Perda Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Tidak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, implementasi kebijakan kantong plastik berbayar di daerah tidak memerlukan Peraturan Daerah (perda).
“Kami pikir tidak perlu ada perda untuk mengatur kantong plastik ini, karena status barang tersebut akan diberlakukan seperti barang dagangan lainnya yang menjadi otoritas dan mekanisme peritel selama ini,” jelas Roy dalam siaran persnya, Minggu (14/2/2015).
Aprindo khawatir tren belanja konsumen ke ritel modern menurun akibat kebijakan ini, pemerintah juga harus melindungi semua sektor industri agar bisa tumbuh, termasuk diantaranya sektor ritel yang berada di hilir dan merupakan industri padat karya.
Roy menegaskan bahwa peritel sepakat tidak ingin menggunakan kelebihan hasil penjualan kantong plastik sebagai donasi untuk berbagai aktivitas sosial. “Dana CSR sumbernya tetap dari budget perusahaan, dengan menekan biaya perusahaan tentunya budget perusahaan untuk CSR dapat meningkat," tegasnya.
Data Nielsen 2015 menyebutkan, market share dari industri ritel-toko swalayan (minimarket, supermarket, hipermarket, dan perkulakan) di Indonesia hanya sebesar 26 persen sedangkan ritel pasar rakyat mencapai 74 persen. Artinya, kebijakan ini hanya akan berhasil jika semua peritel baik toko swalayan maupun pasar rakyat menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar secara simultan.
“Pemerintah sudah berinisiatif membuatkan aturan, pengusaha memberikan dukungan dan menjalankannya dengan harapan respons masyarakat juga positif. Kami ritel modern siap menjadi pilot project kebijakan ini,” tandas Roy.
“Kami pikir tidak perlu ada perda untuk mengatur kantong plastik ini, karena status barang tersebut akan diberlakukan seperti barang dagangan lainnya yang menjadi otoritas dan mekanisme peritel selama ini,” jelas Roy dalam siaran persnya, Minggu (14/2/2015).
Aprindo khawatir tren belanja konsumen ke ritel modern menurun akibat kebijakan ini, pemerintah juga harus melindungi semua sektor industri agar bisa tumbuh, termasuk diantaranya sektor ritel yang berada di hilir dan merupakan industri padat karya.
Roy menegaskan bahwa peritel sepakat tidak ingin menggunakan kelebihan hasil penjualan kantong plastik sebagai donasi untuk berbagai aktivitas sosial. “Dana CSR sumbernya tetap dari budget perusahaan, dengan menekan biaya perusahaan tentunya budget perusahaan untuk CSR dapat meningkat," tegasnya.
Data Nielsen 2015 menyebutkan, market share dari industri ritel-toko swalayan (minimarket, supermarket, hipermarket, dan perkulakan) di Indonesia hanya sebesar 26 persen sedangkan ritel pasar rakyat mencapai 74 persen. Artinya, kebijakan ini hanya akan berhasil jika semua peritel baik toko swalayan maupun pasar rakyat menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar secara simultan.
“Pemerintah sudah berinisiatif membuatkan aturan, pengusaha memberikan dukungan dan menjalankannya dengan harapan respons masyarakat juga positif. Kami ritel modern siap menjadi pilot project kebijakan ini,” tandas Roy.
(dol)