Rapor Merah Tim Ekonomi Jokowi di 2015
A
A
A
JAKARTA - Tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendapatkan rapor merah dari Institute Development of Economics and Finance (Indef) berkaitan dengan kinerja mereka sepanjang tahun 2015 kemarin.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan esensi yang paling utama dalam bernegara adalah mewujudkan amanat konstitusi untuk menyejahterakan masyarakat. Sayangnya, sekalipun ekonomi Indonesia tumbuh 4,7% namun semua indikator kesejahteraan memburuk.
"Rapornya kalau naik kelas tetap naik, tapi dengan nilai belum sangat memadai. Artinya, hal yang paling esensi dalam bernegara itu mewujudkan amanat konstitusi dan mensejahterakan masyarakat. Karena sekalipun ekonomi tumbuh 4,7%, tapi semua indikator kesejahteraan memburuk," jelasnya saat dihubungi Sindonews, Jumat (1/1/2016).
Menurutnya hal ini terlihat dari tingkat pengangguran, kemiskinan hingga kesenjangan yang semakin meningkat. Di sisi lain Dia menerangkan tingkat daya beli masyarakat dan penerimaan negara justru menurun.
"Tingkat penyerapan anggaran memburuk, di antara tahun-tahun sebelumnya fiskal kita sangat buruk sekali. Tidak hanya belanja, penerimaan juga buruk sehingga utang membengkak Rp500 triliun, di sisi lain penyerapan anggaran belum terserap Rp300 triliun. Anomali yang luar biasa. Satu sisi utang tambah besar tapi enggak terserap," beber dia.
Tak hanya itu, Dia menyebutkan bahwa terobosan pemerintah untuk mengucurkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak berdampak banyak. Pasalnya, dana yang terserap oleh perusahaan pelat merah hanya sedikit.
Belum lagi soal kucuran dana desa yang pengalokasiannya dinilai masih sangat lambat, padahal di tengah perlambatan ekonomi masyarakat kucuran dana untuk pedesaan sangat dibutuhkan agar perekonomian kembali bergairah.
"Itu yang membuat akhirnya perlambatan ekonomi sekaligus diikuti penurunan kualitas pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang tadinya diharapkan ada transformasi struktural, menggeser sumber pertumbuhan sektor kredibel tapi malah menurun baik dari industri, pertanian, apalagi pertambangan minus," pungkasnya.
Sementara itu sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo memastikan bahwa inflasi Indonesia untuk year on year akan berada di atas 3%. Ini berarti tidak sesuai target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 5 persen. Rendahnya inflasi diyakini juga akibat melemahnya daya beli masyarakat.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan esensi yang paling utama dalam bernegara adalah mewujudkan amanat konstitusi untuk menyejahterakan masyarakat. Sayangnya, sekalipun ekonomi Indonesia tumbuh 4,7% namun semua indikator kesejahteraan memburuk.
"Rapornya kalau naik kelas tetap naik, tapi dengan nilai belum sangat memadai. Artinya, hal yang paling esensi dalam bernegara itu mewujudkan amanat konstitusi dan mensejahterakan masyarakat. Karena sekalipun ekonomi tumbuh 4,7%, tapi semua indikator kesejahteraan memburuk," jelasnya saat dihubungi Sindonews, Jumat (1/1/2016).
Menurutnya hal ini terlihat dari tingkat pengangguran, kemiskinan hingga kesenjangan yang semakin meningkat. Di sisi lain Dia menerangkan tingkat daya beli masyarakat dan penerimaan negara justru menurun.
"Tingkat penyerapan anggaran memburuk, di antara tahun-tahun sebelumnya fiskal kita sangat buruk sekali. Tidak hanya belanja, penerimaan juga buruk sehingga utang membengkak Rp500 triliun, di sisi lain penyerapan anggaran belum terserap Rp300 triliun. Anomali yang luar biasa. Satu sisi utang tambah besar tapi enggak terserap," beber dia.
Tak hanya itu, Dia menyebutkan bahwa terobosan pemerintah untuk mengucurkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak berdampak banyak. Pasalnya, dana yang terserap oleh perusahaan pelat merah hanya sedikit.
Belum lagi soal kucuran dana desa yang pengalokasiannya dinilai masih sangat lambat, padahal di tengah perlambatan ekonomi masyarakat kucuran dana untuk pedesaan sangat dibutuhkan agar perekonomian kembali bergairah.
"Itu yang membuat akhirnya perlambatan ekonomi sekaligus diikuti penurunan kualitas pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang tadinya diharapkan ada transformasi struktural, menggeser sumber pertumbuhan sektor kredibel tapi malah menurun baik dari industri, pertanian, apalagi pertambangan minus," pungkasnya.
Sementara itu sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo memastikan bahwa inflasi Indonesia untuk year on year akan berada di atas 3%. Ini berarti tidak sesuai target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 5 persen. Rendahnya inflasi diyakini juga akibat melemahnya daya beli masyarakat.
(akr)