sejarah dengan keberhasilan menyelesaikan deliminasi batas maritim ini.
"Good fences makes good neighbor yang dapat diartikan bahwa pagar yang baik/jelas dapat membuat hubungan bertetangga menjadi lebih baik" kata Octavino.
Dalam kesempatan terpisah, ketua panitia seminar, konsul muda Wahyu Permana menjelaskan, seminar ini inisiatif yang mendapat apresiasi positif dari kalangan masyarakat di Gensan.
Hal itu mengingat banyak pelaku bisnis industri perikanan, pemilik kapal serta nelayan Filipina yang memerlukan pemahaman rinci terhadap batas maritim di perbatasan Indonesia dan Filipina.
Seminar bertema "Managing Exclusive Economic Zone between Republic of Indonesia and Republic of the Philippines" guna menyosialisasi batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah disepakati Presiden kedua Negara pada 23 Mei 2014.
ZEE merupakan wilayah yang membentang sejauh 200 mill (370 km) laut di mana sebuah negara memiliki hak eksklusif atas perikanan dan eksploitasi cadangan gas dan minyak bawah laut, berdasarkan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (UNCLOS).
Seminar dilaksanakan di kota General Santos (gensan) kemarin dibuka secara resmi oleh Konsul Jenderal Eko Hartono, dengan menghadirkan pembicara utama Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri Octavino Alimudin
Kegiatan ini didampingi panel dari Mabes TNI-AL, Regional Director Bureau of Fisheries and Aquatic Resources General Santos serta President of SOCSKSARGEN Federation of Fishing and Allied Industries, dengan peserta seminar dari aparat terkait pemerintah Filipina, kalangan pelaku bisnis industri perikanan, pemilik kapal, nelayan serta pengamat dari LSM lokal serta Perwakilan organisasi internasional.
Dalam pembukaan, Konsul Jenderal Eko menyampaikan arti penting kesepahaman terhadap batas ZEE bagi kedua Negara.
"Seminar ini untuk memberikan pemahaman komprehensif terhadap delimitasi batas ZEE bagi semua pihak baik nelayan, industri perikanan, pemilik kapal serta stakeholders lainnya di Filipina. Sehingga terhindar dari ancaman penangkapan bagi pelaku pelanggar batas oleh otoritas di Indonesia," jelas dia dalam rilisnya, Sabtu (28/11/2015).
Senada disampaikan Octavino Alimudin yang menegaskan bahwa proses negosiasi batas ZEE antara kedua negara telah dimulai sejak 1994 hingga ditandatangani pada 23 Mei 2014.
Negosiasi panjang selama kurang lebih 20 tahun akhirnya mencapai titik temu yang menjadi tonggak sejarah dengan keberhasilan menyelesaikan deliminasi batas maritim ini.
"Good fences makes good neighbor yang dapat diartikan bahwa pagar yang baik/jelas dapat membuat hubungan bertetangga menjadi lebih baik" kata Octavino.
Dalam kesempatan terpisah, ketua panitia seminar, konsul muda Wahyu Permana menjelaskan, seminar ini inisiatif yang mendapat apresiasi positif dari kalangan masyarakat di Gensan.
Hal itu mengingat banyak pelaku bisnis industri perikanan, pemilik kapal serta nelayan Filipina yang memerlukan pemahaman rinci terhadap batas maritim di perbatasan Indonesia dan Filipina.
(izz)