TNP2K Sebut 20% Orang Kaya Nikmati Subsidi BBM
A
A
A
JAKARTA - Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengatakan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp180 triliun tidak tepat sasaran. Sebanyak 20% orang kaya telah menikmati subsidi tersebut.
Sekretaris TNP2K Bambang Widianto mengatakan, orang-orang paling mapan di Indonesia ini banyak menikmati barang-barang subsidi yang seharusnya tidak untuk mereka. Sedangkan orang miskin yang seharusnya mendapat subsidi, jumlahnya tidak sampai 5%.
"Orang miskin yang menikmati subsidi BBM kala itu kurang dari 5%. Sedangkan Rp180 triliun yang disiapkan pemerintah untuk subsidi BBM, angkanya sangat jauh lebih tinggi jika dibanding anggaran kesehatan dan pendidikan," katanya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Jumat (29/1/2016)
BMenurutnya, angka Rp180 triliun tersebut dinilai sangat memberatkan untuk APBN Indonesia. Apalagi salah satu yang diberikan subsidi adalah minyak tanah dengan kualitas yang paling bagus.
"Kala itu, subsidi besar-besaran terjadi di minyak tanah, harganya Rp1.500-Rp2.000 per liter. Air mineral saja waktu itu sudah Rp3.000. Dan minyak tanah yang disubsidi kualitasnya adalah kerosin yang paling bagus. Namun digunakan untuk masak dan bakar-bakaran, padahal ini seharusnya bisa buat bahan bakar kendaraan," jelas dia.
Akhirnya pada awal 2005, pemerintah mengurangi harga BBM untuk pertama kalinya, namun dengan memberikan kompensasi untuk mereka yang terkena dampak.
"Pemerintah kita itu sebetulnya tidak anti subsidi. Tapi kita ingin subsidi itu sampai ke orang yang membutuhkan dan akhirnya di tahun itu juga, kita lakukan sensus rumah tangga miskin. Untuk memperoleh daftar nama dan alamat mereka. Kita kasih kompensasi satu tahun awalnya Rp100 ribu per bulan," tutunya.
Pada tahun tersebut, harga minyak sedang tinggi-tingginya. Di negara lain, premium dipatok harga Rp10.000-Rp11.000 per liter. Termasuk Timor Timur yang mematok pada harga itu.
"Sedangkan Indonesia waktu itu menjual Rp5.000/liter untuk premium. Kalau orang kaya pakai 100-200 liter per bulan, berarti kita disubsidi Rp500 ribu kan sama pemerintah," pungkas Bambang.
Sekretaris TNP2K Bambang Widianto mengatakan, orang-orang paling mapan di Indonesia ini banyak menikmati barang-barang subsidi yang seharusnya tidak untuk mereka. Sedangkan orang miskin yang seharusnya mendapat subsidi, jumlahnya tidak sampai 5%.
"Orang miskin yang menikmati subsidi BBM kala itu kurang dari 5%. Sedangkan Rp180 triliun yang disiapkan pemerintah untuk subsidi BBM, angkanya sangat jauh lebih tinggi jika dibanding anggaran kesehatan dan pendidikan," katanya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Jumat (29/1/2016)
BMenurutnya, angka Rp180 triliun tersebut dinilai sangat memberatkan untuk APBN Indonesia. Apalagi salah satu yang diberikan subsidi adalah minyak tanah dengan kualitas yang paling bagus.
"Kala itu, subsidi besar-besaran terjadi di minyak tanah, harganya Rp1.500-Rp2.000 per liter. Air mineral saja waktu itu sudah Rp3.000. Dan minyak tanah yang disubsidi kualitasnya adalah kerosin yang paling bagus. Namun digunakan untuk masak dan bakar-bakaran, padahal ini seharusnya bisa buat bahan bakar kendaraan," jelas dia.
Akhirnya pada awal 2005, pemerintah mengurangi harga BBM untuk pertama kalinya, namun dengan memberikan kompensasi untuk mereka yang terkena dampak.
"Pemerintah kita itu sebetulnya tidak anti subsidi. Tapi kita ingin subsidi itu sampai ke orang yang membutuhkan dan akhirnya di tahun itu juga, kita lakukan sensus rumah tangga miskin. Untuk memperoleh daftar nama dan alamat mereka. Kita kasih kompensasi satu tahun awalnya Rp100 ribu per bulan," tutunya.
Pada tahun tersebut, harga minyak sedang tinggi-tingginya. Di negara lain, premium dipatok harga Rp10.000-Rp11.000 per liter. Termasuk Timor Timur yang mematok pada harga itu.
"Sedangkan Indonesia waktu itu menjual Rp5.000/liter untuk premium. Kalau orang kaya pakai 100-200 liter per bulan, berarti kita disubsidi Rp500 ribu kan sama pemerintah," pungkas Bambang.
(izz)