Pemerintah Sadar Kereta Cepat Proyek Rugi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengakui bahwa proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung bukan proyek yang menguntungkan, tapi cenderung merugikan.
Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihartono mengatakan, pembangunan proyek angkutan masal di manapun bukan proyek untung. Karena itu, menjadi tanggung jawab pemerintah agar proyek tersebut dapat menutupi kerugian.
"Jadi, enggak ada bicara proyek untung. MRT juga rugi dulu," katanya di Gedung Bappenas, Jakarta, Jumat (12/2/2016). (Baca: Bappenas: Kereta Cepat Bukan Proyek Dadakan)
Menurutnya, proyek kereta cepat sebagai kunci utama (key driver) pengembangan wilayah di sekitar proyek tersebut. Belajar dari pengalaman China yang mengembangkan high speed railway (HSR) Beijing-Shanghai yang mendatangkan manfaat aglomerasi secara signifikan.
"Pengalaman di China, tiap kota yang disinggahi itu langsung tumbuh 0,6% ampai 1% dari PDB. Estimasi manfaat aglomerasi pada kota lapis kedua dan ketiga bisa sangat besar, setara dengan 0,55% dari total GDP di Jinan per tahun 0,63% di Jilin dan 1% di Dezhou," tutur dia.
Selain itu, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga bisa menurunkan biaya logistik yang diinginkan pemerintah. Target penurunan biaya logistik hingga akhir 2019 sebesar 6,8%, di mana 3 persennya berasal dari transportasi darat.
"Nah, ini yang perlu dicatat, pembangunannya bukan semata kereta cepat, tapi sebagai key driver. Memang rugi, di mana-mana enggak ada yang untung. Maka itu peran pemerintah mempercepat perizinan. Jangan dipikir percepat perizinan enggak untung buat swasta, itu untung luar biasa," tandasnya.
Baca:
Jonan: BUMN Tak Punya Kewenangan Izin Konsesi Kereta Cepat
Proyek Kereta Cepat Diragukan Akan Berjalan Mulus
DPR Ragukan Kemampuan Kereta Cepat China
Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihartono mengatakan, pembangunan proyek angkutan masal di manapun bukan proyek untung. Karena itu, menjadi tanggung jawab pemerintah agar proyek tersebut dapat menutupi kerugian.
"Jadi, enggak ada bicara proyek untung. MRT juga rugi dulu," katanya di Gedung Bappenas, Jakarta, Jumat (12/2/2016). (Baca: Bappenas: Kereta Cepat Bukan Proyek Dadakan)
Menurutnya, proyek kereta cepat sebagai kunci utama (key driver) pengembangan wilayah di sekitar proyek tersebut. Belajar dari pengalaman China yang mengembangkan high speed railway (HSR) Beijing-Shanghai yang mendatangkan manfaat aglomerasi secara signifikan.
"Pengalaman di China, tiap kota yang disinggahi itu langsung tumbuh 0,6% ampai 1% dari PDB. Estimasi manfaat aglomerasi pada kota lapis kedua dan ketiga bisa sangat besar, setara dengan 0,55% dari total GDP di Jinan per tahun 0,63% di Jilin dan 1% di Dezhou," tutur dia.
Selain itu, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga bisa menurunkan biaya logistik yang diinginkan pemerintah. Target penurunan biaya logistik hingga akhir 2019 sebesar 6,8%, di mana 3 persennya berasal dari transportasi darat.
"Nah, ini yang perlu dicatat, pembangunannya bukan semata kereta cepat, tapi sebagai key driver. Memang rugi, di mana-mana enggak ada yang untung. Maka itu peran pemerintah mempercepat perizinan. Jangan dipikir percepat perizinan enggak untung buat swasta, itu untung luar biasa," tandasnya.
Baca:
Jonan: BUMN Tak Punya Kewenangan Izin Konsesi Kereta Cepat
Proyek Kereta Cepat Diragukan Akan Berjalan Mulus
DPR Ragukan Kemampuan Kereta Cepat China
(izz)