Empat Tantangan Pemerintah Penuhi Kebutuhan Rumah
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus mengatakan, pemerintah Indonesia memiliki empat tantangan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat.
Menurutnya, tidak mudah untuk memenuhi kebutuhan perumahan. Hal ini lantaran masih terdapat backlog sebesar 13,5 juta rumah untuk rakyat Indonesia. Empat tantangan tersebut, pertama daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah.
"Bayangkan, hanya 20% dari masyarakat kalangan atas yang punya akses penuh ke kredit perumahan rakyat (KPR). Saat ini, untuk kalangan menengah, mereka baru bisa dapat akses KPR kalau ada subsidi dari pemerintah," katanya di Kempinski Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Sementara, 40% masyarakat kalangan bawah tidak memiliki akses untuk ke KPR atau perbankan sama sekali. Kedua, masih adanya angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor informal, yakni 60%.
Pekerja di sektor informal dinilai sulit mendapatkan akses perbankan untuk memperoleh KPR walaupun sebenarnya mereka mampu.
"Ketiga, KPR merupakan jenis pembiayaan jangka panjang yang seharunya dibiayai jangka panjang. Tapi untuk saat ini dana yang tersedia di perbankan berupa dana jangka pendek, seperti halnya tabungan, deposito dan Giro. Ini sangat menentukan risiko untuk perbankan," kata dia.
Keempat, suku bunga di perbankan yang masih relatif tinggi. "Ya, itu faktor utamanya. Suku bunga kita masih tinggi," kata Maurin.
Adanya tantangan tersebut, kata dia, memang harus diselesaikan karena semakin meningkatnya kebutuhan rumah setiap tahunnya yang mencapai 800 ribu sampai 900 ribu. Dari kebutuhan itu, pemerintah Indonesia beserta pengembang hanya mampu memenuhi perumahan 400 ribu sampai 500 ribu unit per tahun.
"Kita harus tangani permasalahan rumah secara maksmal. Yang paling penting, kebutuhan rumah, atau tempat tinggal layak ini adalah kebutuhan dasar yang pemenuhannya dijamin negara sebagaimana diamantkan," tandasnya.
Menurutnya, tidak mudah untuk memenuhi kebutuhan perumahan. Hal ini lantaran masih terdapat backlog sebesar 13,5 juta rumah untuk rakyat Indonesia. Empat tantangan tersebut, pertama daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah.
"Bayangkan, hanya 20% dari masyarakat kalangan atas yang punya akses penuh ke kredit perumahan rakyat (KPR). Saat ini, untuk kalangan menengah, mereka baru bisa dapat akses KPR kalau ada subsidi dari pemerintah," katanya di Kempinski Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Sementara, 40% masyarakat kalangan bawah tidak memiliki akses untuk ke KPR atau perbankan sama sekali. Kedua, masih adanya angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor informal, yakni 60%.
Pekerja di sektor informal dinilai sulit mendapatkan akses perbankan untuk memperoleh KPR walaupun sebenarnya mereka mampu.
"Ketiga, KPR merupakan jenis pembiayaan jangka panjang yang seharunya dibiayai jangka panjang. Tapi untuk saat ini dana yang tersedia di perbankan berupa dana jangka pendek, seperti halnya tabungan, deposito dan Giro. Ini sangat menentukan risiko untuk perbankan," kata dia.
Keempat, suku bunga di perbankan yang masih relatif tinggi. "Ya, itu faktor utamanya. Suku bunga kita masih tinggi," kata Maurin.
Adanya tantangan tersebut, kata dia, memang harus diselesaikan karena semakin meningkatnya kebutuhan rumah setiap tahunnya yang mencapai 800 ribu sampai 900 ribu. Dari kebutuhan itu, pemerintah Indonesia beserta pengembang hanya mampu memenuhi perumahan 400 ribu sampai 500 ribu unit per tahun.
"Kita harus tangani permasalahan rumah secara maksmal. Yang paling penting, kebutuhan rumah, atau tempat tinggal layak ini adalah kebutuhan dasar yang pemenuhannya dijamin negara sebagaimana diamantkan," tandasnya.
(izz)