Bappenas: Kereta Cepat Bukan Proyek Dadakan

Jum'at, 12 Februari 2016 - 16:20 WIB
Bappenas: Kereta Cepat Bukan Proyek Dadakan
Bappenas: Kereta Cepat Bukan Proyek Dadakan
A A A
JAKARTA - Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) membantah jika proyek kereta cepat rute Jakarta-Bandung dinilai sebagai proyek sekonyong-konyong, alias proyek dadakan. Pasalnya, secara kronologis proyek ini telah direncanakan sejak 2008.

Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihartono mengisahkan, proyek tersebut telah direncanakan sejak 2008. Saat itu, pemerintahan yang masih di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merencanakan pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Surabaya.

"‎Kereta cepat yang dirancang pemerintah saat itu antara Bappenas dan Kemenhub adalah Jakarta-Surabaya. Waktu itu kita dapat grant dari JK (Jusuf Kalla) juga," katanya di Kantor Bappenas, Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Namun, karena pertimbangan politis dan dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut cukup besar. Sementara Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dibutuhkan untuk kegiatan lainnya, sehingga ‎proyek prestisius tersebut tidak bisa diimplementasikan.

‎"Kemudian kita susun skenario bagaimana mengimplementasikan proyek kereta cepat itu. Karena dananya cukup besar, kita bikin strategi bagaimana bangun. Sehingga hasil kajiannya dibangun bertahap, yang dipilih Jakarta-Bandung. Tidak Semarang atau Cirebon," jelas dia.

Menurutnya, rute yang dipilih Jakarta-Bandung lantaran pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut sangat luar biasa. Bahkan, pendapatan per kapita di Jakarta dan Bandung dalam lima tahun ke depan bisa mencapai USD10.000 per tahun.

"‎Dengan pendapatan gede gitu, daya beli masyarakat makin meningkat. Makanya diputuskan dimulai Jakarta-Bandung dulu," terangnya.

Atas dasar itu, pada 2011 pihaknya melakukan studi bagaimana membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Kala itu, pola yang dipilih adalah kerja sama pemerintah swasta (KPS). Sayang, proyek tersebut kembali ditunda lantaran swasta meminta agar kerja sama tersebut 70% pemerintah dan 30% swasta.

"Kalau kayak gitu mendingan pemerintah yang bangun. Jadi akhirnya diutak-atik sampai terakhir sekitar 40:60. Jadi masih cukup besar juga. Waktu itu pemerintahan yang lama masih belum ada political will-nya sehingga terkesan proyek ini tidak berlanjut‎," tandas Bambang.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3794 seconds (0.1#10.140)