Ada sejak 2003, YLKI Sebut PLN Sembunyikan Bonus Listrik
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan bonus listrik yang diberikan PLN apabila terjadi pelayanan yang tidak optimal sejatinya sudah ada sejak 2003. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, PLN secara regulasi belum menyampaikan kebijakan tersebut secara meluas di masyarakat sehingga terkesan disembunyikan.
"Secara regulasi, PLN bisa sampaikan ini dengan media yang mudah diterima seperti di kantor PLN. Ini kebijakan bagus tapi disembunyikan di laci meja," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
(Baca Juga: Penjelasan PLN Soal Broadcast Bonus Listrik)
Dia menambahkan pelayanan yang dimaksud PLN tidak maksimal itu seperti pemadaman bergilir dan gangguan lainnya. Regulasi tersebut merupakan kompensasi dari perusahaan pelat merah itu. "Regulasi lama, kompensasi PLN untuk konsumen mendapatkan 10% dari abodemen. Sekarang naik jadi 20%," sambungnya.
Menurutnya angka 20% masih tetap kecil karena diambil dari biaya abodemen pelanggan, bukan jumlah nilai keseluruhan tagihan. "Tidak adil, angkanya kecil sekali. YLKI minta 20% dari biaya tagihan, bukan abodemen," katanya.
Diterangkan juga jika diberikan berdasarkan jumlah tagihan yang keluar pada akhir bulan, maka akan jadi lebih signifikan dampaknya dan menurutnya saat ini belum terasa oleh pelanggan.
"Kompensasi ini melanggar ketentuan, yaitu kompensasi otomatis dengan mengurangi biaya tagihan berikutnya. Bayangkan biaya abodemen Rp40 ribu, 20% jadi Rp8 ribu saja," pungkasnya.
"Secara regulasi, PLN bisa sampaikan ini dengan media yang mudah diterima seperti di kantor PLN. Ini kebijakan bagus tapi disembunyikan di laci meja," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
(Baca Juga: Penjelasan PLN Soal Broadcast Bonus Listrik)
Dia menambahkan pelayanan yang dimaksud PLN tidak maksimal itu seperti pemadaman bergilir dan gangguan lainnya. Regulasi tersebut merupakan kompensasi dari perusahaan pelat merah itu. "Regulasi lama, kompensasi PLN untuk konsumen mendapatkan 10% dari abodemen. Sekarang naik jadi 20%," sambungnya.
Menurutnya angka 20% masih tetap kecil karena diambil dari biaya abodemen pelanggan, bukan jumlah nilai keseluruhan tagihan. "Tidak adil, angkanya kecil sekali. YLKI minta 20% dari biaya tagihan, bukan abodemen," katanya.
Diterangkan juga jika diberikan berdasarkan jumlah tagihan yang keluar pada akhir bulan, maka akan jadi lebih signifikan dampaknya dan menurutnya saat ini belum terasa oleh pelanggan.
"Kompensasi ini melanggar ketentuan, yaitu kompensasi otomatis dengan mengurangi biaya tagihan berikutnya. Bayangkan biaya abodemen Rp40 ribu, 20% jadi Rp8 ribu saja," pungkasnya.
(akr)